Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 28 January 2014

Juru Damai Sampai Mati


foto:palsolidarity.org

Ia percaya, kamanusian tak akan pernah bisa dibunuh oleh siapa pun


Athena, Ohio, Juli 2010. Seorang sepuh tengah mengendalikan traktor di Amesville, kawasan pertanian yang ada di kota tersebut. Sambil bernyanyi kecil, ia berusaha mengarahkan kendaraan besinya menuju lahan yang terlihat belum tersentuh. Pagi baru saja berlalu, ketika salah satu roda kendaraan besi itu menyentuh batas tanah yang gembur. Entah bagaimana, tiba-tiba tumpukan tanah itu runtuh, menggusur traktor dan menyebabkannya terbalik. Sang pengendara berusaha tenang dan mencari celah untuk keluar dari ruangan kemudi yang sudah terisi tanah dan pecahan kaca. Malang, saat berusaha itulah, api cepat menyala, menjalar dan menyambar dirinya. Ia pun gugur seketika. Palestina dan dunia pun berduka. Siapakah dia?

Dialah Art Gish. Lelaki 70 tahun yang sebagian besar hidupnya dipersembahkan untuk meyakinkan orang-orang bahwa damai adalah segalanya. Untuk keyakinannya itu, ia bahkan tak ragu   pergi ke  Palestina, suatu tempat beraroma mesiu  yang berjarak ribuan kilometer dari rumahnya. Tidak untuk bertempur atau sekadar menjadi saksi, namun menjadikan dirinya “pelayan” bagi orang-orang tertindas. Bahkan, demi jalan damai yang diyakininya itu, ia pernah nekat menghalangi tank Israel yang akan menghancurkan sebuah pasar di Hebron.

Gish adalah lelaki Amerika yang sejak muda sudah melawan perang. Tercatat ia aktif dalam berbagai gerakan menentang keterlibatan negaranya dalam berbagai perang. Mulai Perang Vietnam hingga Perang Irak II. Tahun 1995, ia datang ke Palestina sebagai seorang sukarelawan penjaga pedamaian dari CPT (Christian Peacemaker Team). Itu jelas bukan pekerjaan mudah. Hampir setengah abad, permusuhan antara para penduduk Palestina dengan pemukim Yahudi seolah sudah menjadi tradisi.

Di tengah ketegangan tua tersebut, Gish harus berdiri sebagai penengah. Hingga 2001, berbagai cara ia sudah lakukan bersama kawan-kawannya. Mulai mengantarkan anak-anak Palestina berangkat sekolah hingga membangun dialog dengan para pemukim Yahudi. Tak jarang demi upayanya itu, Gish harus berhadapan dengan kecurigaan, kemarahan serta ancaman pembunuhan.

Suatu hari, saat berjalan sendiri Gish didatangi sekelompok pemuda Yahudi. Gish dengan senyum menyapa mereka. Alih-alih menyambut sikap ramah itu, anak-anak muda Yahudi tersebut malah mengancam dan meludahinya. Dasar Gish, ia malah menyilakan mereka untuk meludahinya sepuas hati atau kalau perlu membunuhnya. “Anda semua boleh membunuh saya, tapi saya tetap ingin menjadi teman kalian,”ujarnya dalam nada lembut.

Gish mengatakan ia melakukan itu karena tersinspirasi oleh peristiwa yang menimpa Ahlam,sesama aktivis perdamaian di Palestina. Suatu hari, saat diancam dan dibentak oleh seorang serdadu Israel,perempuan itu dengan lembut berkata: “Matamu indah.” Sang serdadu pun menjadi malu dan seketika menghentikan perbuatannya.

Karena itu, Gish sangat percaya kekerasan tak mungkin berakhir jika disikapi pula dengan kekerasan. Ia mengecam aksi saling balas antara gerilyawan HAMAS dengan tentara Israel sebagai sebuah kesia-siaan. “Mata dibayar mata, gigi dibayar gigi hanya akan berakhir dengan semua orang menjadi buta dan ompong,”katanya sambil mengutip kata-kata Marthin Luther King Jr.

Semua prinsip pro perdamaian dan aksi anti kekerasannya menjadikan Gish dikenal sebagai “radikal tua” dalam memperjuangkan perdamaian. Namanya bukan saja dikenal oleh para serdadu Israel yang kerap bertugas mengawasinya atau oleh orang-orang Palestina, namun juga oleh semua aktivis perdamaian di seluruh dunia. Salah satunya bernama Kathleen, aktivis perdamaian asal Australia. “Saya pernah menghabiskan waktu bersamanya dan menyaksikan bahwa Gish tak sekalipun pernah mengeluarkan kata-kata kasar kepada siapapun. Ketika berbicara dengannya, orang pasti tahu ia seorang pecinta, ya pecinta kemanusiaan.Ia boleh saja mengkritik secara keras pemerintah dan individu mana saja yang berusaha mengobarkan permusuhan, tapi ia tak pernah menghina siapapun,”ungkapnya. Ya Gish memang sangat meyakini perdamaian tak akan pernah bisa dibunuh oleh siapa pun

Athena, Ohio, Juli 2010. Seorang sepuh periang, dengan tutur lembut nan jenaka telah pergi meninggalkan dunia. Berjalan menuju perdamaian yang sesungguhnya.

 

Sumber: Islam Indonesia (Disarikan dari buku Hebron Journal, Catatan Harian Art Gish)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *