Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 22 May 2014

Bias Hollywood


foto:argothemovie.warnerbros.com

Ketika kebebasan berekspresi dan berpendapat harus tunduk kepada loyalitas, patriotisme dan identifikasi nasional yang sangat sempit. 

 

MASIH ingat Rambo? Itu judul film besutan sutradara Sylvester Stallone yang bercerita tentang kiprah seorang bekas prajurit baret hijau Amerika Serikat, yang  tanpa ampun menghabisi musuh-musuh AS di Vietnam. Tentu saja tak ada cerita kekalahan AS dalam perang-perang yang diikutinya tersebut. Pastinya, semua tentang kemenangan dan kemenangan, kendati dalam kenyataannya sekitar 53.000 prajurit AS tewas dan dengan tergopoh-gopoh militer mereka meninggalkan Vietnam begitu saja.  

Hollywood memang patut diacungi jempol dalam soal menyulap imajinasi. Apa-apa yang tidak hebat (bahkan payah), bisa menjadi sebaliknya kala ada di tangan sebagian sineas negeri Abang Sam tersebut. Terlebih jika para mahluk politik di negeri itu tengah panen oleh berbagai kepentingan.   

Sineas Hollywood (baca Amerika Serikat) memang berbeda dari sineas-sineas negara-negara maju lainnya seperti negara-negara Eropa. Bisa jadi ini terkait dengan kondisi masyarakatnya yang juga berbeda. Setiap sineas Amerika harus sadar bahwa negaranya adalah adikuasa dengan kepentingan dan cara-cara pemenuhan kepentingan itu yang tidak dimiliki negara lain.

Almarhum Edwar Said dalam Covering Islam, menyebut  kendati kebebasan berpendapat merupakan satu hal yang dijungjung tinggi, tetapi hampir semua insan pers dan film Amerika mempersembahkan karyanya kepada dunia dengan kesadaran terdalam bahwa perusahaannya turut ambil bagian dalam kekuatan Amerika.  

“Ketika AS sebagai sebuah negara diancam oleh kekuatan asing, maka kebebasan berpendapat dan berekspresi harus tunduk kepada sesuatu yang kerap kali mereka sebut sebagai ekspresi implisit dari loyalitas dan patriotisme, serta identifikasi nasional yang sederhana…” tulis akademisi Harvard berkebangsaan Palestina itu.  

Umumnya kepentingan politik selalu kental di balik pembuatan film-film Hollywood.  Sebagai contoh  adalah pembuatan Argo. Itu nama judul  film   yang menceritakan tentang proses pembebasan sandera AS di Iran pada 1979 dan pada ajang penganugerahan Oscar 2013 diganjar sebagai film terbaik. Padahal para pemerhati film dunia sebelumnya menggadang-gadangkan Lincoln sebagai pemenang.  

Namun jauh beberapa bulan sebelumnya, Argo memang sudah disebut-sebut Kim Nicolini. seorang kritikus budaya ternama, akan menyabet penghargaan terbaik dalam ajang Oscar 2013 karena terkait dengan kampanye propaganda anti-Iran. “Saya bertaruh  film ini akan muncul sebagai film terbaik, terutama jika Obama dapat memenangkan pemilihan presiden, ” tulis Kim dalam sebuah artikel pada Oktober 2012 yang lantas dilansir PressTV  pada akhir Februari 2013.   

Lebih lanjut, Kim menyatakan bahwa Argo merupakan bagian dari propaganda liberal konservatif yang dibuat Hollywood guna mendukung politik Obama, terutama sebagai pra kondisi Amerika yang akan mendukung Israel jika jadi menyerang Iran. Inikah sebabnya pengumuman  kemenangan film ini langsung disuarakan oleh Michelle Obama? Hanya Tuhan dan Gedung Putih yang tahu soal itu.  

Film  yang disutradarai oleh Ben Affleck ini juga menuai kontra karena dinilai sangat CIA minded. Peran signifikan duta besar Kanada untuk Iran saat itu yakni Ken Taylor tertutup habis oleh kepahlawanan sang agen CIA bernama  Tony Mendez. Soal ini bahkan sempat dipertanyakan oleh Jimmy Carter, yang menjadi saksi kepahlawanan Taylor dalam peristiwa itu. Menurut mantan Presiden AS tersebut, alih-alih muncul sebagai pahlawan, Mendez hanya terlibat proses pembebasan langsung di Iran dalam waktu satu setengah hari saja. Inilah bias usang yang sepanjang waktu selalu terus dipertontonkan oleh kiblat sinema dunia tersebut. Benar-benar tipu-tipu gaya Hollywood! (Hendi Jo)

 

 

Sumber: Islam Indonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *