Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 05 January 2020

Dunia Mengecam Pembunuhan Qassem Soleimani, MUI: Tidak Beradab


islamindonesia.id – Dunia Mengecam Pembunuhan Qassem Soleimani, MUI: Tidak Beradab

Terkait peristiwa pembunuhan terhadap Jenderal Qassem Soleimani, Mayjen IGRC dan komandan Quds Force Iran, pada Jumat (3/1), di Baghdad, Irak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut bersuara.

“MUI mengutuk dengan keras pembunuhan terhadap Jenderal Iran, Qasem Soleimani yang tewas bersama pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, di Bandara Internasional Baghdad Irak yang diserang dengan rudal dari drone AS,” kata Sekjen MUI Anwar Abbas dalam keterangannya, Sabtu (4/1), sebagaimana dilansir dari Detik.

Anwar menilai serangan Amerika Serikat (AS) terhadap Soleimani akan memicu ketegangan dan ancaman baru. Iran, menurutnya, tidak tinggal diam dan akan melancarkan pembalasan yang menimbulkan petaka besar.

“Pembunuhan yang dilakukan secara terencana oleh pemerintah AS ini tentu jelas akan memantik ketegangan dan ancaman baru karena jelas pemerintah Iran sebagai negara yang berdaulat tidak akan tinggal diam dan akan melakukan pembalasan terhadap apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah AS tersebut dengan caranya sendiri,” ujar Anwar.

“Yang mungkin saja tidak terperhitungkan kapan dan bagaimana bentuknya oleh AS dan negara lain sehingga tidak mustahil hal demikian akan bisa menimbulkan bencana dan malapetaka yang jauh lebih besar lagi,” imbuhnya.

Anwar mengatakan pihaknya meminta AS dan negara adikuasa lainnya tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan tidak beradab dalam menyelesaikan masalah. Menurutnya, cara-cara itu bisa menimbulkan masalah baru yang lebih rumit.

“Sehingga selain tidak mudah untuk menyelesaikannya, juga akan bisa menyeret dan merusak kehidupan rakyat dan masyarakat di negara lain karena naiknya harga minyak dunia dan terganggunya perdagangan internasional yang ada,” tegasnya.

Dunia Berduka

“Dalam pemikiran Hajj Qassem, Syiah dan Suni adalah saudara. Mengapa mereka menjadikannya sebagai seorang martir? Karena dia adalah agen persatuan (Islam). Setan dan Iblis menginginkan untuk memecah belah Syiah dan Suni.”

“Hajj Qassem bukan hanya agen persatuan antara Syiah dan Suni, dia juga agen persatuan antara Muslim dan Kristen, seorang agen persatuan antara Muslim dan Yahudi,” demikianlah kutipan isi ceramah Subuh di Rahim Abad, Iran (3/1), tidak lama setelah orang-orang Iran menerima berita tentang kematian Jenderal Qassem Soleimani, sebagaimana dilansir dari Memri TV.

Sambil mendengarkan ceramah, banyak jamaah yang hadir terlihat menangis sedu sedan. Berita kematiannya bukan hanya diratapi di Iran, tapi juga di Irak, Palestina, Suriah, Lebanon, dan Yaman, yakni negara-negara yang merasa telah dibantu oleh Iran.

Warga Palestina di Gaza mengutuk pembunuhan Qassem Soleimani. Mereka melakukan aksi membakar bendera Israel dan AS. Foto: Mahmud Hams/AFP

Pembunuhan Ilegal

Qassem Soleimani datang ke Baghdad, Irak, dalam kapasitasnya sebagai pejabat resmi negara tetangga. Dia datang secara terbuka di bandara sipil dan menjadi tamu resmi negara Irak.

Dalam pernyataannya, Presiden AS Donald Trump, mengakui bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh negaranya. “Apa yang dilakukan Amerika Serikat kemarin (membunuh Qassem Soleimani) seharusnya dilakukan dari sejak lama,” ujar Trump (3/1), sebagaimana dilansir dari Aljazeera.

Scott Anderson, penasehat hukum Kedubes AS di Baghdad pada masa Presiden Obama, dilansir dari NPR (4/1), mengatakan, “Secara umum, hukum internasional mengatakan bahwa negara tidak seharusnya menggunakan kekuatan militer di wilayah negara lain tanpa persetujuan dari negara tuan rumah.”

The Shadow Commander

Oleh pihak barat, Qassem Soleimani dijuluki sebagai The Shadow Commander, atau Komandan Bayangan, karena sebelumnya sosoknya tidak pernah muncul, tapi dia diyakini sebagai orang yang telah mengubah konstelasi perang di Timur Tengah.

Dia dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam menggagalkan operasi-operasi militer Amerika Serikat di Timur Tengah, sebagaimana disampaikan oleh  Dexter Filkins, kolumnis The New Yorker.

Perang Dunia III

Indonesia melalui Kemenlu menyatakan prihatin dengan peristiwa pembunuhan tersebut. Lalu bagaimana dengan poros kekuatan dunia? Rusia mengatakan bahwa tindakan tersebut memperburuk situasi kawasan. Sementara China mengatakan kedaulatan Irak harus dihormati. Uni Eropa mengatakan kekerasan di Irak harus dihentikan, sebagaimana dilansir dari South China Morning Post.

Meski di linimasa media sosial sempat ramai  dengan tagar tentang akan meletusnya Perang Dunia III, tampaknya itu masih jauh panggang dari api. Perlu eskalasi yang lebih tinggi sampai itu terjadi.

Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sebagaimana dilansir dari Time, menyatakan akan membalas perbuatan AS, tapi bagaimanapun, kekuatan tempur Iran, masih jauh di bawah AS.

Tapi sebagaimana yang sudah-sudah, Iran adalah tipikal negara yang walk the talk, apa yang mereka ucapkan akan dilaksanakan. Mengenai waktunya kapan, hanya mereka yang tahu. Iran tampak masih berkepala dingin dan tidak akan melakukan tindakan gegabah.

Selain itu akan sulit bagi Iran untuk melakukan total war, karena mereka terikat war code ajaran Islam, yaitu dilarang melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil. Hal ini pernah mereka buktikan pada 2017 ketika merudal kamp ISIS di Suriah, mereka menyasar target yang spesifik, yakni para pemberontak ISIS saja.

Lain halnya dengan AS, sebagaimana yang pernah mereka lakukan ketika membom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Mereka mempraktekkan bumi hangus sebuah kawasan, tidak peduli mana sipil mana militer.

Dina Sulaeman, pengamat Timur Tengah, mengatakan, “Yang penting dilakukan dunia internasional saat ini, termasuk PBB, adalah menyeru kepada AS untuk bertindak rasional demi kepentingan bangsa AS sendiri, yaitu segera menarik pasukannya dari Timteng dan berhenti membunuhi rakyat di Timteng.”

Pelajaran Apa yang Dapat Diambil?

Dunia Muslim seringkali dihinggapi oleh isu perpecahan, misalnya Suni vs Syiah. Di Suriah misalnya, seringkali dikatakan bahwa Syiah membantai Suni. Isu ini sudah sering diklarifikasi oleh mahasiswa dan Dubes Indonesia di Suriah, pangkal kekacauan di sana adalah karena ISIS, yang didanai oleh AS dan sekutunya.

Dengan adanya peristiwa pembunuhan  Qassem Soleimani (yang mana seorang tokoh besar Syiah), semestinya ini dapat membuka tabir ketidakjelasn isu sektarian di Timur Tengah.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bernie Sanders, senator dan calon presiden dari AS, seorang oposisi bagi Trump, di dalam kolomya di The Guardian, dia mengatakan bahwa biang kekacauan di Timur Tengah adalah AS itu sendiri.

PH/IslamIndonesia/Foto Ilustrasi: Krzysztof Domaradzki

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *