Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 02 November 2014

Empat Tahun Musim Semi Arab: Sebuah Analisis (2)


Kerangka dan Tema Gerakan

Seperti kita ketahui, para analis berselisih dalam memberi tema atau kerangka terhadap serangkaian gerakan ini. Sebagian menyebutnya sebagai gerakan untuk menuntut perbaikan tingkat kesejahteraan ekonomi, seperti yang dapat terlihat dalam konteks Tunisia.

Di Tunisia, Buazizi melakukan aksi protesnya karena merasa terhina tak memiliki pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya, padahal dia adalah seorang sarjana. Sebagian analis melihat faktor ekonomi semata-mata tak mungkin menghasilkan ledakan amarah sebesar yang ada. Bagi mereka, kekejaman rezim dalam memberangus demonstrasi di satu sisi dan kebuntuan saluran komunikasi politik di sisi lain meningkatkan daya ledak gerakan ini hingga mencapai tuntutan menjatuhkan rezim.

Namun, ada sejumlah pengamat yang mencoba mengaitkan seluruh aksi protes ini dengan kebangkitan Islam secara umum. Bagi mereka, setidaknya ada tiga alasan kuat untuk menyebut Kebangkitan Islam berada di balik gerakan Arab Spring: pertama, para motor utamanya yang berasal dari kelompok Islam yang selama ini ditindas; kedua, penggunaan simbol-simbol Islam dalam gerakan, baik pada tahap perjuangan hingga pasca kemenangan; dan ketiga, kecenderungan historis kebangkitan Islam yang dimulai pada awal abad lalu.

Namun demikian, sayangnya, kebangkitan Islam itu belakangan justru dibajak oleh sejumlah kelompok Islam ekstremis yang mendewakan kekerasan. Akibatnya, alih-alih mencerahkan dan menggairahkan perjuangan, nama Islam yang dibawa kelompok-kelompok ekstremis-fanatik itu malah mencoreng dan merusak Islam. Tentu saja, bagi para pengamat Islam, semua ini sebagai konsekuensi dari ketidakdewasaan pimpinan gerakan Islam itu sendiri disamping persekongkolan musuh-musuh Islam.

Prospek

Para analis umumnya sepakat bahwa rangkaian aksi protes dan gelombang perubahan ini akan mengubah wajah Timur Tengah dan Afrika Utara, baik dari sisi politik maupun ekonomi, dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penetrasi gerakan ini ke negara-negara yang relatif lebih makmur seperti Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Emirat dan Qatar akan berlangsung lebih perlahan.

Namun, jika kita lihat yang sudah terjadi sejauh ini, maka Bahrain akan menjadi pertaruhan. Bila rakyat Bahrain berhasil menumbangkan monarki, maka sangat mungkin wabah akan menjalar ke wilayah sekitarnya. Paling mungkin dimulai dari bagian Timur Arab Saudi yang tersambung secara langsung dengan Bahrain melalui suatu jembatan menuju Emirat, Kuwait, Qatar dan sebagainya.

Persoalannya, jika pergolakan sosial dalam skala besar terjadi di negara-negara pemasok utama energi dunia ini hingga menimbulkan instabilitas ekonomi dunia, maka kemungkinan besar dunia akan ikut terdampak langsung.

Keterlibatan ini bisa berupa dukungan terhadap perubahan rezim atau, seperti yang dapat kita lihat dalam konteks Bahrain, berupa kooptasi terhadap gerakan perlawanan. Dalam konteks Bahrain kita dapat dengan jelas melihat kekhawatiran Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat, atas dampak perubahan di sana terhadap konstelasi geopolitik kawasan Teluk secara umum. Oleh karena itu, bisa dimengerti bila liputan media Barat terhadap aksi pergolakan di Bahrain ini sangat minim—untuk tidak menyatakan nol besar.

Bagaimanapun, banyak analis percaya bahwa rangkaian gerakan ini bakal terus berlangsung. Kemenangan demi kemenangan akan memperkuat peluang perubahan di tempat-tempat lain yang seolah-olah belum tersentuh. Keterikatan dan keterhubungan yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sedemikian kuat sehingga perubahan di salah satu negara akan berdampak pada yang lainnya. Sudah barang tentu tingkat perubahan di tiap-tiap negara akan berbeda-beda; mulai dari yang paling radikal dan revolusioner hingga yang formal dan gradual. 

(Muhammad/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *