Satu Islam Untuk Semua

Monday, 08 February 2016

‘Jawa Barat Tidak Serius Cegah Isu Radikalisme’


Mayoritas kepala daerah di Jawa Barat tidak serius cegah gerakan radikalisme atau antitoleransi yang mengatasnamakan agama, kata cendikiawan muslim Nadhatul Ulama, KH.Dr. Marzuki Wahid.

“Kecuali Bupati Purwakarta (Dedi Mulyadi – red), kepala daerah seperti Aher, Deddy Mizwar, Ridwan Kamil, Bima Arya, tidak pernah secara tegas melakukan inovasi pencegahan gerakan Islam radikal”, kata Marzuki, Jumat (5/2), seperti dilansir SHNet.  Gubernur Ahmad Heryawan, tambahnya, “tampak lebih memilih mereangkul kelompok islam radikal.”

Marzuki menyarankan pada Aher untuk mengikuti seruan presiden yang secara khusus menyampaikan agar kepala daerah menjadi pelindung kebinekaan dan menjadi pelopor toleransi. 

Dalam pandangan Marzuki, pemerintah harus memiliki prioritas di Provinsi Jawa Barat dalam menanggulangi radikalisme, selain Jakarta dan Solo. Alasannya, katanya, Jawa Barat merupakan “sarang” kelompok radikalisme.

“Isu-isu gerakan Anti Syiah oleh ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) atau isu penyesatan dan tuduhan syirik dengan gaya-gaya politis adalah contoh luar dari gerakan radikal,” katanya. “Di balik itu ada kelompok-kelompok lain yang lebih ekstrem. Itu harus diamputasi segera atau negara kita ini diacak-acak oleh mereka.”

Marzuki juga menyayangkan pemerintah Jawa Barat, dalam hal ini Gubernur Ahmad Heryawan, yang menurutnya  tidak menunjukkan keseriusan dalam mengurus masalah intoleransi. Para bupati dan walikota di Jawa Barat, kata Marzuki, juga tidak punya perhatian, padahal di lingkungannya sudah terdapat fakta sering munculnya “letupan-letupan radikalisme Islam”.

Pengecualian, menurut Marzuki, ada pada sosok Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dedi dinilai memiliki aksi konkret melalui sekolah ideologi serta berani berada di garis depan membela kebinekaan dan memberdayaan masyarakatnya secara konkret memerangi radikalisme.

Isu Radikalisme terus Menguat

 Menurut Marzuki, isu radikalisme Islam masih akan terus menguat pada beberapa tahun mendatang. Bukan karena politisasi media massa, melainkan karena di balik pemberitaan itu ada fakta-fakta yang mendorong aksi-aksi radikalisme.

“Radikalisme Islam itu ada pelakunya, berkembang dan terus melakukan gerakan sehingga wajar jika terus menjadi bagian pemberitaan,” katanya.

Bagi Marzuki, koneksi gerakan Islam radikal lintas negara yang semakin mudah disertai pendanaan dari Timur Tengah ke Indonesia sudah menjadi fakta. “Itulah mengapa pemerintah dan juga kelompok Islam inklusif seperti NU dan Muhammadiyah harus punya konsentrasi untuk melawan radikalisme dengan berbagai cara,” katanya.

Marzuki berpendapat, negara harus serius bukan saja sekadar melihat sisi Islam radikal dari sudut pandang kriminal, melainkan juga harus dilihat sisi penyebaran ideologinya. Menurutnya, ideologi Islam fundamentalisme, atau Islam radikal tersebut bergerak secara terorganisir dan terus melakukan kaderisasi merekrut orang-orang baru.

“Negara harus punya konsentrasi untuk masalah ini, dan harus kreatif masuk ke wilayah-wilayah basis yang konkret di mana mereka melakukan gerakan,” katanya.

Cha/Ami/IslamIndonesia/SHNet

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *