Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 10 July 2013

Hikayat Laskar Pelangi


Dari ramalan suku Indian Cree hingga aksi anti nuklir di pulau karang Moruroan,Selandia Baru. 

Apa yang terbersit dalam pikiran kita saat pertama kali mendengar kata ‘lasykar pelangi” ?  Pasti pikiran langsung melayang ke tetralogi novel karya Andrea Hirata yang termasyhur. Pengidentikan itu sama sekali tidak salah. Namun jauh sebelum nama “lasykar pelangi” mengindonesia, ada sebuah buku bagus berjudul “Warriors of the Rainbow” karangan William Wiloya dan Vinson Brown (diterbitkan oleh Naturegraph pada 1962). Itu buku berkisah tentang suatu ungkapan dari para ahli nujum suku Indian Cree di Amerika Utara yang meramalkan akan datang suatu masa ketika planet Bumi “sakit parah” akibat ketamakan manusia. Dalam situasi kritis tersebut, Sang Dewa Agung lantas mengutus sekelompok manusia idealis yang datang dari berbagai latar budaya untuk melakukan suatu aksi nyata menyembuhkan Bumi yang tengah sekarat tersebut. Orang-orang Indian Cree menyebutnya sebagai Ksatria Pelangi (Warriors of the Rainbow). 

Pada 1971, alkisah muncul suatu gerakan menentang percobaan nuklir Amerika Serikat di Pulau Amchitka (masuk dalam gugusan kepulauan Aleutia di Pasifik Utara). Guna menentang aksi percobaan itu secara nyata, para aktivis yang tergabung dalam gerakan tersebut menyewa sebuah kapal pencari ikan (kapal itu lantas dibeli). Terinspirasi dari cerita Wiloya dan Brown, salah seorang dari mereka yakni Bob Hunter (jurnalis yang merupakan salah satu pendiri kelompok pecinta lingkungan hidup Greenpeace) lantas memberi nama kapal tua sebagai Rainbow Warrior alias Lasykar Pelangi. Demikian seperti yang dituturkan oleh Bob Hunter dalam sebuah buku berjudul Greenpeace Story

Sejak itulah Rainbow Warrior setia mengikuti setiap sepak terjang Greenpeace. Kapan dan di mana pun para pecinta lingkungan hidup itu beraksi, Rainbow Warrior pasti selalu menyertai. Hingga pada 10 Juli 1985. Saat itu Rainbow Warrior terlibat dalam aksi nekat menentang percobaan nuklir Prancis di Pulau Moruroa, Pasifik.

Stepahanie Mills, salah seorang aktivis senior Greenpeace yang terlibat dalam aksi tersebut, berkisah: ketika Rainboaw Warrior memasuki 12 mill zona terluar di pulau karang Moruroan pada pagi hari 10 Juli 1985, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh aksi sekelompok agen DGSE (Direction Générale de la Sécurité Extérieure/Dinas Intelejen Prancis) yang menyerang Rainbow Warrior. Dalam gerakan cepat mereka memecahkan jendela dan melemparkan gas airmata ke anjungan Rainbow Warrior.

Demi menghadapi situasi tersebut, nahkoda kapal lantas menghentikan mesin dan mengarahkan para awak Rainbow Warrior untuk menuju dek bawah kapal. Sementara itu, satu regu agen DGSE yang lain merobek lambung kapal.

“ Saya sedang ada di ruang radio ketika mereka memukulkan kapak ke pintu dan melemparkan lagi gas air mata melalui lubang patahan pintu. Nafas kami tercekik, saya mengatur untuk melarikan diri melalui jendela kapal bersama operator radio, Thom Looney dan juru kampanye Perancis Jean-Luc Thierry,”ujar Mills.

Satu persatu awak Rainbow Warrior ditangkap dan diinterogasi. Selesai penginterogasian, mereka dikembalikan lagi ke kapal dan Rainbow Warrior digiring kembali ke perairan internasional. Namun ketika hampir mencapai Auckland Harbour, Selandia Baru, tiba-tiba sebuah ledakan mengguncang tubuh Rainbow Warrior dan mengakibatkan tewasnya photographer Greenpeace Fernando Pereira. Rupanya sebelum meninggalkan Rainbow Warrior, para agen DGSE itu terlebih dahulu menanam bom di satu sudut kapal.

Rainbow Warrior sendiri kemudian tenggelam. Karamnya Si Lasykar Pelangi ini menjadi penanda “suksesnya” Prancis melancarkan aksi intelejen yang bersandi Opération Satanique itu. Selanjutnya kasus ini lantas ditangani Kepolisian Selandia Baru. Mereka menangkap dua agen intelijen Prancis dan memenjarakan mereka selama 10 tahun dengan tuduhan melakukan pembakaran kapal, bekerjasama untuk membakar kapal, menjalankan aksi pengrusakan dan melakukan pembunuhan. 

Dunia merespon keras insiden tersebut. Ribuan orang turun ke jalan guna memprotes aksi brutal atas nama pemerintah Prancis itu. Tak tahan oleh kritik dan protes internasional, Menteri Pertahanan Prancis Charles Hernu lantas menyatakan mundur dari tugasnya. 

Aksi heroik Rainbow Warrior lantas didokumentasikan dalam sebuah film untuk televisi pada 1992. Judulnya The Rainbow Warrior (The Sinking of the Rainbow Warrior) yang disutradarai oleh Michael Tuchner, produser Sam Strangis, penulis skrip Martin Copeland dan Scott Busby, serta diperani oleh Sam Neill, Jon Voight, Lucy Lawless, Kerry Fox dan lain-lain. Selain film tersebut, ada juga tiga film yang menceritakan kisah yang sama yakni “The Rainbow Warrior Conspiracy (1989)”, dan film Prancis “Operation Rainbow Warrior” dan “Le Rainbow Warrior” (keduanya diproduksi tahun 2006).

Hari ini, tepat 28 tahun Si Lasykar Pelangi tenggelam di  pulau karang Moruroan. Bagi kita yang peduli terhadap lingkungan, ada baiknya sejenak kita mengingat peristiwa itu sebagai bukti betapa upaya-upaya yang mengarah kepada kerusakan planet ini akan selalu berhadapan dengan para “ksatria pelangi”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *