Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 21 January 2014

Anak Laki-Laki Piatu dari Suriah


Sumber: haralddoornbos.wordpress.com

Barangkali Anda pun pernah melihat foto dramatis itu. Seorang anak laki-laki Suriah tidur berselimut di antara dua makam ayah-ibunya yang menjadi korban perang. Foto itu menjadi viral ketika sejumlah akun dengan banyak pengikut mempostingnya di twitter.

Namun masalahnya, foto itu bukan berasal dari Suriah, melainkan dari Arab Saudi! Hal lain, kedua makam dalam foto itu sama sekali bukan makam, karena tak ada jasad pun di dalamnya. Keduanya hanyalah tumpukan kerikil buatan yang dipasangi semacam batu nisan, hingga tampak seperti makam. Dan, di atas segalanya, anak lelaki kecil yang tidur di antara kedua “makam” itu sama sekali bukan yatim piatu. Kedua orangtuanya masih hidup dan segar-bugar. Anak laki-laki itu adalah keponakan sang fotografer, yang membuat foto itu untuk sebuah proyek seni.

Fotografer tersebut adalah warga Saudi bernama Abdul Aziz al Otaibi, yang sangat kecewa sewaktu mendengar fotonya telah “dibengkokkan” untuk sebuah propaganda.

“Foto saya sama sekali tak ada hubungannya dengan Suriah,”  tegas Al-Otaibi, “Saya dungguh terkejut melihat bagaimana orang dengan tak semena-mena menyalahgunakan foto saya.”

 “Saya suka fotografi,” lanjut Al Otaibi, “Setiap seniman memiliki gagasan masing-masing di kepalanya, dan itulah gagasan saya bahwa cinta anak kepada orangtua tak tergantikan, bahkan saat orangtuanya meninggal”

Untuk melaksanakan proyek seninya, Abdul Aziz al Otaibi mengemudi ke luar kota Yanbu, 250 kilometer dari Jeddah. Di sana dia membangun dua makam buatan dari tumpukan batu, dan meminta anak saudara perempuannya untuk berbaring di antara kedua makam itu. “Tentu saja saya tak akan meminta seorang anak berbaring di antara dua makam betulan,” ujarnya, “Saya menentang gagasan semacam itu.”

Awal Januari Al Otaibi memposting fotonya di Facebook. Semula tak banyak yang memberikan komentar,. Di dinding Facebooknya, Al-Otaibi menjelaskan bahwa makam itu bukan makam sesungguhnya dan tak ada jasad di dalamnya, Dia bahkan memposting foto keponakannya duduk tersenyum  di samping “makam” tersebut. Katanya, “Saya posting juga foto-foto “behind the scene”, supaya orang tidak salah menyimpulkan.” (Lihat foto insert di bagian kanan bawah gambar).

Dan begitulah, seorang muallaf  Amerika berakun twitter @americanbadu memposting foto anak lelaki itu terbaring di antara dua “makam”. Dalam twitnya, @americanbadu yang tinggal di Arab Saudi mengklaim bahwa foto tersebut dari Suriah, dan bahwa kedua orangtua anak laki-laki yang malang itu telah menjadi korban rezim Assad. Dan @americanbadu memiliki lebih dari 187 ribu pengikut di twitter!

Hanya dalam beberapa menit ratusan akun meretwit posting tersebut, dan terutama di kalangan jihadis, foto tersebut beredar tak terbendung. Sekadar contoh, sebuah LSM di Kuwait @Yathalema meretwit foto tersebut ke 175.000 pengikutnya.  Tak lama, sejumlah akun twitter di Barat turut mempostingnya pula di twitter dan di facebook. Foto pun menjadi viral tanpa ada seorang pun yang merasa perlu memastikan kebenarannya, apakah memang benar-benar dari Suriah misalnya. Wartawan lepas Belanda Harald Doornbos yang pertama kali mencoba mewawancarai Al-Otaibi soal asal muasal foto itu.

Sementara itu, komplain sang fotografer melalui direct message (DM) kepada @americanbadu mempertanyakan, “Mengapa Anda mengambil foto saya dan mengatakan gambar itu dari Suriah? Tolong diralat.”

Inilah jawaban @americanbadu: “Mengapa tidak Anda biarkan saja klaim foto dari Suriah itu, dan Anda akan mendapat pahala dari Allah. Anda sungguh berlebihan.”

Tak berapa lama @americanbadu memang menghapus twitnya, namun kebohongan dan kerusakan yang ditimbulkanya sudah telanjur menyebar dan tak dapat kembali. Al-Otaibi mengatakan bahwa dia sangat kecewa dengan kejadian ini, yang disebutnya “tidak adil karena menggunakan foto orang lain untuk kepentingan propaganda sendiri.”

Sungguh sebuah pelajaran bagi kita untuk memastikan kebenaran segala sesuatu. “Plesetan” foto seperti ini bukan hanya sekali terjadi.  Hal serupa pernah terjadi dalam kasus Muslim Rohingya. Di masa teknologi internet yang memungkinkan penyebaran berita demikian cepat, memang seharusnya kita dapat membaca dan memilah dengan bijak. [Sumber: The Independent/haraldoornbos.wordpress.com]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *