Satu Islam Untuk Semua

Monday, 03 March 2014

Hamparan Hijau di Kampung 99


foto: Tatan Agus RST

Bermula dari tempat pembuangan sampah. Kini menjadi hunian nyaman dengan 88% hutan basah. 

 

Siang yang panas. Matahari membekap ubun-ubun di atas Cinere. Suara mobil terdengar sangat bising bersanding dengan debu-debu jalanan dan asap knalpot yang berterbangan ke sana ke mari. Namun, begitu memasuki kawasan Kampung 99 Pepohonan di Kelurahan Meruyung, Depok, suasana terasa berbeda. 

Alih-alih tersengat hawa panas, udara malah terasa segar menyejukan. Itu terjadi karena adanya ribuan pepohonan yang memenuhi kawasan tersebut. Hamparan hijau itu, antara lain dberasal dari jenis-jenis pohon terkenal seperti jati, mahoni, jati putih, meranti, trembesi, dan ulin. Tinggi pohon-pohon muda itu hampir sama, antara tiga sampai lima meter. Daun-daunnya hijau lebat. 

“Pohon-pohon itu baru berusia sekitar 38 bulan,” kata seorang lelaki berbadan subur. Namanya Eddy Djamaluddin Suaidy, atau lebih akrab dipanggil ”Abi,” yang berarti ayah. Ia lahir di Madura 64 tahun silam. Wajahnya ramah namun tegas. Tatapan matanya tajam. Gaya bicaranya ekspresif dan kadang menghentak. 

Hampir 25 tahun yang lalu, Abi menemukan kawasan yang terletak di antara Kali Irigasi dan Sungai Pesanggrahan itu. Mulanya sangat tidak menarik: kotor, kumuh dan dipenuhi tumpukan sampah. ”Yang menarik dari tanah itu hanya tiga pohon rengas yang usianya sudah lebih dari 100 tahun,” ungkap suami dari Siti Muniroh itu. 

Namun pada 2004, Abi dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke sana. Alasannya, lingkungan rumah lamanya di kawasan Cilandak sudah sangat tercemar. Kesadaran untuk mewujudkan lingkungan sehat, membentuk tekadnya untuk ”menghijaukan” tanahnya di Meruyung. 

Usai mendirikan rumah kayu bergaya Tomohon, Abi kemudian bergerak dengan misinya. Setiap hari, ia menanam pepohonan dan mengembangkan pohon-pohon yang sudah tersedia. Kendala bukannya tak ada. Ketidaktahuan masyarakat membuat dirinya kadang harus mengusap dada. 

”Sekarang Abi tanam pohon itu, kadang besoknya sudah rusak bahkan hilang, entah ke mana,” kenang lelaki yang sangat fasih mengucapkan ayat-ayat Al Qur’an itu. 

Kesabaran Abi akhirnya berbuah kesadaran. Lambat laun, masyarakat dapat mengerti maksud penanaman pohon-pohon itu. Apalagi, seiring berjalannya waktu, mereka dapat merasakan langsung manfaat penghijauan itu: udara menjadi sejuk (dari 26-32 derajat Celcius sekarang bisa sampai 20-25 derajat Celcius) dan air bersih semakin melimpah. 

Sekitar 2005, usai pensiun dari PT Jasa Marga, Abi menularkan konsep hijaunya kepada kerabat dan kawan-kawannya. Usahanya tidak sia-sia, beberapa dari mereka mengajak seluruh keluarganya untuk patungan membeli tanah di sekitar rumah Abi. Hingga akhirnya luas lahan melebar jadi 5 hektare. Dengan gotong-royong mereka membangun 10 rumah kayu yang luasnya masing-masing 100 meter persegi. Sampai saat ini, ada 13 keluarga dengan seratusan jiwa yang tinggal dan mengelola Kampung 99 Pepohonan. 

Kebiasaan menanam pohon pun terus dilanjutkan. Menurut Bagas Kurniawan, salah seorang penghuni, setiap hari sedikitnya 10 pohon mereka tanam. Karena kegiatan itu, bahkan nama kampung tersebut mereka ambil dari para penanam. 

Ceritanya, suatu hari datang siswa dari sebuah sekolah yang ingin menanam 100 pohon. Saat acara penanaman akan dimulai, seorang anak tiba-tiba tidak bisa ikut karena sakit. Dan jadilah kegiatan itu hanya diikuti 99 siswa yang kemudian menanam 99 pohon. ”Dari sanalah sejarahnya asal nama kampung kami,” tutur Bagas. 

Selain penanaman pohon, mereka pun mengelola beberapa usaha yang sebenarnya lebih ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan mereka sendiri. Sebagai contoh, mereka memiliki peternakan, pertanian, katering, laundry, warnet dan restoran. 

Khusus untuk hasil pertanian, dijamin semuanya organik. Artinya, dalam proses penanaman sama sekali tidak menggunakan bahan-bahan kimia. Sedangkan untuk produk-produk makanan dan minuman di sana tersedia menu-menu sehat dan unik seperti susu kambing, jus kembang Rosela, jus sukun dan cuka apel. 

”Di sini kami menjalankan hidup mandiri dan tidak konsumtif,” kata Teddy Kholid, seorang penghuni lain. 

Anak-anak penghuni Kampung 99 Pepohonan pun, dibebaskan untuk bergaul dengan alam. Laiknya anak-anak yang besar di pedesaan, hampir tiap hari mereka berteman dengan kupu-kupu, kerbau, burung-burung dan banyak pepohonan. 

”Setiap melakukan penanaman pohon, kami ajak mereka sekaligus mengenalkan nama-nama jenis pepohonan tersebut,” kata Abi. 

Siang yang panas. Matahari yang membekap ubun-ubun. Suara mobil yang terdengar sangat bising, dan debu-debu jalanan serta asap knalpot yang berterbangan ke sana kemari. Di Kampung 99 Pepohonan, semua itu kini hanya ilusi. 

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *