Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 09 August 2017

Dampak Kebijakan Full Day School Mulai Terasa ke Pesantren  


islamindonesia.id – Dampak Kebijakan Full Day School Mulai Terasa ke Pesantren

 

Meski sempat diumumkan ada pembatalan oleh Presiden Joko Widodo, kebijakan Lima Hari Sekolah atau Full Day School (FDS) yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan Mendikbud Nomor 23 tahun 2017 nyatanya masih berjalan di beberapa daerah.

Hal ini pula yang dikeluhkan Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) KH Abdul Ghaffar Rozin seperti dilansir nu.or.id Ia mengaku mendapat laporan dari pesantren dan madrasah diniyah di beberapa daerah tentang dampak nyata dari kebijakan tersebut.

“Sudah banyak santri yang pamit pada kiainya karena harus menanggung beban penambahan jam pelajaran di sekolah sampai sore. Laporan yang saya terima antara lain dari Purwokerto, Banyumas, Sragen, ini yang Jawa Tengah. Yang dari Jawa Timur, ada Lumajang dan daerah lainnya,” katanya selepas menghadiri Focus Group Discussion “Pengembangan Kurikulum Madrasah dan Regulasi Kurikulum” yang digelar Kementerian Agama di Jakarta, Jumat (4/8/2017) lalu.

Tak sedikit pelajar di sekolah formal merangkap pula status sebagai santri di sebuah pesantren atau madrasah diniyah demi mendapatkan tambahan wawasan agama. Dalam hal ini mereka harus berbagi waktu, pagi sampai siang di sekolah dan selebihnya di pesantren atau madrasah diniyah. Kebijakan FDS membuat jadwal kedua lembaga yang terpisah ini bertabrakan.

“Akhirnya harus milih salah satu, dan pelajar biasanya milih sekolah karena hasilnya dianggap lebih ‘konkret’, dapat ijazah formal,” paparnya.

Pengurus RMINU lainnya Abdul Waidl menambahkan, klarifikasi Mendikbud Muhadjir Effendy bahwa kebijakan Lima Hari Sekolah tak sampai membuat siswa pulang sore susah dibayangkan. Dengan beban kerja guru delapan jam, skema jadwal sekolah tetap akan memulangkan muridnya pada sore hari.

Ia juga mengatakan, pembatalan kebijakan Lima Hari Sekolah oleh Presiden yang rencananya digantikan Peraturan Presiden (Perpres) tak memiliki kekuatan hukum apa-apa selama tidak ada pernyataan resmi secara tertulis.

Terkait kebijakan Lima Hari Sekolah ini, permasalahan lain juga diungkapkan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU H Arifin Junaidi di forum diskusi terbatas itu. Menurutnya, murid pulang sore adalah masalah bagi sekolah-sekolah yang tidak mempunyai sarana ruang yang cukup.

“Masih banyak sekali, tidak hanya di desa, di kota-kota juga banyak, ruang kelas harus dipakai secara bergantian. Pagi SMP, siangnya SMA.  Pagi Tsanawiyah, siangnya Aliyah, dan seterusnya,” katanya.

Karena itu ia tidak setuju dengan pernyataan sejumlah kalangan yang mengatakan bahwa kebijakan Lima Hari Sekolah adalah bias orang perkotaan. Sebab, menurutnya, selain sekolah-sekolah di desa, berbagai persoalan FDS juga dialami oleh sekolah-sekolah yang berada di kota.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *