Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 04 February 2014

Bisyr dan Anugerah Islam


arikfebri.wordpress.com

Apa yang membuat Bisyr Bisr yang lain tidak menerima anugerah Islam, dan apa yang kulakukan hingga mendapat anugerah yang begitu besar ini?

 

Dikisahkan, di sebuah kota besar bernama Merv, hiduplah seorang pemuda yang begitu mencintai kemewahan dunia. Setiap hari, yang ia lakukan adalah bersenang-senang dengan berbagai cara. Jika sudah bosan dengan cara yang satu, ia akan mencari cara lain.

Ia tidak peduli dengan apapun yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya tersebut. Juga, tidak peduli dengan segala aturan dan hukum yang berlaku di sana. Baginya, yang terpenting adalah bisa merasa senang.

Hingga, suatu hari, kala Bisyr mengadakan perjalanan menuju tempat pesta, ia bertemu dengan seorang bijak.

“Wahai saudaraku, aku ingin menyampaikan pesan untukmu,” ucap seorang bijak yang ternyata juga sufi, setelah mengucap salam.

“Pesan dari siapa?” tanya Bisyr tanpa berbasa basi.

“Pesan dari Allah,” jawab si sufi

“Ah, apakah itu berarti aku akan segera mati? Adakah yang dapat mencegah kematianku barang sedetik saja agar aku bisa pamit kepada teman-teman pestaku? Adakah yang dapat menolongku agar terhindar dari kematian?” serbunya dengan tanya.

“Allah memerintahkanku, agar segera mengislamkanmu,” jawab sufi dengan sangat tenang.

“Ada begitu banyak orang yang bernama Bisyr di kota ini. Ada yang Yahudi, Kristen, dan ada juga yang Magi. Dan, namaku juga Bisyr. Lantas, mengapa hanya Bisyr-ku yang menerima anugerah islam, sedangkan Bisyr Bisyr yang lain tidak mendapat anugerah yang begitu besar itu?” selidik Bisyr.

“Anugerah bisa datang kepada siapa saja. Pada Bisyr-mu atau Bisyr Bisyr yang lain. Namun, begitulah Allah ketika berkehendak. Dia akan mengundang siapa saja untuk memasuki istana-Nya (Islam),” ucap sang bijak.

“Kau masih ingat peristiwa beberapa bulan lalu, wahai Anak Muda, saat kau menyelamatkan secarik kertas berlafadz, ‘Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang’?” lanjutnya.

Bisyr mengerutkan dahi, bertanda sedang berpikir, “Ya, aku masih ingat. Lantas apa hubungannya dengan anugerah keislamanku?”

“Kau apakan kertas itu?” tanya sufi, tanpa menjawab pertanyaan si pemuda.

“Aku menyimpannya dengan baik-baik di bawah bantalku, dan setiap malam sebelum tidur aku membacanya secara berulang-ulang hingga akhirnya kantuk itu menyerangku—tanpa aku tahu apa maksud kalimat itu.” Jawab Bisyr.

Guru bijak itu tersenyum, lalu berkata, “itulah yang Allah karuniakan untukmu, Anak Muda. Awalnya aku mengira bahwa kamu tidak lebih dari seorang pemuda yang gemar melakukan maksiat, namun ternyata kau mampu mengagungkan-Nya melebihi para ahli ibadah. Allah mengundangmu sebagai tamu-Nya melalui Islam.”

Mendengar ungkapan itu, Bisyr pun langsung tersungkur. Ia menangis sembari dituntun mengucap syahadat. Ia bersyukur karena mendapat kesempatan untuk memeluk Islam sebelum ajal menjemputnya.

Lantas, bagaimana dengan kita (yang sudah mengaku islam sejak lahir)? Apakah kita mampu memanfaatkan anugerah terbesar bagi manusia itu? Sudahkah kita bersyukur dan mengoptimalkan kesempatan panggilan-Nya guna merasakan nikmatnya menjadi tamu istana-Nya (Islam)?

——

Fariduddin Atthar berkisah tentang Bisyr Ibnu al Harits. Seorang ahli sufi yang pernah hidup sekitar tahun 150 H hingga 227 H.

Konon, dahulu kala Bisyr merupakan pemuda kaya raya yang gemar melakukan maksiat. Namun, pertemuannya dengan Sufi Agung telah membawanya pada jalan hidayah. Hingga kemudian ia dijuluki sebagai Si Telanjang Kaki, akibat meninggalkan keduniaannya guna mengabdikan seluruh hidupnya pada Tuhan.

Ia sangat dikagumi oleh Ahmad Ibnu Hanbal dan Khalifah al Ma’mun sebagai panutan.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *