Satu Islam Untuk Semua

Friday, 26 June 2015

Di London, Perjuangan Muslimah Pakistan Melawan Kerinduan Puasa di Kampung Halaman


saher-hasnain-profil

“Awal Ramadhan di London sama seperti di negara lainnya. Tapi, waktu puasa di sini cukup panjang. Subuh masuk sekitar pukul 3:45 dini hari, sedangkan waktu berbuka puasa pukul 9:15 malam.” Itu cerita Saher Hasnain (28), mahasiswi program doktoral asal Pakistan di Universitas Oxford, ihwal tantangan berpuasa di London hari-hari ini.

saher-hasnain

Bagi sebagian Muslim yang baru menetap di Inggris, rentang puasa yang panjang itu bisa jadi memberatkan. Namun Saher menyebutnya ‘sudah terbiasa’. Ini tahun ketiga dia berpuasa di Inggris. Rentang puasa yang panjang juga pernah dia rasakan saat kuliah S2 di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat.

“Waktu puasa di Inggris memakan waktu sekitar 19-20 jam saat Musim Panas, memang waktu yang sangat panjang dibandingkan dengan Pakistan. Tapi itu tidaklah sulit bagi yang telah berniat untuk berpuasa,” katanya dalam sebuah perbincangan dengan reporter Islam Indonesia.

Usama-Hasan

Sebenarnya, kata Saher, Muslimin di London kini dapat keringanan waktu puasa yang lebih pendek. Seorang ulama lokal, Dr. Usama Hasan, telah memfatwakan bolehnya Muslimin di Inggris berpuasa dengan merujuk waktu di Makkah, Arab Saudi.

“Saya pikir, fatwa itu merupakan bagian dari keputusan yang diambil seorang ulama untuk membuat praktek beragama lebih mudah. Dalam hal ini, puasa pada saat musim panas akan terasa berat karena hampir memakan waktu 20 jam seperti tahun lalu. Jadi, saya menerima fatwa Dr. Usama sebagai pilihan yang menjadi jawaban bagi persoalan yang dihadapi Muslim di Eropa,” kata Saher yang pernah menempuh S1 di Universitas Bahria, Pakistan.

Di Inggris, lanjut Saher, orang susah menemukan acara buka bersama, kecuali di lingkungan komunitas Muslim. Maklum saja, meski Islam tercatat sebagai agama terbesar di luar mayoritas Kristen, populasi Muslim hanya sekitar lima persen dari sekitar 53 juta orang penduduk.

London-Inggris

“Di masyarakat mayoritas Islam, kita selau menunggu momen buka bersama keluarga, kerabat, dan teman-teman, tapi saya tidak mengalaminya di sini,” katanya. Dia memyebut studinya di Inggris mendapat sokongan penuh dari keluarganya di Pakistan.

Menurut Saher, masyarakat Inggris umumnya menaruh hormat pada Muslimin yang berpuasa.

“Dari pengalaman sendiri, saya melihat orang-orang Inggris, terutama civitas akademi Universitas Oxford, mereka lebih baik dalam penghormatan terhadap Muslim yang puasa ketimbang di Amerika Serikat.”

Saher tak banyak bercerita soal yang terakhir. Yang jelas, katanya, Ramadhan kali ini dia bakal lebih banyak berkutat di kampus. Ini belum termasuk ‘beban’ ekstra menghadiri sebuah konferensi tentang geografi dan lingkungan di Denmark.

“Saya akan menjalani puasa yang berat beberapa hari ini,” kata. “Tapi saya tidak ada masalah dengan semua itu.”

Menurut Saher, merampungkan pendidikan tinggi di negeri orang adalah tugas yang layak dipikul bagi Muslim manapun. “Ayo, datanglah ke London! Jangan ragu untuk apply kuliah di Inggris. Saya pun awalnya tidak menyangka bisa kuliah di Oxford. Ini benar-benar impian! Sebagai perempuan Muslim, kita harus memperjuangkan hak memperoleh pendidikan agar bisa mendidik anak-anak kita dengan baik,” katanya menutup percakapan.

Zainab/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *