Satu Islam Untuk Semua

Friday, 28 March 2014

Cerita di Balik Penolakan “Noah”


showbiz.liputan6.com

Noah, sebuah film garapan Darren Aronofsky yang berkisah tentang perjalanan Noah (Nabi Nuh) dengan bahteranya ini diakui sang sutradara sebagai film paling sesuai dengan Alkitab yang pernah ada.

Sayangnya, film yang dibintangi pemeran utama Russell Crowe sebagai Noah itu menuai kritik dari berbagai kelompok agama. Sehingga, film epik yang sudah menembus blockbuster USD 130 juta lebih itu harus tenggelam di tengah kontroversial.

Berikut ini cerita di balik penolakan “Noah” yang dikutip dari berbagai sumber;

Pertama, Film Noah mendapat penolakan dari kelompok Agama Islam, Kristen dan Yahudi.

Sebelum dirilis secara resmi, film ini sempat diputar di berbagai komunitas kunci. Untuk pertama kalinya, film ini kemudian diputar di tengah-tengah komunitas itu dengan penonton terbatas.

Namun, Film yang diakui sang sutradara sebagai adaptasi dari kisah kitab suci ini menuai banyak kontroversi. Terutama dari kalangan Yahudi dan Kristen di Amerika Serikat. Mereka menyatakan bahwa film produksi Paramount itu melenceng dari kitab suci mereka (Yahudi dan Kristen). Bahkan, film ini juga terlalu mendramatisir dan banyak menggunakan efek visual.

Tak hanya itu, negara bermayoritas penduduk agama Islam—yang memiliki kisah tentang Nabi Nuh dalam kitab sucinya pun turut menolak film ini, yakni Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan disusul Indonesia.

“Larangan film di Qatar, Bahrain dan Uni Emirat Arab secara resmi mengonfirmasi pada pekan ini bahwa film ini tidak akan dirilis di sana,” kata juru bicara Paramount Pictures, kepada Reuters.

“Pernyataan resmi yang mereka sampaikan dalam sebuah konfirmasi ini adalah karena film itu bertentangan dengan ajaran Islam,” tambahnya.

Ketiga kelompok tersebut, menyatakan bahwa Noah yang digambarkan dalam film epik itu tidak sesuai dari kisah yang ada dalam kitab suci mereka.

Hal ini terkait dengan ketiga kelompok tersebut yang masing-masing memiliki versi tersendiri untuk menggambarkan kisah Noah (Nabi Nuh).

Kedua, Noah digambarkan sebagai pemabuk, dan bahkan hendak membunuh cucunya.

Dalam film ini, Noah digambarkan sebagai pemabuk, ia suka menghabiskan waktunya untuk minum-minum. Hal ini, dianggap tidak sesuai dengan sosok Noah yang ada dalam kitab suci tiga agama tersebut.

Noah dalam film ini dikisahkan hendak membunuh cucunya, meski hal ini tak jadi dilakukan.  Hal ini terkait dengan alur cerita yang menggambarkan bahwa manusia yang selamat bersama Noah merupakan generasi terakhir dan tak ada lagi manusia setelahnya.

Padahal, dalam kitab suci, khusunya Al Qur’an, Noah tidak dikisahkan hendak membunuh sang cucu.

Ketiga, Bahtera Noah dalam kitab suci mendarat di gunung, tapi dalam film mendarat di karang.

Dalam teks kitab suci ketiga agama tersebut, dijelaskan bahwa pada saat banjir telah surut, bahtera Noah mendarat di sebuah gunung. Namun, di film ini, kapal yang berisi manusia dan hewan itu justru mendarat di karang sebuah pantai.

Hal ini dianggap melenceng dari kitab suci, sehingga sebagian besar kelompok Yahudi, Kristen, dan Islam tersebut menolak penayangan film ini.

Sementara itu, banyaknya kritik yang menyasar pada karyanya, membuat sang sutradara Darren Aronofsky bersama studio membuat semacam pengumuman guna menjelaskan karyanya, bahwa film itu merupakan adaptasi kisah asli dari Nabi Nuh, seperti dikisahkan dalam kitab perjanjian lama.

“Sementara ada banyak aspek artistik yang disertakan, kami percaya bahwa cerita yang ada menampilkan esensi, nilai-nilai, dan integritas dari kisah yang telah banyak diyakini oleh banyak orang. Kisah Nabi Nuh dapat ditemui dalam kitab Kejadian,” begitu tertulis dalam pengumuman resmi tersebut.

 

Berbagai Sumber

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *