Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 16 August 2018

Guru dan Tenaga Kependidikan Membentuk Karakter Siswa


islamindonesia.id – Guru dan Tenaga Kependidikan Membentuk Karakter Siswa

 

Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) memegang peranan penting dalam penyiapan generasi muda yang mampu menghadapi berbagai tantangan zaman. Melalui Pemilihan GTK Beprestasi dan Berdedikasi tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong semakin banyak guru yang mampu menyiapkan peserta didik menjadi generasi emas Indonesia.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Supriano, mengatakan dalam siaran pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di web site resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,(12/8) Pendidik dan tenaga kependidikan adalah agen perubahan di daerah. GTK berprestasi dan berdedikasi inilah yang akan menjadi role model (teladan) di daerahnya masing-masing.

Menurut Dirjen GTK, Kemendikbud telah menggulirkan tiga kebijakan besar dalam rangka menyiapkan generasi emas penerus bangsa di era yang semakin global. Pertama adalah gerakan literasi nasional. Literasi bukan hanya terkait baca tulis saja, tetapi juga terkait informasi literasi teknologi, khususnya digital.

Kedua, pembelajaran abad 21 yang salah satunya diupayakan melalui Kurikulum 2013. Menurut Dirjen GTK, terdapat 4 kompetensi dasar yang wajib dimiliki setiap peserta didik, yakni kompetensi untuk berfikir kritis (critical thinking). Kemudian kemampuan berkomunikasi, baik melalui media maupun secara interaksi langsung. Setelah itu, kemampuan berkolaborasi dan kerja sama. Dan yang terakhir adalah kreativitas untuk menghasilkan inovasi.

Masa depan yang serba tidak pasti dan ditandai dengan perubahan yang sangat cepat di berbagai bidang mendorong pemerintah melakukan pengembangan kurikulum. Selain kompetensi, menurut Dirjen GTK, pemerintah memandang perlu menguatkan karakter peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa.

“Ketiga, yang paling penting adalah karakter. Banyak orang cerdas, tetapi gagal karena tidak memiliki karakter yang baik. Dalam panduan kita jelas, nasionalis, religius, mandiri, gotong royong, dan kejujuran (integritas),” ungkap Supriano.

Karakter yang Diajarkan pada Sekolah Agama

Dilanjutkan Supriano, bahwa pendidikan karakter tidak bisa diceramahkan saja, tetapi harus ditumbuhkan dan dibiasakan melalui contoh dan teladan bapak dan ibu guru. Untuk itulah, pendidik menjadi kunci keberhasilan program penguatan pendidikan karakter (PPK) yang digulirkan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Dengan ditandatangani sekaligus diterbitkannya Perpres tersebut, Presiden berharap agar pendidikan karakter dapat berjalan baik di sekolah-sekolah umum maupun pesantren dan madrasah.

Perpres ini disiapkan berdasarkan masukan-masukan dari pimpinan-pimpinan ormas yang ada. Semuanya memberikan masukan sehingga Perpres ini betul-betul sebuah Perpres yang komprehensif. Kepala Negara memastikan bahwa Perpres tersebut akan segera ditindaklanjuti dengan membuat petunjuk pelaksanaan dan teknis sehingga dapat betul-betul diterapkan di lapangan.

Menurut Presiden, Perpres ini juga memberikan payung hukum bagi menteri, gubernur, bupati, dan wali kota dalam menyiapkan anggaran untuk penguatan pendidikan karakter baik di madrasah, sekolah, dan di masyarakat. Kekuatan kepentingan Perpres ini ada di situ, Presiden menegaskan.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin mengatakan sangat mengapresiasi Perpres ini, Perpres ini menurutnya sangat arif, sangat bijak, dan juga memberi peluang dan juga kesempatan yang sangat luas baik kepada lembaga Islam maupun pengembangan pendidikan karakter.

“Seperti kita ketahuai, bahwa Perpres ini penguatan pendidikan karakter, jadi bukan tentang hari sekolah, tapi penguatan pendidikan karakter. Dan menurut saya, lembaga pendidikan Islam secara sangat equal diberi ruang yang sama dengan sekolah, jadi tidak ada bedanya sama sekali, sudah sangat akomodatif dan setara, pendidikan Islam dan pendidikan umum,” jelasnya.

Peraturannya, regulasinya di berlakukan sama. Nilai positifnya hari sekolah di lembaga pendidikan Islam tidak diatur, artinya tidak diharuskan 5 hari. Bisa  5 hari, bisa lebih, sifatnya opsional dan itu ditentukan oleh satuan pendidikan.

“Jadi, yang menentukan mau 5 hari atau 6 hari, itu adalah lembaga pendidikan, dalam hal ini madrasah atau sekolah atau ponsok pesantren atau seluruh lembaga pendidikan Islam. Dengan melihat, memperhitungkan kemampuan sarana-prasana, ketersediaan SDM dan juga memperhatikan masukan dan saran dari tokoh masyarakat, agama, dan juga komite sekolah,” jelasnya.

Perpres ini menetapkan arah pengembangan pendidikan karakter sesungguhnya. Jadi apa itu pendidikan karakter, siapa yang harus melaksanakan, bagaimana pelaksanaannya, siapa yang terlibat dan lain sebagainya.

“Menurut saya Perpres ini sebuah instruman regulasi yang sangat kontributif, yang sangat direktif untuk mewujudkan pendidikan karakter yang baik dalam lembaga pendidikan,” pungsanya.

 

LJ/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *