Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 09 March 2016

Cak Nun: Jangan Menindas, Jangan Mau Ditindas


Gerhana Matahari adalah isyarat sekaligus peringatan Tuhan agar manusia jangan menjadi penindas bagi sesamanya. Seperti pesan Nabi, jadilah orang yang teraniaya dan jangan jadi orang yang menganiaya, kata Emha `Cak Nun` Ainun Najib, Rabu malam (8/3) di Bangka Tengah.

“Gerhana matahari adalah peristiwa di mana matahari ditutupi oleh bulan. Dan ini, baru beberapa menit lalu saya sadar, bahwa yang disebut adalah yang ditutupi (obyeknya) bukan subyeknya. Ini agak unik, seakan mengisyaratkan bahwa yang disebut dan dicintai oleh Allah adalah mereka yang tertindas,” kata Cak Nun dihadapan ribuan hadirin dalam acara Festival Gerhana Matahari di kawasan Pantai Terentang Koba Bangka Tengah.

Fenomena gerhana matahari total adalah peristiwa alam yang langka karena hanya akan berlangsung 350 tahun sekali di tempat-tempat berbeda 31 tahun sekali.

Cak Nun kemudian memaparkan filsafat di dalam Pancasila, bahwa tujuan akhir yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa adalah kesejahteraan dan keadilan sosial seperti terumuskan pada sila kelima Pancasila.

“Tidak tercapainya sila kelima selaku sila tujuan, pasti karena tidak beresnya subjek yang menyangga atau melaksanakan sila keempat yaitu lembaga-lembaga negara yang seharusnya bertugas untuk bermusyawarah, bermufakat, dan berkebijaksanaan,” katanya.

Lanjutnya, begitu pula kegagalan sila keempat disebabkan oleh kegagalan subjek penyangga dan pelaksana sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Tidak terwujudnya persatuan Indonesia disebabkan oleh penyangga sila kedua yaitu para pendidik yang bertugas utama mentransformasikan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab melalui pendidikan dan pemberadaban.

“Dan akhirnya, kegagalan penyangga sila kedua ini boleh jadi disebabkan oleh melencengnya sikap kepada Tuhan Yang Maha Esa, terutama dalam kaitannya dengan tujuan membangun negara,” papar budayawan kondang dari Sleman ini.

Menurut Cak Nun, alam, baik itu matahari, bulan, atau apapun, sebenarnya tidak pernah salah. Sebab manusialah yang mungkin salah atau benar. Manusialah yang mungkin salah dalam menyikapi atau memaknai peristiwa alam. “Misalnya mau dibawa kemana gerhana matahari ini: apakah dijadikan peristiwa pariwisata belaka atau dihayati dalam hubungannya dengan Allah. Itu semua berpulang kepada manusia itu sendiri,” kata Cak Nun.

“Matahari juga bisa merupakan lambang rahmat Allah, sedangkan bulan adalah lambang pemerintah. Maka pemerintah perlu disorong agar tidak menghalangi cahaya rahmat itu sampai ke bumi,” kata budayawan yang aktif menggelar kajian budaya di berbagai kota itu.

Gerhana Matahari menurut Cak Nun, juga bisa dimaknai bahwa selama ini kita masih berada dalam kekuasaan matahari (masehi) dan belum mampu menegakkan kesejatian bulan (Hijriyah) yang menjadi salah satu esensi dasar dalam ajaran Islam melalui perjuangan peradaban yang dilakukan oleh Rasulullah.

Menjelang tengah malam, Cak Nun juga mengingatkan hadirin supaya meneguhkan kembali kesadaraan keindonesiaan. “Bahwa menjadi orang Bangka berarti meletakkan Indonesia di dalam jiwanya, yang itu berarti pula orang Bangka ingin orang Jawa, orang Sulawesi, orang Kalimantan, dan suku-suku lain di Indonesia berada di dalam jiwa mereka,” katanya.[]

MA/IslamIndonesia/Caknun.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *