Satu Islam Untuk Semua

Monday, 10 November 2014

Bangkitnya Industri Berbasis Syariah


Persoalan agama bukan hanya terjadi dalam ruang politik saja, tapi juga di ruang-ruang ekonomi. Meningkatnya perekonomian negara-negara Islam membuat banyak negara yang berpikir untuk mulai memanfaatkan bank syariah, wisata syariah dan juga fesyen-fesyen yang Islami.

Mantan Wakil Menteri Kemenparekraf, Sapta Nirwandar memaparkan, berdasarkan kajian Thomson Reuters dalam State of the Global Islamic Economy (2013), total pengeluaran Muslim dunia untuk keperluan makanan halal dan gaya hidup (lifestyle) mencapai US$1,62 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai nilai US$2,47 triliun pada tahun 2018. “Wisatawan muslim dunia semakin meningkat secara signifikan, sama halnya dengan destinasi wisata yang ‘muslim friendly’. Ini jadi peluang bagi kita,” ujarnya kepada Wahyu dari islamindonesia.co

Di Indonesia, yang merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dengan Muslim yang membentuk sekitar 85 persen dari populasi 237 juta. Di negara ini, umat muslim secara umum memperlihatkan keimanan mereka dalam cara yang sangat nyata, utamanya lewat gaya hidup seperti pakaian, makanan dan minuman serta pendidikan.

Menurut data Kementerian Pariwisata Indonesia, pada tahun 2011 tercatat sekitar 239 juta pergerakan wisatawan nusantara dengan pengeluaran sekitar Rp138 triliun, sedangkan pada tahun 2012 tercatat sekitar 245 juta pergerakan wisatawan, jika 88,1 persen yang melakukan perjalanan adalah penduduk muslim (muslim traveller) maka akan didapat sekitar 215 juta pergerakan dengan pengeluaran diperkirakan sebesar US$129,37 miliar atau sekitar Rp142,3 triliun.

Besarnya potensi itu membuat beberapa pengusaha Islam Indonesia berpikir untuk menguatkan jaringan bisnis muslim untuk mempromosikan produk-produk Islami. “Selama ini kita mengonsumsi produk-produk dari Barat, saatnya kita untuk melestarikan nilai-nilai Islam di negara mayoritas Muslim,” ujar Risti Rahmadi, anggota dari Hijabers Community.

Risti melihat, sebagian kaum muda Indonesia sudah terlalu berpikir Barat. Mereka, dalam pandangannya, terlalu sibuk menghabiskan sebagian besar waktu mereka nongkrong di mal, dan mereka lupa untuk beribadah. Risti percaya, satu-satunya cara untuk memikat segmen baru untuk pasar Muslim yang berkembang adalah melalui memerangi konsumerisme Barat.

“Semenjak menjadi anggota dari Hijaber-jaringan bisnis wanita Islam- saya melihat peningkatan permintaan untuk produk-produk Islami dan juga pandangan yang berbeda tentang bisnis Islami,” ujarnya. Risti mengambil contoh, banyak gadis muda di Indonesia yang tidak lagi canggung memakai hijab dan mengunduh beberapa aplikasi pengingat waktu shalat.

Memakai hijab sering dikaitkan dengan kehidupan ketinggalan zaman. Ini semua berubah saat ini. Di Indonesia modern, hijab berubah menjadi fesyen. Di YouTube, anda dapat menemukan video tutorial tentang cara mode memakai jilbab. Salah satu yang menjadi pelopor dalam video tutorial hijab adalah HijUp.com, sebuah unit usaha yang menjual fesyen muslim secara online.  

Nenden, Marketing dan Public Relation HijUp.com mengatakan, konsumennya bukan hanya dari Indonesia, tapi juga Asia dan Eropa. “Kami memperkenalkan produk-produk yang dijual di HijUp.com melalui video tutorial di Youtube. Sampai saat ini, kanal kami telah mempunyai 120 ribu member dan mendapatkan lebih dari 15 juta view,” ujarnya kepada Wahyu. Sebagai toko online, HijUp.com menjual berbagai macam busana muslim berbagai merek.

Islam melihat hijab sebagai kode wajib berpakaian, bukan simbol agama yang menampilkan afiliasi seseorang. Namun, kini selain hijab, fesyen muslim yang lain seperti kosmetik telah berkembang menjadi sebuah industri. Begitu juga di sektor keuangan dan makanan. Industri halal global yang booming diperkirakan akan terus tumbuh.Kesederhanaan dan agama tidak bisa dilepaskan sebagai pilar utama berkembangnya industri syariah ini.

 

(Wahyu/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *