Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 29 April 2017

Jurnalis Muslim Dunia Sepakat Bersatu Lawan Radikalisme


islamindonesia.id – Jurnalis Muslim Dunia Sepakat Bersatu Lawan Radikalisme

 

Radikalisme sebagai fenomena tak hanya bisa dilawan dengan senjata. Harus ada upaya untuk memberantas pemahaman radikalisme sejak dalam kepala. Di situlah peran media bekerja.

Untuk menyatukan visi terkait dengan upaya jurnalis melawan radikalisme, Group of Strategic Vision “Russia – Islamic World” menggelar sebuah konferensi untuk para jurnalis Muslim dari seluruh dunia. Total ada 36 jurnalis dari 18 negara yang hadir dalam pertemuan tahun ketiga ini.

Acara digelar di hotel President, Moskow. Peserta berasal dari Albania, Aljazair, Algeria, Libanon, Irak, Iran, Indonesia, Arab Saudi, Mesir, Bangladesh, Bahrain dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.

Diskusi dipandu oleh Koordinator Grup Veniamin Popov lalu dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov. Diskusi berlangsung dalam bahasa Rusia, Inggris dan Arab.

“Jurnalis dari negara-negara Muslim ada di barisan depan dalam perang melawan penyebaran ide radikal. Ini kenapa Kementerian Luar Negeri Rusia terus menjaga hubungan aktif dengan para jurnalis Muslim dari Rusia dan luar negeri,” ucap Bogdanov.

Setelah itu, para jurnalis diminta menyampaikan pendapatnya terkait penyebaran radikalisme. Masing-masing diberi waktu 7 menit untuk menyampaikan gagasan.

Anna Balikova, perwakilan dari RT TV menyatakan, jurnalis Muslim perlu memiliki sebuah wadah khusus untuk berkomunikasi. Jaringan kuat harus dibentuk agar bisa saling bertukar ide, informasi dan gagasan melawan radikalisme.

Jurnalis asal Turki, Hakan Alsac, menekankan pentingnya jurnalis bersatu melawan penindasan rezim berkuasa. Terutama di Turki, yang kerap terjadi aksi teror dan penangkapan terhadap jurnalis.

Para jurnalis lainnya menyuarakan hal senada. Semua sepakat bahwa radikalisme kini menyerang generasi muda lewat teknologi. Secara politik, perlu ada dorongan lebih jauh untuk membahas akar masalah radikalisme. Selain itu, radikalisme tak hanya bisa diberantas secara fisik atau lewat senjata, namun juga diberantas secara ideologi, mulai dengan peduli terhadap isu ini, memperbanyak konten antiradikalisme dan menghentikan semua propaganda.

Tak hanya jurnalis, hadir juga para pakar politik, tokoh agama, peneliti, sampai sejarawan Timur Tengah dalam acara tersebut. Semua ikut menyuarakan gagasan perlawanan terhadap radikalisme.

Yang menarik dalam diskusi ini adalah masih kerasnya sikap Iran dan Arab Saudi dalam urusan politik. Perwakilan kedua delegasi saling menyalahkan terkait munculnya gerakan teroris.

Mohamed Marandi, seorang pakar poitik asal Iran mempersoalkan peran Amerika Serikat dan Arab Saudi dalam urusan radikalisme. Dia menyebut perlu adanya informasi alternatif karena isu terorisme saat ini dikuasai Barat, terutama di Amerika Serikat. AS juga harus bertanggung jawab terhadap urusan di Irak dan Afghanistan.

Tak lama kemudian, dia menyinggung soal isu kelaparan di Yaman dan masalah Wahabiisme yang membuat isu radikalisme jadi makin berkembang. Wahabiisme yang dimaksud Marandi, merujuk pada Arab Saudi.

Tak pelak, pernyataan ini direspons keras oleh perwakilan Arab Saudi. Saat mendapat kesempatan bicara, perwakilan tersebut dengan lantang menyebut Iran sebagai negara yang juga bermasalah.

Namun perdebatan ini tidak sampai berlanjut terlalu jauh. Komentar-komentar menyejukkan juga muncul. Salah satunya dari Mufti Rusia Albir R. Karganov. Dia menyampaikan perdebatan soal siapa yang salah dalam urusan terorisme harus diakhiri. Penting untuk fokus pada upaya pencegahan agar anak muda tak bersinggungan dengan radikalisme.

“Kita harus melawan propaganda di media sosial. Upaya kita masih kalah dengan mereka. Kita harus melawan ideologi ini secara online,” ucapnya.

Diskusi selama enam jam itu akhirnya ditutup dengan kesimpulan penting membangun jaringan jurnalis Muslim secara berkelanjutan untuk melawan terorisme. Penting juga untuk saling berbagi konten agar di setiap negara bisa mengetahui informasi terkini. Perlu adanya media alternatif, selain media Barat, dalam urusan pemberitaan radikalisme juga disepakati.

Setelah diskusi, seluruh delegasi diajak untuk mengunjungi gedung bekas stasiun TV Rusia yang kini diubah fungsinya menjadi menara dan restoran.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *