Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 24 October 2013

Dai Televisi Hanya Pikirkan Humor


Program dakwah yang kini marak di tayangan layar kaca diingatkan untuk tidak terjebak pada personal motif dan popularitas. Sehingga, tujuan dakwah yang disampaikan kepada umat pun tidak kehilangan esesnsi dan substansinya.   

Guru Besar Budang Budaya Universitas Negeri Arizona (ASU) Prof Peter Suwarno mengatakan, personal motif dalam dakwah tidak bisa dihindarkan. Hal ini sudah terbukti saat seorang da’i sudah menempatkan diri seperti halnya selebriti. 

Hal ini menunjukkan bagaimana popularitas lebih dipikirkan ketimbang esensi dakwah yang sesungguhnya dengan harapan sering diundang atau merajai di berbagai acara di layar kaca. 

 Karena motifnya bukan lagi motif umum, bagaimana untuk mempengaruhi khalayak–melalui corong televisi—menjadi orang- orang yang lebih mulia. Namun yang terjadi da’i yang bersangkutan hanya dipakai atau dipasarkan untuk menyenangkan khalayak atau yang penting pemirsa senang. 

Demikian pula adanya unsur motif menyenangkan khalayak supaya laku, mengakibatkan kreasinya bukan lagi mencari nilai-nilai yang akan ditanamkan. “Namun lebih memikirkan joke- joke (lelucon) apa lagi yang lucu,” jelasnya, di Semarang, Kamis (24/10). 

Akibatnya, dakwah pun lama kelamaan menjadi bergeser dari tujuan utama, untuk menyebarkan nilai Islam yang lebih mulia, menjadi tujuan intertainmen. “Bukan memperbaiki nilai kemanusiaan dengan menggali dari Quran, hadis, riwayat nabi dan sebagainya,” tambah Peter. 

Sebelumnya, KH Hasyim Muzadi menilai maraknya dai yang banyak menghiasi layar kaca merupakan ekses dari media yang lebih menyukai popularitas dari pada substansi dakwah. 

Padahal, bagi Umat Islam, ujar Hasyim,  dakwah adalah menunggu hikmah apa yang akan didapatkan. Tapi bagi stasiun televisinya tidak demikian karena adanya perbedaan persepsi. “Ini layak jual atau tidak untuk ditawarkan kepada market,” tegas Hasyim Muzadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *