Satu Islam Untuk Semua

Monday, 12 May 2014

Fenomena Global klip Happy (British) Muslims


foto:independent.co.uk

Pro kontra tayangan ekspresi kebahagian dari sebuah komunitas Muslim


PADA 15 April 2014 lalu, beredar sebuah tayangan video di internet yang menimbulkan pro dan kontra. Adalah sekelompok Muslim di Inggris Raya yang ikut memeriahkan “the global movement of happiness” dalam rangka 2004 International Day of Happines dari United Nations Foundation, memperlihatkan adegan perkumpulan Muslim dari berbagai latar belakang (asli Inggris dan pendatang dengan berbagai warna kulit dan etnis, jenggotan dan anak muda gaul, perempuan berjilbab dan cewek trendi tanpa jilbab, dewasa dan anak-anak, dan banyak lagi), menari-nari diiringi lagu Happy dari Pharrell William yang ngetop karena film Despicable Me 2 itu. Group bernama The Honesty Policy  tersebut membuat video musik ini, hingga kini telah mendapatkan sekitar 1,5 juta pemirsa. Video ini diikuti oleh banyak orang: mahasiswa, keluarga, pemimpin masyarakat, termasuk Timothy Winter alias Abdul Hakim Murad, akademisi Muslim dari Universitas Cambridge, Akademisi dari Radical Middleway Fuad Nahedi, seniman hip-hop Tanya Muneera Williams, dan wartawan dan akademisi Myriam Cerrah.

Seperti disebut sedikit di atas, klip ini terinspirasi oleh  gerakan 2004 International Day of Happiness, sebuah ajang yang digelar United Nations Foundation yang mengajak semua orang untuk membuat video klip Happy dari Pharrell  yang memuat footage mereka yang menggambarkan kegembiraan, dari menari hingga menyanyi, dan mengirimkannya ke http://24hoursofhappiness.com/ . Saat dirilis pertama kali pada 20 Maret 2014, berbondong-bondong orang dari berbagai negara mengirimkan video kreasi mereka. Termasuk  video dari  negara dan kota yang  mayoritas Muslim, seperti Abu DhabiMesirLebanon ,BeirutKuwait Aljazair BosniaJordan , dan Moroko 

Tapi, setahu saya, yang memakai label “Muslim” pertama kali yang berkaitan dengan topik ini adalah karya The Honesty Policy, yang mengundang perdebatan. Salah seorang juru bicara mereka menyatakan kepada The Independen, sebagai Muslim, mereka bisa mencari jalan kebahagiaan, dan bahwa Muslim juga bisa merasakan bahagia dan juga memiliki keinginan mempromosikan pesan-pesan kebahagiaan.

The Honesty Policy sendiri adalah sebuah kelompok Muslim anonim, yang terdiri dari anak-anak Muslim muda yang penuh rasa ingin tahu dan memiliki hasrat tinggi untuk mengekspresikan diri. Mereka yakin bahwa masyarakat perlu sebuah ruang untuk ekspresi diri tanpa rasa malu atau diadili. Mereka membuat video itu karena ingin menyatakan bahwa mereka happy, eklektik, kosmopolitan, beragam, kreatif, menyenangkan, dan outgoing”. Dan maksud dari video itu adalah “untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa, sekalipun media menyajikan kami secara negatif, stereotipe dan diskriminatif, kami harus meresponsnya dengan senyum dan kegembiraan, bukan kemarahan.”

Umumnya, orang senang menonton klip pendek ini. Marwan Benhafsia dalam kolom komentar, misalnya, memuji mereka: ”Kegembiraan yang indah. Karya yang indah. Saya bahagia dan bangga untukmu. Kami Muslim dan kami cinta kehidupan dan kami menari dan bernyanyi…terus berkarya!” Ada juga yang berkomentar di YouTube: “saya seorang ateis, dan saya salut kepada orang-orang yang membuat video ini. Dan saya memandang orang-orang yang mengkritik video dengan adalah yang primitif dan bahkan iri hati.”

Namun, tidak semua senang. Banyak yang mengkritik. Alasannya beragam. Ada yang bilang itu bagian dari tasyabuh (ikut-ikut gaya dan budaya orang kafir) sembari mengutip QS. Al Baqarah: 120 (“tidak akan rela kaum Yahudi dan Nasrani hingga kamu mengikuti cara mereka”). Mereka menilai, ada cara lain untuk bahagia bagi Muslim, dan bukan dengan berjingkrak-jingkrak mengikuti alunan lagu semata. Ada yang bilang di video itu tidak jelas identitas keislamannya. Ada yang keberatan dengan perempuan yang menari-nari, dan juga musik yang dipandang haram. Ada juga yang menulis, klip itu dianggap turut mempromosikan “rape culture” karena Pharrell pernah membuat lagu video klip kontroversial  berjudul lagu Blurred Lines (yang bahkan dicekal di kampus saya, University of East Anglia, Norwich, Inggris).

Situasi pro kontra itu ditanggapi secara santai oleh The Honesty Policy, “Kami bersyukur bisa tumbuh dewasa di lingkungan Inggris dengan semangat kebebasan berekspresi…dan kami bersyukur bahwa keimanan kami memberikan ruangan untuk sekaligus menjadi British dan Muslim. Tidak semua orang melihat itu. Mereka tidak melihat Islam itu beragam,” ujar salah satu jubir mereka dalam link ini

Winter, yang ada dalam video itu, menanggapi tudingan negatif itu, “Saya senang melihat hasil video Happy British Muslim Inggris, yang telah membuka gelombang yang luar biasa dari kemauan baik di seluruh dunia, dan secara signifikan memiringkan citra Muslim di antara banyak skeptis. Islamofobia harus mengertakkan gigi mereka untuk melihat umat Islam yang berbeda ras dan kelompok usia bersatu dalam  kebahagiaan. Tidak ada yang akan menghasilkan argumen syar’i melawan (orang-orang yang) melompat kegirangan!”

Dan, beredarlah versi halal, dengan memangkas semua adegan yang ada wanitanya. Dan, lagi-lagi kontroversi bermunculan. Cerrah, yang ada di klip originalnya, menyatakan kepada The Huffington Post, “Video ini merefleksikan upaya terus menerus dari kelompok Muslim misoginistik (kebencian kepada perempuan) yang berjumlah kecil tapi vokal yang percaya bahwa perempuan tak punya  tempat di ruang publik, dan ingin menghapus perempuan dari sejarah. Apapun yang mereka pikirkan, mereka merupakan hal memalukan keimanan kita yang sesungguhnya,” ujarnya, seraya menyatakan bahwa The Honesty Polict tak memiliki kaitannya dengan video “versi halal” itu.

Yang menarik, di sisi lain, video Muslim Inggris ini juga memancing komunitas muslim di belahan bumi lain untuk melakukan hal serupa. Misalnya Happy Chicago Muslims hasil besutan Rayyan Najeeb yang baru saja lulus dari jurusan film di  Northwestern University. Hanya dalam 12 jam, ia mampu mengumpulkan 150 orang dari berbagai organisasi Muslim di Chicago dan sekitarnya untuk berpartisipasi. Diunggah 21 April, dalam dua hari, klip ini ditonton 25 ribu orang, dan kini sudah lebih dari 77 ribu. Najeeb menyatakan bahwa banyak komunitas muslim yang ingin menggemakan pesan: “Kita adalah orang-orang bahagia yang ingin menyebarkan kebahagiaan, bersama-sama.” Dan, seperti kejadian sebelumnya, video ini juga menuai pro dan kontra. Video lain yang mengaku terpengaruh oleh komunitas Muslim British adalah Muslim Public Affairs Council, AS.Pada 2 Mei, mereka menggunggah Happy American Muslim besutan David Hawa, dan hingga kini hampir ditonton hampir 19 ribu jiwa.

Yang lebih menarik lagi, ada yang mengunggah versi Gaza Style pada 17 April dengan 192 ribu pemirsa. Tentu ini menggambarkan sisi lain dari 1,7 juta orang Palestina yang tertindas di tanahnya sendiri itu. Satu lagi video dari tanah Palestina datang dari Nablus.

Pada 5 Mei, muncul juga  German Muslim style dan sejauh ini mendapat 19 ribu penonton.

Saya cenderung kepada pendapat yang pro. Video itu tidak hanya menyenangkan sebagai hiburan ringan, tapi juga representasi Muslim yang ramah dan manusiawi, dan senjata yang ampuh untuk melawan stereotipe dan penggambaran buruk yang acap digembar-gemborkan media arus utama. Dan video itu membawa pesan positif, serta menjadi  bagian dari komunitas  global lainnya. Bagi saya, lebih banyak manfaatnya dari pada mudharatnya, dan, memakai fikih prioritas, saya asyik-asyik aja dengan klip-klip

Dan sepertinya akan lebih banyak yang berpikiran positif seperti ini. Buktinya, ada saja kelompok Muslim lain yang menaruh kreasinya di dunia maya. Jadi “Why so serious?”, kalau kata Joker di film The Dark Knight.

 

*) Ekky Imanjaya adalah dosen tetap School of Media and Communication, BINUS Internasional, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Salah satu pendiri  sekaligus redaktur rumahfilm.org  itu kini sedang menempuh studi S3 di bidang Kajian Film di University of East Anglia, Norwich, Inggris 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *