Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 31 December 2017

Dai Sejuta Umat Zaman Old dan Zaman Now


islamindonesia.id – Dai Sejuta Umat Zaman Old dan Zaman Now

 

Mendengar istilah ‘Dai Sejuta Umat’, ingatan sebagian kaum Muslimin di Tanah Air pasti akan terkenang pada sosok KH Zainuddin MZ. Maklumlah, pada eranya, ulama asli Betawi itu memang pernah dijuluki ‘Da’i Sejuta Umat’ karena ceramah-ceramahnya di berbagai daerah senantiasa dihadiri puluhan ribu orang. Sejumlah radio seolah berlomba menyiarkan ceramahnya setiap pagi, sore, dan malam hari. Puluhan kaset rekaman ceramahnya tak kalah dibanding lagu-lagu pop dan dangdut yang diburu masyarakat. Para produser rekaman pun menangguk untung karenanya.

Dalam buku Dakwah dan Politik Dai Berjuta Umat terbitan Mizan, 1997, disebutkan perusahaan rekaman yang pertama kali menangkap peluang bisnis tersebut adalah Virgo Record. Berbeda dengan Virgo, yang baru sempat memproduksi 5 kaset, Naviri Record membuat kontrak eksklusif dengan Sang Dai selama tiga tahun.

Begitu meledak di pasar Nusantara hingga sejumlah negara Asia Tenggara, Angel Record dari Singapura pun tertarik merekam ceramahnya. Setidaknya ada tujuh album Zainuddin beredar di toko kaset di Asia lewat Angel.

“Tapi begitu memasuki era reformasi, secara perlahan popularitas Zainuddin mulai memudar. Apalagi ketika dia kemudian resmi terjun ke politik dan memimpin partai, lalu terlibat konflik internal,” kata pakar sejarah Islam dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung, Moeflich Hasbullah, Sabtu (30/12/2017).

Masa keemasan sang dai kelahiran 2 Maret 1952 itu selesai sudah. Dia berpulang ke pangkuan ilahi pada 5 Juli 2011 karena sakit.

Setelahnya, ada nama KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yang kian menasional. Dia tak cuma muncul di radio, tapi juga di layar-layar televisi. Gaya dakwahnya yang santun, lemah lembut, dan banyak menyentuh kehidupan sehari-hari tak cuma digandrungi kaum Muslim. Mereka yang non-Muslim pun mengaguminya. “Sayang, ketika dia berpoligami, kebanyakan jemaah kemudian berpaling mencari sosok panutan lain,” ujar Moeflich.

Seiring dengan itu, muncul para dai yang dekat dengan kalangan artis dan kerap muncul di televisi. Tapi kemunculannya tak melulu dalam rangka dakwah. Mereka juga disoroti soal perilaku dan gaya hidupnya yang mewah. “Tapi para dai seleb mah hanya ‘sligthly phenomena’,” ujar Moeflich tanpa menyebut nama-nama dai yang dimaksud.

Di era media sosial, seperti Twitter, Facebook, YouTube, dan Instagram, muncul para dai dengan segmen penggemar tertentu. Stigma terhadap para dai pun beragam, ada yang dinilai ekstrem, salafi dan wahabi, hingga yang moderat.

Dari sekian nama yang berseliweran di media sosial, antara lain ada Adi Hidayat, Khalid Basalamah, dan Abdul Somad, yang punya banyak pengikut. Selain aktif berceramah, Adi dan Somad juga memproduksi materi dakwah tertulis. Sejak 2010 hingga 2015, Adi menulis 11 buku, sedangkan Somad, yang mengajar di beberapa perguruan tinggi di Riau, telah menulis 4 buku. “Semua buku saya bisa di-download gratis,” kata Somad dalam sebuah ceramah yang ditayangkan YouTube.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *