Satu Islam Untuk Semua

Friday, 05 September 2014

Gembok Pelindung Lutut: Biang Baru Sengketa di Udara


Beberapa pekan lalu di Amerika Serikat, sebuah pesawat maskapai United Airlines yang terbang menuju Denver dari New Jersey terpaksa dialihkan ke Chicago. Pilot jengah pada dua orang penumpang yang berselisih – dan menolak didamaikan – karena ‘Knee Defender’, gambok pelindung lutut kontroversial. 

Ceritanya, pertengkaran mereka berlatar semangat memperjuangkan hak kenyamanan. Yang satu ingin bebas merebahkan sandaran kursinya. Yang lain, ingin menjaga ruang gerak lututnya, yang notabene sudah sempit, dari tindihan sandaran kursi tepat di depan. 

Lazimnya ini bukan soal besar. Perselisihan biasanya selesai dengan saling pengertian atau ditengahi awak penerbangan. Toh, sempitnya ruang gerak lutut jamak di hampir semua penerbangan – kecuali untuk penumpang di kelas bisnis.

Tapi di dalam perut United Airlines hari itu, penumpang yang ingin menjaga ruang lututnya kukuh – untuk tidak menyebut  ‘memperuncing’ persoalan – dengan memasang Knee Defender. Ini semacam gembok kecil, yang  jitu mencegah kursi penumpang di depan tak bisa direbahkan. 

Dijual bebas dengan harga US$ 22 (sekitar Rp 264 ribu dengsan kurs Rp 12.000/USD), gembok ini ‘juru selamat’ untuk pelancong yang terbang dalam penerbangan jauh atau mereka yang punya kaki relatif panjang. Cara kerjanya relatif sederhana. Anda cukup menurunkan tatakan makan di depan Anda, lalu jepitkan Knee Defender ke lengan tatakan itu. Hasilnya? Boom, kursi di depan tidak bakalan bisa mengambil ruang lutut Anda.

“Orang-orang selalu ingin melindungi dirinya (haknya),” kata pencipta Knee Defender, Ira Goldman. “Ini memang soal klasik di tengah kian sempitnya jarak antar-bangku di banyak pesawat.”

Hak Jadi Egois

Di Amerika, Knee Defender kontan memicu kontroversi. Respon negatif utamanya datang dari mereka yang sudah pernah merasakan kegeraman ruang sandarnya mendadak terpenjara. Beberapa hari setelah insiden di United Airlines, beberapa orang dikeluarkan dari pesawat dalam penerbangan yang lain karena perselisihan soal Knee Defender.

Seorang reporter di The New York Times, Josh Barro, misalnya, menganggap gembok lutut merampas hak asasi penumpang. “Saya punya hak untuk merebahkan kursi, dan jika kursi yang saya rebahkan itu mengganggu Anda, saya baru bisa rela berhenti kalau Anda membayar saya.”

Tapi Damon Darlin, rekan Barro di NYT, punya pandangan berbeda. Katanya: “Knee Defender justru jitu mengembalikan hak penumpang pada tempatnya.”

Usia kontroversi Knee Defender mungkin masih panjang. Terlebih di tengah tabiat maskapai yang melulu memikirkan soal hitung-hitungan keuntungan bisnis dan membiarkan penumpang menyelesaikan sendiri masalah klasik kenyamanan duduk di udara. Memang hak untuk menjadi egois terkadang mengalahkan segalanya.

(Bahesyti/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *