Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 29 March 2017

Habib Ali: Dalam Ideologi Kebencian, Kebaikan Orang Lain Tak Tampak Kecuali Keburukan


islamindonesia.id – Habib Ali: Dalam Ideologi Kebencian, Kebaikan Orang Lain Tak Tampak Kecuali Keburukan

 

Habib Ali Zaenal Abidin Al Hamid berkisah masa ketika menyebut nama Ali bin Abi Thalib merupakan tindakan kriminal bagi Kaum Khawarij. Masa dimana  yang menyebut nama sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad itu akan ditangkap dan dibunuh oleh Khawarij.

“Tak boleh sebut nama Sayidina Ali,” kata Habib Ali dengan logat Melayu.

Namun akhirnya, meletuslah perang Khawarij melawan Ali dan pengikutnya. Sebelum perang, Ali mengutus Abdulah bin Abbas kepada mereka. Abdullah diutus untuk berdialog dan berdebat dengan mereka, karena bagi kubu Ali, yang terjadi hanyalah perbedaan ideologi.

“Puncaknya, cara memahami sikap dan tindakan Sayidina Ali bin Abi Thalib,” kata Habib Ali.

Sayangnya, cara pandang ini berubah menjadi suatu ideologi atau keyakinan bahwa Sayidina Ali itu kafir.

“Menantu Rasulullah, khalifah Rasulullah, orang yang pertama dari kalangan kanak-kanak beriman kepada Rasulullah, menikah dengan Putri Rasulullah, salah seorang dari 10 orang yang mendapat berita gembira masuk surga, … diperangi (oleh mereka),” ujar Habib Ali dengan nada sedih.

Jika rasa kebencian telah menjadi ideologi, mewarnai otak, cara pandangnya, sedemikian tidak lagi tampak kebaikan orang lain kecuali keburukan.

“Walaupun ada nash jelas yang memberitahukan tentang bagaimana kebaikan atau fadilah Sayidina Ali bin Abi Thalib,” katanya.

Meskipun ideologi Khawarij telah sampai mengkafirkan Khalifah keempat itu, Ali tetap meminta Abdullah untuk berdialog dan berdebat tentang masalah ini.

“Kalau masalahnya ideologi, ayo berdebat terlebih dahulu,” kata Habib Ali mengisahkan ayah Sayidina Hasan dan Husain itu ingin menghindari perang.

Ternyata kurang lebih hampir tiga ribu orang yang sadar melalui perdebatan bersama Abdulah bin Abbas dan kembali kepada yang benar. Selebihnya, mereka masih berpegang kepada ideologi yang memvonis Ali sebagai kafir dan harus diperangi.

Kembali Habib Ali menggambarkan usaha keras suami Fatimah Azzahra itu menghindari perang.

“Sebelum peperangan itu berlangsung, Sayidina Ali menghantar (mengutus) seseorang untuk memegang Al Qur’an. Dengan mengatakan: antara kita dengan kamu, ini kitabullah. Tidak perlu kita berperang, apapun perbedaan kita sama-sama menyembah Allah dan masih mengimani kepada Rasulullah Saw dan Al Qur’an.”

Tetapi kalau otak sudah dicuci, lanjut Habib Ali, tidak tampak kecuali kebencian saja. Maka ketika orang yang membawa Al Qur’an itu dibunuh oleh Khawarij, Sayidina Ali sujud dan berdoa,”Ya Allah jagalah darah kaum Muslimin.”

Tawaran berdamai akhirnya ditolak oleh pihak Khawarij hingga tidak ada jalan lain kecuali berperang.

Sayidina Ali ditanya oleh pengikutnya, “Adakah mereka itu kuffar?”

“Mereka lari dari kekufuran yakni mereka bukan kufur,” jawab Ali

“Adakah mereka munafik?,” pengikutnya bertanya kembali.

“Orang munafik tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit, (sedangkan) mereka berzikirnya banyak.”

“Kalau begitu siapa mereka? Khuffar bukan, munafik bukan.”

“(Mereka juga) saudara kita. Hanya keluar dari pemerintahan kita,” jawab Sang Khalifah pengganti Usman bin Affan itu.[]

 

Berikut video ceramah Habib Ali Zaenal Abidin Al Hamid soal Khawarij dan Sayidina Ali:

YS/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *