Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 11 March 2015

Di Mindanao, Seorang Uskup Agung Memohon Umat Kristen Membuang Prasangka pada Muslim Moro


Seorang uskup agung di Mindanao, Filipina Selatan, memohon umat Kristiani menghindari bias dan membuang prasangka yang bangkit atas Muslim Moro pasca tewasnya 44 orang pasukan khusus polisi Filipina dalam sebuah pertempuran dengan kelompok bersenjata yang terafiliasi pada gerakan pembebasan Bangsa Moro. 

Dalam sebuah surat terbuka, Uskup Agung Orlando Quevedo menulis: “Saya memohon sebagai rekan sesama pengikut jalan Kristus, sang Pangeran Kedamaian, agar kalian berdoa dan bersama-sama mengupayakan kedamaian agar Mamapasamo tak lagi terulang. Jangan sampai emosi, bias dan prasangka berkuasa atas akal sehat,  dan nilai-nilai mulia Kristus tentang kedamaian, kebenaran, cinta dan harmoni.”

Quevedo, yang menjadi pendeta di Mindanao hampir seumur hidupnya, berpendapat kesalahan tidak bisa ditimpakan pada salah satu pihak yang bertikai di Mindanao. 

“Kini menjadi terang bahwa kebrutalan yang tidak berperikemanusiaan dilakukan oleh masing-masing pihak. Kedua pihak masing-masing punya kesalahan dalam pertempuran tragis yang, sebenarnya, bisa dihindarkan itu.” 

Dia merujuk pada pertempuran sengit di Mamapasamo, Provinsi Manguindanao. Pada 25 Januari, tiga peleton pasukan gabungan Filipina kena sergap kelompok pembebasan Bangsa Moro. Sedikitnya 44 orang pasukan khusus Filipina tewas dalam insiden itu. Ikut tewas 23 orang serdadu dari kelompok pembebasan Moro dan sedikitnya tujuh orang warga sipil.

Menurut Quevedo, insiden Mamasapano membangkitkan prasangka atas Muslim Moro. 

“Kita punya alasan untuk meradang dari kematian mengenaskan serdadu elit polisi Filipina. Tapi dalam 100 tahun terakhir, Bangsamoro telah memyaksian ratusan insiden serupa atas rakyat mereka, termasuk atas wanita dan anak-anak, yang dibantai di gunung-gunung dan mesjid-mesjid. Dan kita tak pernah pasang mata dan telinga atas tangisan mereka dalam mendapatkan keadilan atas semua itu,” katanya.

Toh, kata Quevedo, sepanjang hidupnya di Mindanao dia menyaksikan hubungan harmonis antara umat Islam dan Kristen di sekolah dimana dia mengajar. 

“Banyak serdadu dan perwira yang belajar di sekolah-sekolah Katolik. Begitu juga dengan anggota dan petinggi Front Pembebasan Islam Moro,” katanya.

Dalam surat yang sama, Quevedo menggambarkan perjuangan Moro Islamic Liberation Front atau MILF semata demi menggapai kebebasan dan kehormatan. 

AR/ABS CBN News

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *