Satu Islam Untuk Semua

Friday, 26 August 2016

Gulen: Mungkin Tak Ada Rumah Sakit yang Bisa Sembuhkan Erdogan


IslamIndonesia.id – Gulen: Mungkin Tak Ada Rumah Sakit yang Bisa Sembuhkan Erdogan

 

Tidak hanya menuntut 9 sekolah di Indonesia ditutup, pemerintah Turki juga meminta setiap instansi pendidikan di berbagai negara yang dituding berafiliasi dengan Fethullah Gulen ditutup. Selain memecat ribuan guru, dosen, hakim dan polisi di Turki pasca ‘kudeta gagal’, Presiden Erdogan juga telah menutup rumah sakit, lembaga amal, koperasi, dan universitas yang terkait dengan Gulen di seluruh Turki.

“Dia kalau mendapat kekuasaan yang besar sekali, bisa seperti raja, seperti Saddam Hussein, dan juga Hitler,” kata Gulen mengomentari penguasa Turki itu dalam wawancaranya bersama detik.com, (24/8)

Menurut ulama yang juga orang nomor satu paling berpengaruh versi majalah Foreign Policy (2008) ini, secara umum komunitas internasional telah paham bahwa ‘kudeta-gagal’ itu merupakan skenario. Meskipun Erdogan senantiasa menyatakan bahwa dirinya dan pengikutnya di Turki termasuk yang tergabung dalam gerakan Hizmet adalah para pelaku percobaan kudeta. Sedemikian sehingga ulama bermazhab Hanafi ini dan seluruh organisasi yang terkait dengannya dicap teroris.

“Hal-hal yang dikatakan Erdogan sebelumnya tidak meyakinkan bagi opini publik untuk menjuluki gerakan Hizmet sebagai organisasi teror. Pada tahun 2013, para perwira polisi tertentu, jaksa dan hakim-hakim mengungkapkan aib mereka, pencurian, korupsi dan penggelapan. Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya bahkan tidak mengenal 1 pun dari 1.000 orang itu (hakim, perwira polisi atau jaksa). Saya menjadi tahu beberapa dari mereka sebagaimana yang diketahui semua orang lainnya lewat televisi dan pemberitaan. Dia (Erdogan) kemudian menyalahkan Hizmet juga untuk itu,” katanya

Selain membantah tudingan Erdogan yang menyebut dirinya aktor di balik ‘kudeta gagal’, Gulen juga meluruskan pandangan yang menganggap dirinya tidak mendukung Palestina. Pandangan ini lahir sejak Gulen mengkritik pemerintah Erdogan saat terjadi Tragedi Mavi Marmara beberapa tahun lalu. Saat itu, kapal Mavi Marmara yang membawa relawan dan bahan bantuan untuk masyakarat Gaza, Palestina diserang tentara Israel, yang mengakibatkan beberapa relawan meninggal dunia.

“Dia tidak serius, hanya pura-pura. Pemberian bantuan ke Gaza hanya ‘show off’. Dia hanya bicara dan kirim 1 kapal, hanya memperlihatkan seakan-akan ada bantuan ke sana,” kata Gulen.

Jika benar-benar ingin membawa bantuan ke Gaza, kritik Gulen, mengapa tidak melakukan prosedur yang disepakati internasional mengenai pengiriman bantuan sosial kemanusiaan. Kalau mengikuti aturan internasional, dengan memberitahu kepada Israel, maka kemungkinan besar bantuan akan sukses sampai ke Gaza. Karena kritik ini, Gulen pun dianggap tidak pro Palestina.

Akhirnya Gulen menantang untuk membuktikan bantuan mana yang sebenarnya datang dari Turki. Ulama berpengaruh di Turki ini pun menyebut yang banyak membantu Palestina ialah gerakan Hizmet. Hanya saja tidak seperti cara Erdogan, karena selama ini bantuan yang dilakukan gerakan Hizmet tanpa publikasi. “Bisa dicek, mana bantuan yang riil dan mana yang tidak,” katanya.

Namun tudingan-tudingan Erdogan pada dirinya, menurut Gulen, bukan hal yang baru. Sebagaimana Gulen memahami kalau dirinya dituding sebagai otak di belakang percobaan kudeta 16 Juli 2016 lalu. Salah satunya, karena Erdogan ingin menghentikan gerakan Hizmet yang dilakukan para pengikut Gulen.

Dengan bantuan kepolisian dan kehakiman, referendum 2010 dinilai untuk memungkinkan bagi pengadilan sipil mengadili personel militer atas pelanggaran-pelanggaran di luar tugas-tugas resmi mereka.  Dengan demikian, Erdogan bisa melemahkan, menundukkan dan menguasai militer. Setelah dinilai dapat menguasai militer, menurut Gulen, Erdogan pun mengalihkan fokusnya ke gerakan Hizmet.

“Karena (sebelumnya) dia (Erdogan) berharap gerakan tersebut membantu membukakan jalan bagi dia untuk menyatakan dirinya sebagai Pemimpin Agama di 170 negara di mana Hizmet ada, untuk menempatkan dia di tengah-tengah, dan agar dia disambut kemanapun dia pergi,” katanya sembari menjelaskan bahwa Erdogan itu sangat senang bila disebut Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang beriman).

Namun, menurut Gulen, ini tidak terlaksana dan keinginan-keinginan dia tidak terpenuhi dikarenakan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang ada pada gerakan Hizmet. “Kapal-kapal tidak berlayar sesuai dengan keinginan manusia. Kapal-kapal berlayar sesuai dengan aturan fisika. Ketika dia tidak mendapatkan apa yang diharapkannya, dia memilih untuk berada di pihak yang berlawanan.”

Sedemikian bencinya Erdogan terhadap gerakan Hezmat, lanjut Gulen, “Bahkan sepertinya tak ada rumah sakit yang bisa menyembuhkannya.”

Adalah wajar jika pasca ‘kudeta-gagal’, selain menuding Gulen sebagai dalang kudeta berdarah itu, Erdogan juga menangkapi para pengikut Gulen dan memenjarakannya. Buku-buku Gulen termasuk Islam Tasawuf dilarang beredar. Media-media yang dibangun pengikut Gulen pun diberangus.

Tidak berhenti sampai di situ, pemerintah Turki juga mengirimkan permintaan ke negara-negara lain agar menutup sekolah-sekolah yang tercium sebagai pengikut Gulen, termasuk di Indonesia. Namun pemerintahan negara-negara tersebut, termasuk Menteri Luar Negeri Indonesia telah menolak permintaan Turki itu.

“Kita, Indonesia, selalu menghormati hukum dan kedaulatan negara lain. Oleh karena itu, Indonesia juga meminta negara lain untuk menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia,” kata Menlu Retno menjawab permintaan pemerintahan Erdogan itu di Kompleks Istana Jakarta, (1/8). []

 

YS/IslamIndonesia/Sumber: detik.com

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *