Satu Islam Untuk Semua

Monday, 19 May 2014

Harta Karun bagi Manusia


www.sayangi.com

Oleh beberapa orang, kisah ini dianggap merujuk pada tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam.


Alkisah, ada seorang bijak dan kaya raya mempunyai seorang anak lelaki. Ia berkata, “Anakku, ayah punya satu cincin permata,” kata Si Bijak sambil menyerahkan cincin itu pada sang anak.

“Simpanlah dengan baik sebagai bukti bahwa kaulah pewarisku. Kelak, kau jangan lupa untuk mewariskan benda berharga ini pada anak-cucumu. Harganya sangat mahal, bentuknya indah dan menawan banyak orang. Cincin ini juga memiliki kemampuan luar biasa yang bisa kau gunakan untuk membuka pintu rezeki,” lanjutnya.

Beberapa tahun kemudian, sang kaya nan bijak itu dikarunia anak laki-laki lagi. Anehnya, ketika sang anak kedua ini sudah cukup dewasa, ia pun memberikan cincin yang sama dengan anak pertama dengan disertai nasihat yang sama pula.

Begit pun saat anak ketiga lahir dan cukup umur. Hal yang sama dilakukan dan dinasihatkan sang ayah pada anak laki-lakinya, yang juga bontot ini.

Si kaya dan bijak ini beranjak tua dan akhirnya ajal pun menjemput seiring dengan anak-anaknya yang makin tumbuh dewasa. Karena nasihat dan benda yang sama telah diberikan sang ayah, mereka pun masing-masing merasa berhak menjadi pewaris harta karun tersebut, yang konon mahal dan dapat berguna bagi kehidupan.

Sayangnya, di antara ketiga anak itu, tak ada satu pun yang dapat meyakinkan bahwa cincin mana yang paling berharga.

Bergulirnya waktu, masing-masing anak pun memiliki pengikut, yang menyatakan cincinnya lebih bernilai dan paling indah.

Meski berbagai upaya dilakukan mereka untuk membuka “pintu harta karun”, namun herannya tidak seorang pun bisa membukanya. Tidak juga bagi sang pemilik kunci, juga bagi pengikutnya. Mereka semua terlampau sibuk soal hak yang lebih tinggi, kepemilikan cincin, nilai, dan keindahannya.

Hanya beberapa orang saja yang mencari pintu kekayaan Si Tua. Tetapi, cincin-cincin itu memilki kekuatan magis pula. Meskipun disebut kunci, cincin-cincin itu tidak dapat langsung digunakan membuka pintu kekayaan. Cukup dengan mengamati satu atau lain keindahannya saja, tanpa perbantahan atau rasa ingin yang berlebihan. Kalau hal itu telah dilakukan, orang yang melihatnya akan bisa mengetahui letak harta karun itu, dan bisa membuka pintunya dengan hanya memantulkan lingkaran cincin itu. Harta itu pun mempunyai sifat lain. Tak ada habis-habisnya.

Sementara itu, para pendukung ketiga cincin itu mengulang-ulang kisah leluhurnya mengenai kegunaannya, masing-masing dengan cara yang sedikit berbeda.

Kelompok pertama beranggapan bahwa mereka telah menemukan harta karun itu.

Kelompok kedua menduga bahwa kisah harta itu hanya kiasan belaka.

Kelompok ketiga mengesampingkan kemungkinan terbukanya pintu itu ke arah masa depan bayang-bayang yang sangat jauh dan tak terjangkau.

——–

Kisah ini, yang oleh beberapa orang dianggap merujuk pada tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam, muncul dalam bentuk yang agak berbeda dalam karya-karya Boccacio, Gesta Romanorum dan Decamerun.

Versi di atas konon merupakan jawaban dari salah seorang guru Sufi tarekat Suhrawardi, atau pertanyaan mengenai keunggulan relatif berbagai agama. Beberapa pengulas menemukan di dalamnya asal-usul karangan Swift, “Kisah Sebuah Bak Mandi” (Tale of a Tub).

Kisah ini dikenal juga sebagai Kisah Penuntun tentang Rahasia Agung. [LS]

 

Sumber: Idries Shah/Media.isnet.org. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *