Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 18 June 2014

Dinilai Simpati pada Muslim, Film Dokumenter Batal diputar


Worldbulletin.

Film dokumenter itu dijadwalkan akan tayang pada Senin di Waziyar Cinema dan pada Selasa di Junction Cineplex.

 

Panitia Festival Film Hak Asasi Manusia dan Martabat Manusia International yang berlangsung di Rangoon pekan ini telah membatalkan pemutaran sebuah film dokumenter berisi tentang kekerasan anti-Muslim. Pembatalan ini dilakukan setelah pengguna media sosial mengkritik film tersebut karena dinilai terlalu bersimpati pada penderitaan Muslim Myanmar.

Film dokumenter berjudul “The Open Sky,” berkisah tentang seorang wanita yang berkunjung ke rumah  bibi Muslimnya. Kunjungan itu dilakukan guna bersimpati pada sang bibi sembari meninjau rumahnya yang dibakar selama ledakan kekerasan anti-Muslim di kota Meikthila Maret 2013, yang menewaskan lebih dari 40 orang dan menyebabkan lebih dari 10.000 orang mengungsi.

Film dokumenter itu dijadwalkan akan tayang pada Senin di Waziyar Cinema dan pada Selasa di Junction Cineplex. Kritik mulai beredar di antara beberapa pengguna Facebook Burma, yang mengaku bahwa ia bersimpati dengan umat Islam selama konflik.

Beberapa kelompok menduga bahwa film ini dibuat atas dukungan keuangan dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Akibat ketegangan yang terjadi antara komunitas Budha dan Muslim di Rangoon, pihak penyelanggara memutuskan bahwa film dokumenter itu dibatalkan.

Min Ko Ko Gyi Htin, pendiri dan direktur festival mengatakan, “Kami tidak menggelar festival film untuk menciptakan konflik. Kita tidak bisa membiarkan konflik apapun terjadi, jadi kami hapus ‘The Open Sky’ dari daftar kami,” katanya, menambahkan bahwa ia menerima beberapa pesan Facebook dengan bahasa kurang sopan lantaran akan memutar film tersebut, tetapi tidak ada ancaman langsung.

“Saya sangat menyesal telah mengeluarkan keputusan untuk menghapus film ini. Sebab keputusan ini pasti melukai perasaan [dari para pembuat film], lembaga HAM dan juga para panitia festival film. Tapi karena ada kemungkinan menimbulkan konflik dan sekarang negara ini dalam keadaan yang sangat sensitif, kami pun harus mengambil tindakan,” katanya.

“Yang kita tahu adalah bahwa ada kelompok yang berusaha untuk menciptakan konflik di negara kita. Jika kita bisa, kita harus menghindari itu, jadi kami tidak mau mengambil risiko dengan menunjukkan film ini.”

Film ini diproduksi oleh Kyal Yie Lin Six, Lynnsatt dan Phyo Zayar Kyaw dari Human Dignity Film Institute, yang kini dipimpin oleh Min Ko Ko Gyi Htin. Para pembuat film tidak bisa dihubungi untuk mengklarifikasi pembatalan dokumenter mereka.

“Ini difilmkan sesuai dengan ide-ide mereka. Ini adalah salah satu dari lima film yang dibawa Human Dignity Film Institute yang diproduksi tahun ini setelah lokakarya selama tujuh minggu,” kata Min Ko Ko Gyi Htin.

Myanmar telah mengalami peningkatan ketegangan agama sejak pertengahan 2012, ketika kekerasan mematikan meletus antara umat Buddha dan Muslim di negara bagian Arakan, mengakibatkan banyak orang meninggal dan puluhan ribu terluka. [LS]

 

Sumber: World Bulletin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *