Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 28 May 2011

Gus Dur, Pahlawan Etnis Tionghoa


Oleh: Masduri

Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Bidik Misi (AMBISI) IAIN Sunan Ampel Surabaya

Alumnus Pesantren Nasy’atul Muta’allimin Gapura Sumenep

Perjuangan Gur Dur dalam membela kelompok minoritas, tak lekang dimakan waktu. Berbagai penghargaan diberikan kepadanya, salah satunya adalah penobatan Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia pada tanggal 10 Maret 2004 di kelenteng Tay Kek Sie Semarang.

Penghargaan ini diberikan kepada Gur Dur lantaran perjuangannya begitu besar bagi Etnis Tionghoa Indonesia, terutama menyangkut pengakuan Etnis Tioghoa sebagai bagian dari warga negara Indonesia, yang memiliki posisisi sama seperti etnis Jawa, Madura, Batak, Papua, dan beberapa etnis lain yang ada di Indonesia. Sehingga masyarakat etnis Tioghoa memiliki hak yang sama dalam bernegara, baik menyangkut kebebasan beragama, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial.

Tentu perjuangan Gus Dur ini menjadi hal yang luar biasa bagi etnis Tionghoa Indonesia. Sebab saat sebelum ke presidenan Gus Dur masyarakat etnis Tionghoa mendapat banyak diskriminasi, seperti masa Orde Lama terlihat pada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1959 yang berisi larangan pada masyarakat Tionghoa melakuan perdagangan eceran di pedesaan dan masa Orde Baru melalui Inspres No. 14 Tahun 1967 yang melarang semua bentuk ekspresi keagamaan etnis Tionghoa di depan umum. Namun saat Gus Dur menjabat presiden,  ia mencabut Inpres  No. 14 Tahun 1967 dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000 dan penetapan Hari Imlek sebagai hari libur Nasional seperti hari raya agama-agama lain yang ada di Indonesia.

Sejak saat itulah, etnis Tionghoa yang ada di Indonesia mendapat kebebasan yang sama seperti entis-etnis lain yang ada di Indonesia. Mereka dapat melakukan kegiatan kegaamaan secara bebas, di mana saat sebelumnya mereka sangat terkekang, bahkan agama Konghucu menjadi agama resmi yang diakui negara. Sehingga kegiatan keagamaan mereka mendapat perlindungan resmi dari pihak keamanan negara. Usaha yang dilakukan Gus Dur, tentu tidak lepas dari prinsip universalitas Gur Dur tentang pluralisme beragama, meskipun ia seorang muslim sejati, pandangan kegamaannya sangat berbeda dengan banyak tokoh Islam yang ada di Indonesia. Ia memandang Islam sebagai agama yang penuh kedamaian dan mengedepankan kasih sayang kepada semua manusia, dari lintas agama, etnis, suku dan budaya.

Penobatan Gus Dur sebagai bapak Tionghoa dalam buku ini, setidaknya berdasar empat alasan. Pertama, sisi perjuangan kewarganegaraan. Seperti diuraikan di atas, bahwa perjuangan Gus Dur dalam penghapusan diskriminasi yang dilakukan kepada etnis Tionghoa, untuk mendapatkan persamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, baik dalam bidang kegamaan, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan sosial. Perjuangan tersebut dilakukan melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000. Dengan demikian etnis Tionghoa dapat hidup dan bergaul dengan bebas seperti entis lain yang ada di Indonesia.

Kedua, sisi pengakuan keyakinan dan tradisi. Melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000 pulalah, agama dan budaya etnis Tionghoa mendapat pengakuan sebagai bagian dari agama dan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Di mana saat sebelum kepemimpinan Gus Dur, terutama masa Orde Baru, etnis Tionghoa mengalami “kegalauan batin” sebab mereka dilarang menganut agama Konghucu yang merupakan warisan dari nenek moyang mereka dan secara terpaksa etnis Tionghoa memeluk agama lain yang diakui negara. Selian itu, kebudayaan etnis Tionghoa seperti Lion ataupun Barongsai semakin marak di lakukan di berbagai tempat, hingga menyentuh pedesaan. Hal tersebut semakin memperjelas jasa Gus Dur terhadap etnis Tionghoa, dengan diakuinya budaya etnis Tionghoa sebagai bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Ketiga, sisi keteladanan pergaulan. Sebagai tokoh organisasi Islam terbesar, yakni NU, Gus Dur dikenal begitu dekat dengan kelompok etnis Tionghoa. Baik mereka (kelompok keturunan Tionghoa) yang beragama Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu. Kedekatan Gus Dur pada etnis Tionghoa tentu menjadi teladan dan penegasan bagi kelompoknya secara khusus, dan masyarakat Indonesia secara umum, bahwa sebagai figur umat Islam atau tokoh bangsa, Gus Dur menjalin hubungan dekat dengan kelompok etnis Tionghoa, sesuatu yang aneh di masa Orde Lama dan Orde Baru. Secara tegas Gus Dur menggambarkan, bahwa kedekatan yang harmonis dengan siapapun, termasuk etnis Tionghoa akan menghasilkan kedamaian dan kemajuan yang bisa dinikmati bersama.

Keempat dari sisi keturunan. Gus Dur pernah menyatakan bahwa dirinya adalah keturunan dari Tan Kim Ham. Meskipun ada sebagian masyarakat etnis Tionghoa yang mengklaim pernyataan Gus Dur hanya bahasa politis untuk mendapat dukungan dari penguasaha Indonesia dalam memajukan prekonomian Indonesia. Sehingga ada sebagian dari etnis Tionghoa yang tidak sepakat dengan penobatan Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia, karena masih banyak tokoh-tokoh lain yang memiliki kontribusi besar bagi etnis Tionghoa yang secara jelas merupakan keturunan etnis Tionghoa.

Terlepas dari benar tidaknya Gus Dur keturunan etnis Tionghoa, tidak berarti menghapus pantas tidaknya Gus Dur dinobatkan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia. Sebab pada dasarnya penobatan Gus Dur sebagai bapak Tionghoa lebih karena jasa-jasa Gus Dur dalam mengangkat harkat dan martabat entis tionghoa Indonesia sebagai bagian dari warga Indonesia, sehingga setara dengan etnis-etnis lain yang ada di Indonesia. Gus Dur ibaratnya seperti pahlawan, yang memerdekakan entis Tionghoa Indonsia dari berbagai penjajahan yang dilakukan Orde Lama dan Orde Baru

One response to “Gus Dur, Pahlawan Etnis Tionghoa”

  1. Semprul says:

    Soeharto dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional sudah semestinya dan sangat pantas mendapatkannya mengingat jasa-jasanya pada bangsa ini.
    Untuk Gus Dur ???? Gus Dur juga diusulkan sbg Pahlawan ???? ….. hadeww ….. ???? apa kata dunia .
    Yang rasional aja lah ….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *