Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 08 December 2020

Benarkah Buya Hamka Haramkan Ucapan Selamat Natal? Ini Klarifikasi dari Cucu Beliau


islamindonesia.id – Benarkah Buya Hamka Haramkan Ucapan Selamat Natal? Ini Klarifikasi dari Cucu Beliau

Setiap tahun, menjelang perayaan Hari Natal di Indonesia, isu diharamkan atau tidaknya mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani selalu mencuat, dan seringkali nama Buya Hamka disebut-sebut sebagai tokoh ulama yang mengharamkannya.

Berikut ini adalah klarifikasi dari cucu ulama yang bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah tersebut. Naila Fauzia, yang mengaku sebagai cucu dari Buya Hamka menulis klarifikasi di akun Twitter-nya pada Selasa (8/12):

Setiap tahun, selalu saja terjadi pencatutan nama Buya Hamka tiap kali ada perdebatan mengenai halal atau haramnya mengucapkan selamat Hari Natal. Saya sebagai cucu kandung beliau juga setiap tahun terpaksa harus membuat klarifikasi.

Sebelumnya saya mau mengatakan kalau saya tahu dan mengerti bahwa saudara-saudara kaum Kristiani memang tidak mengharapkan atau meminta ucapan selamat dari kami, umat Islam. Untuk itu saya salut dan hormat atas sikap dewasa kalian.

Namun, tetap saja ada kewajiban saya sebagai cucu Buya Hamka untuk meluruskan kesalahpahaman ini, yang disebarluaskan setiap tahun tanpa konfirmasi dan tanpa mencari tahu kebenarannya lebih dulu.

Saya akan mengutip fatwa yang dikeluarkan Buya Hamka (1981) yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengenai perayaan Natal bersama. Saya tekankan, perayaan Natal bersama, bukan ucapan selamat Natal.

“Haram hukumnya bahkan kafir bila ada orang Islam menghadiri upacara natal. Natal adalah kepercayaan orang Kristen yang memperingati hari lahir anak Tuhan. Itu adalah aqidah mereka. Kalau ada orang Islam yang turut menghadirinya, berarti dia melakukan perbuatan yang tergolong musyrik. Ingat, dan katakan pada kawan-kawan yang tidak hadir di sini. Itulah aqidah tauhid kita.”  

Kutipan (perkataan) Buya Hamka tersebut juga bisa dibaca di buku karangan beliau yang berjudul Pribadi dan Martabat karya Prof. DR. Buya Hamka.

Kronologinya begini: Saat Buya Hamka menjadi Ketua MUI, Menteri Agama pada saat itu yang beragama Islam ikut merayakan Natal bersama-sama saudara-saudara Kristen atas undangan.

Ini meliputi kegiatan menyalakan lilin bersama, mendengarkan nyanyian, dan lain-lain yang memang merupakan tata cara beribadah umat Kristen. Sama ibaratnya jika ada orang non-Muslim ikut berwudu dan salat. Maka, karena itulah, dikeluarkan fatwa tersebut oleh MUI.

Sekali lagi saya tekankan, isi fatwa tersebut adalah haram untuk “Mengikuti Natal Bersama”, seperti ikut ke gereja, ikut berdoa, bernyanyi, menyalakan lilin, dan mengikuti misa.

Karena Menteri Agama memaksa agar fatwa tersebut dicabut atau kalau tidak dia akan mengundurkan diri, Buya Hamka memilih untuk dirinya saja yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua MUI pada 19 Mei 1981 dari pada harus mencabut fatwa tersebut.

Saat Buya Hamka tinggal di Jl. Raden Patah Kebayoran Baru, tetangga-tetangga beliau kebanyakan pengikut Kristiani, dan setiap Natalan, Nenek saya, Andung Raham (Andung adalah bahasa Minang untuk panggilan Nenek) rutin memasak rendang.

Ibu saya, paman-paman dan bibi-bibi saya yang mengantar sendiri makanan-makanan itu untuk para tetangga yang merayakan Natal dan sekalian untuk memberikan ucapan selamat merayakan Natal.

Begitulah Buya Hamka, sebagai ulama dan guru besar agama Islam, mencontohkan sikap saling menghormati dan menjaga persaudaraan antar umat beragama. Selalu penuh kasih sayang, rasa hormat, dan kasih sayang. Wujud dari Islam yang Rahmatan Lil Alamin.

Akan ada yang tidak terima dan membantah tulisan ini walau datang dari keluarga langsung. Tidak masalah, karena apapun pembenaran yang akan mereka pakai, tidak akan mengubah fakta bahwa fatwa mengharamkan ucapan selamat Natal itu tidak berasal dari Buya Hamka.

Dengan adanya penjelasan ini, mohon agar tidak ada lagi pencatutan nama Buya Hamka soal fatwa haram untuk mengucapkan selamat Natal.

Kita semua bersaudara. Jagalah keberagaman kita dan junjung tinggi cinta kasih dan kedamaian. Indonesiaku satu. Terima kasih.

– Naila Fauzia –

Berdasarkan penelusuran redaksi, sebagiamana dikutip dari mojok.co, Naila Fauzia adalah cucu Buya Hamka dari putrinya yang ketujuh.

Catatan redaksi: Karena sumber tulisan berasal dari Twitter yang memiliki ruang terbatas, penulis yang bersangkutan menulis dengan banyak singkatan dan ada juga ditemukan beberapa salah ketik. Maka, demi kepentingan penyajian redaksi mengeditnya tanpa mengubah makna aslinya.

PH/IslamIndonesia/Foto ilustrasi: Edi Wahyono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *