Satu Islam Untuk Semua

Monday, 03 November 2014

Jejak Asyura di Asia Tenggara: dari Ayutthaya hingga Maluku (2)


Cakalele adat di Maluku.

Makarra, Bulan Nahas di Sulawesi

Di Sulawesi, khususnya di Makassar, Bugis dan Mandar, bulan Muharam dan Safar dikenal sebagai bulan Makarra, bulan yang mengandung bahaya atau berkaitan dengan hal-hal mistis yang harus diwaspadai. Anak-anak dilarang memanjat pohon dan harus pulang ke rumah sebelum petang. Pada 10 Muharram, masyarakat biasanya memasak bubur Asyura yang dilakukan di masjid secara bersama-sama dengan tokoh masyarakat. Bubur itu lalu dibagikan ke setiap rumah.

Di Mandar, masyarakat melakukan ritual pengajian sejak tanggal 1 sampai malam 10 Muharram. Siang harinya mereka membuat bubur dari sepuluh bahan makanan yang ditempatkan pada tujuh wadah, kemudian mereka berdoa dipimpin oleh ulama setempat.

Ma’atenu atau Cakalele Adat, Maluku
Di Pulau Haruku, Maluku tengah, Komunitas Muslim Hatuhaha mempunyai tradisi ma’atenu atau cakalele adat. Ma’atenu dalam bahasa Hatuhaha artinya undangan untuk ujian. Ritualnya dilakukan dengan mempertontonkan kekebalan tubuh yang ditikam atau ditebas benda tajam, seperti kelewang dan pedang.

Aspek ritual ini sangat identik dengan tradisi kelompok Syiah memperingati Asyura. Simbol-simbol yang digunakan juga identik dengan pedang Ali, dan syair-syair yang diucapkan mengacu pada kesetiaan kepada Ali.

Thailand
Di negara tetangga, Thailand, Asyura ternyata juga sejak lama diperingati. Sejak abad ke-16, komunitas Chao Sen atau pengikut Husein, sudah mempraktikkan upacara asyura di Ayutthaya, ibu kota Kerajaan Thai. Sampai hari ini di Bangkok masih kita temui upacara Asyura.

Asyura di Tahuland 

Hikayat Hasan Husein dari Melayu (Malaysia)

Teks kesusasteraan Melayu mencatat paling tidak ada empat hikayat yang terkait Asyura, yakni Hikayat Muhammad Hanafiyah, Hikayat Hasan Husein tatkala Kanakk-kanak, Hikayat Hasan Husein Tatkala Akan Mati dan Hikayat Tabut. Dua hikayat terakhir menceritakan tragedi Karbala. Di dalamnya ada sejumlah teks yang memuat pelaknatan pada Yazid, pembunuh Husein:

Maka terdengar oleh Fatimah pun, bertandang sembah pada Rasulullah demikian bunyi katanya: Ya, junjunganku berapalah tuan namakan junjungan serta nama suami hamba. Itulah Gerang cucu yang kekasih, junjungan,” maka Fatimah pun masygul dari hati tiada suka. Setelah dilihat oleh Rasulullah pun bertandangkan sembang kepada Fatimah, serta isi rumahnya mngabarkan kematian cucunya Hasan dan Husein demikian bunyi katanya Fatimah dua hari.” Tetapi engkau aku lihat tiada suka dari hatimu Ali aku namai Ali Muhammad Ali hanafiyah, tiada engkau tahu itu anak kekasihku, tiadalah tahu akan mati anakmu Hasan dari racun. Husein mati dibunuh hulubalang Yazid celaka.”

Filipina

Islam dibawa ke Filipina oleh para Saadat, atau ‘tuan’ yang merujuk pada keturunan Hasan dan Husein.

Kuburan kaum Saadat banyak ditemui di Mindanao, Sulu dan Tawi-Tawi. Kebudayaan yang membuktikan adanya peringatan Asyura adalah adanya Parang Karbala, yakni hikayat yang menceritakan kisah pengorbanan Hasan, Husein, Zayd bin Ali yang merupakan keturunan Nabi Muhammad saw.

Tradisi Bangsa Moro juga didapati adanya doa-doa ziarah, shawalat dan lainnya, juga kisah-kisah kepahlawanan Islam. Uniknya jika ada anak yang berpengarai buruk, mereka mengatakan “Yazid Inih” sebagai ekspresi kemarahan.

Di Mindanao, ada suatu tempat namanya Lanao, yang dipercayai sebagai Padang Karbala, tempat untuk mengenang kembali peristiwa Asyura dalam puisi dan lagu.

(SB/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *