Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 18 March 2015

BEDAH BUKU – Seandainya Indonesia Tanpa Katolik


Bedah buku Seandainya Indonesia tanpa Katolik.

Agama-agama besar yang mampu beradaptasi dalam dunia modern dan menyerap konsep-konsep seperti Hak Asasi Manusia, Demokrasi, Persamaan dan Kebebasan, akan dapat diterima dengan baik dan memiliki peran yang signifikan dalam masyarakat.

Itulah pandangan Dr. Media Zainul Bahri, dosen perbandingan agama di Universitas Islam Negeri Syahid, saat bedah buku “Seandainya Indonesia tanpa Katolik” di Jakarta awal pekan ini. “Hal ini terlihat pada Katolik di Amerika Latin, yang merupakan minoritas tapi punya peran signifikan. Begitu juga Islam dan Katolik di Indonesia yang membuktikan loyalitasnya pada NKRI,” kata Media merujuk isi buku karya Guru Besar Teologi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara A. Eddy Kristiyanto.

Media menilai adaptasi bukanlah proses yang mudah dan gampang, melainkan penuh kesulitan serta perlu memperhatikan konteks masyarakat dan juga dogma agama. Menurutnya, almarhum Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid merupakan salah seorang yang mencoba memunculkan ide ‘pribumisasi’ pada Islam atau, dalam kasus Katolik, ‘Indonesianisasi Gereja Katolik’ oleh Pater Boelaars. “Pribumisasi itu bukanlah mencampuradukkan dogma, tapi mengakomodasi kearifan lokal yang sesuai dengan nilai-nilai agama,” katanya.

Bagi Pendeta Jan S. Aritonang, Guru Besar di STT Jakarta yang juga menjadi pembicara mengatakan, kaum Kristiani (Katolik maupun Protestan) ikut berperan dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia. “Seringkali ada yang mengecam dua agama ini dari Eropa yang merupakan penjajah, tapi bagaimana banyak juga tokoh Protestan dan Katolik yang ikut berjuang seperti Amir Syarifuddin dan Mgr A. Soegijapranata yang mendukung kemerdekaan Indonesia,” katanya.

Penulis buku, Romo Eddy, dalam tanggapannya menyatakan, proses menjadi Katolik sekaligus bermakna proses menjadi Indonesia. Katolik, kata Romo Eddy dalam minoritasnya menjadi dimensi integral dari Indonesia. “Orang Katolik sepenuhnya harus sadar akan panggilan mereka sebagai Indonesia. Bisa dilihat, diberbagai pelosok negeri ini, saat pemerintah alfa atau lalai, Katolik mencoba hadir. Itulah nilai Katolik Indonesia,” katanya.   

(Wahyu/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *