Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 30 September 2014

Hujr bin Adi, Permata Terpendam di Bumi Suriah


Makam Hujr bin Adi di Adra, Suriah

“Demi Allah, selama hidupku, aku selalu shalat dua rakaat setelah mengambil wudhu. Dan aku tak pernah menunaikan shalat secepat ini. Aku shalat secepat ini agar kalian tak menyangka bahwa aku takut mati.”

Itulah jawaban Hujr bin Adi di ujung kehidupannya saat kaki tangan Muawiyah menyindir kalau ia sengaja memanjangkan shalat karena takut malaikat maut akan segera menemuinya.

Hujr dijatuhi hukuman mati oleh Khalifah Muawiyah I karena ‘dosa’ mendukung dan memuji Ali ra, khalifah keempat dari Khulafa Rasyidin.

Dalam buku berjudul Khalifah dan Kerajaan, salah satu ulama Suni, Abul Ala Maududi menulis, “Hujr bin Adi adalah sahabat saleh Nabi dan berperan penting dalam perbaikan ummat. Di era pemerintahan Muawiyah, saat pengutukan Ali di mimbar-mimbar mesjid bermula, hati kaum Muslimin begitu terluka. Tapi rakyat tak berani bersuara karena mereka takut mati. Di Kufah, Hujr bin Adi tak tinggal diam. Ia mulai memuji Ali dan mengutuk Muawiyah…”

Hujr bin Adi mengucapkan syahadah saat masih belia, bersama adiknya Hani bin Adi, di hadapan Nabi. Sayang,  tak lama setelah peristiwa itu, Nabi harus kembali ke pangkuan Ilahi. Hatinya pun berlabuh pada Ali ra, ponakan, mantu dan sekaligus sahabat terbaik Nabi. Saat Ali memerintah, ia dengan gagah berani menghunus pedang dalam perang-perang yang dikobarkan oleh mereka-mereka yang merasa pegel dengan keadilan dan ketakwaan Ali; perang Shiffin, Nahrawan dan Jamal.

Setelah Ali ra wafat dan pemaksaan damai terhadap Hasan bin Ali, para penguasa di berbagai kota mulai menyiksa rakyat yang memihak pada Ali ra. Lepas wafatnya Hasan bin Ali, para pembesar Irak dan Hijaz mulai menjalin kontak dengan Husain bin Ali. Di sini, Muawiyah merasa posisinya terancam dan membuat medan kehidupan begitu mencekik bagi para pecinta Ali ra. Bahkan ia tak segan-segan ‘bertindak sebagai malaikat maut’ dengan membunuh mereka, termasuk Hujr bin Adi.

Tapi pria yang disebut sebagai ‘orang yang doanya selalu terkabul’ ini pantang menunjukkan rasa takut atau cemas sedikit pun. Jauh-jauh hari sebelumnya, ia sudah mendengar berita kematiannya dari Ali. Kala itu, Ali bertanya, “Apa yang akan kau lakukan jika suatu hari ada yang memintamu mencaci maki aku dan apa yang akan kau lakukan jika ada yang memintamu memutuskan hubungan cintamu dariku?”  Hujr langsung menjawab,  “Demi Allah! Aku rela tubuhku disobek-sobek pedang dan dilemparkan ke dalam lautan api  daripada melakukannya!” Lalu Ali ra berkata, “Wahai penduduk Kufah! Tujuh pria terbaik kalian akan terbunuh di Adra dan kondisi mereka akan sama seperti kaum Ukhdud.”

Kaum Ukhdud adalah penduduk Najran yang meninggalkan agama Yahudi dan memeluk agama Masihi. Karena menolak kembali ke agama Yahudi, Raja Zunawas yang berkuasa saat itu membabat habis mereka. Sebagian dilemparkan dalam kubangan api, sebagian lagi dibunuh dengan pedang-pedang tajam.

Pada tahun 50 Hijriyah, Ziyad bin Abih yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur Basrah pindah tugas ke Kufah. Ia menangkap Hujr bin Adi dan pengikutnya.  Ingin Muawiyah menghukum Hujr seberat-beratnya, Ziyad mengumpulkan kesaksian palsu  bahwa Hujr dan pengikutnya menciptakan huru hara. Hujr juga dianggap ‘berdosa’ karena mengklaim khilafah hanya milik Ali dan keturunannya serta menolak mengutuk Ali.

Hujr dan pengikutnya lalu diseret ke Syam. Muawiyah menjatuhi mereka hukuman mati. Tapi mereka akan diampuni jika mau mengutuk dan menunjukkan kebencian pada Ali. Hujr dan pengikutnya menolak dengan tegas. Ucapan Hujr begitu menohok, “Aku tak akan mengatakan sesuatu yang akan mengecewakan Allah.”

Akhirnya,  Hujr bin Adi bersama putranya, Humaan serta tujuh sahabatnya mati teraniaya. Berita kematian Hujr membuat Muawiyah menuai banyak kecaman. Selain Husain bin Ali, Ummul Mukminin Aisyah juga mengkritik habis Muawiyah. Saat bertemu Muawiyah dalam ritual ibadah haji, Aisyah bertanya ketus, “Kenapa kau membunuh Hujr dan sahabat-sahabatnya dan kau tidak sabar sedikit pun? Aku mendengar dari Rasulullah, ‘Di Adra akan tewas sekelompok orang yang kematian mereka membuat murka malaikat-malaikat di langit.’”

Tapi Muawiyah pintar berkelit. Ia membela perbuatannya itu dengan dalih, “Saat itu tak ada seorang pun pria berakal dan berilmu di dekatku yang bisa mencegah aku melakukannya.”

Hujr bin Adi dan pengikutnya dimakamkan di Adra, kota yang dulu ditaklukkannya, pinggiran Damaskus. Makam sucinya kini sering diziarahi oleh kaum Muslimin.

Pada bulan Mei tahun lalu, kelompok teroris dukungan asing yang ingin mendongkel pemerintahan BAshar al-Assad, membongkar makam tersebut. Dilaporkan, jenazah Hujr — yang tak rusak sedikit pun  setelah seribu tahun lebih — dibawa teroris ke sebuah tempat rahasia. Menurut beberapa analis politik, motif perbuatan ini adalah menghilangkan jejak kuburan dan mencegah pembangunan kompleks makam di sana oleh Muslim Syiah.

Beberapa waktu setelah pembongkaran makam, beredar video di internet yang menunjukkan sesosok jenazah yang diklaim sebagai jenazah Hujr bin Adi. Tapi situs Shafaqna membantah dan mengatakan, jenazah itu adalah Mahrus Syarbaji, salah satu warga Suriah yang tewas dalam kerusuhan terakhir di kota Haza, Suriah.

(Nisa/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *