Satu Islam Untuk Semua

Monday, 09 March 2015

FEATURE – Segelas Jamu Mbah Yem


Usia senja bukanlah halangan bagi Mbah Yem untuk tetap berjualan jamu gendong.

Di jantung kota Jepara, sejak pagi merekah hingga malam menjelang, perempuan 60 tahun asal Solo itu setia dengan pekerjaan yang sudah digelutinya sejak puluhan tahun silam.

Bagi Mbah, begitu pelanggan kerap menyapanya, menjual jamu tradisional adalah kebanggaan tersendiri. Pantang baginya menjual jamu sachetan atau jamu pabrikan.

Di Jepara, dia tinggal sendiri dan sejak pertama kali berjualan di kota ukir 30 tahun silam. Suaminya sendiri menetap di pinggiran Solo, mengurus ternak dan sawah.

Di antara obrolan dengan pelanggan, dia kerap menyayangkan keempat anaknya tidak ada yang mau meneruskan profesinya berjualan jamu. Kadang pula dia bercerita tentang pelanggannya yang lintas generasi, dari pejabat hingga ibu rumah tangga.

“Mbah ini sudah berjulan di Jepara mulai satu gelas harganya seratus rupiah, dan sekarang pergelas sudah dua ribu”, katanya dalam sebuah obrolan di alun-alun kota, akhir pekan lalu.

Satu hal yang ingin dia lakukan sebelum akhir hayat: menunaikan haji ke Tanah Suci Makkah dan Madinah.

Sejak lama dia memendam keinginannya itu. Dulu, katanya, dari menabung dia sempat punya modal haji delapan ekor sapi. Namun belakangan dia memilih mengorbankan keinginannya sejenak demi membangunkan rumah anaknya-anaknya.

Tahun depan, jika tak ada aral melintang, dia ingin menunaikan keinginannya ke tanah suci. Hasil tabungannya selama ini sudah cukup untuk ongkos, katanya.

Segelas jamu melapangkan jalan Mbah Yem menuju Rumah Tuhan.

 

(MA/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *