Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 15 June 2019

Agama Bukan Sebab Munculnya Intoleransi: Indonesianis Hefner


islamindonesia.id– Agama Bukan Sebab Munculnya Intoleransi: Indonesianis Hefner

Indonesianis Robert William Hefner tidak setuju agama dijadikan sebab menguatnya intoleransi di Indonesia, khususnya pascareformasi 1998. Hal ini karena pada dasarnya fenomena ekspresi kebencian bertentangan dengan ajaran agama.

“Bagi saya ini bukan soal agama, bukan soal Islam atau Kristen,” kata Antropolog asal Universitas Boston Amerika Serikat ini seperti dikutip dari laman GanaIslamika.com, 8 Juni.

Jika agama tertentu dianggap sebagai akar masalah, fenomena ini hanya terjadi pada kalangan agama tertentu saja. “Tapi saya mohon maaf kepada teman-teman saya yang beragama Kristen dan Hindu. Kalau ke Manado dan Bali, kita pun menemukan laskar di sana.”

Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa masalah ini akibat kebebasan yang terlalu liberal. Menurut Hefner, tidak sesederhana itu kesimpulannya.

Alih-alih mengkambinghitamkan pengaruh agama, penulis buku Civil Islami ini menilai pengaruh sekuler justru yang menjadi akar masalah. Meningkatnya polarisasi akibat ekspresi kebencian lebih diakibatkan oleh nilai-nilai sekuler yang bertentangan dengan agama tapi kadang ditafsirkan sebagai hal agamais.

“Maka terlihatlah (seolah ada) kebencian Islam kepada Kristen, begitu juga sebaliknya. Padahal tidak demikian,” tegasnya. “Ini terjadi karena adanya politik yang melanggar sopan santun agama.”

Persoalan ini justru menceriminkan proses politik yang menggunakan bahasa agama untuk kepentingan yang bertetangan dengan agama.  Salah satu ciri dari proses itu adalah kembalinya individualisme.

“Memang ada sisi baiknya. Misalnya, saya adalah Kristen dan saya bertanggungjawab atas agama saya. Proses ini juga pernah terjadi ratusan tahun silam ketika naiknya protestanisme di Eropa Barat,”ujarnya.

Tapi di sisi lain, kata pria lulusan Universitas Michigan ini, ada juga orang-orang yang tidak begitu peduli pada ilmu agama yang benar-benar berakar pada khazanah keagamaan masing-masing, baik dalam tradisi Islam maupun Kristen. Orang-orang inilah yang mengendapankan tafsir mereka.

“Merekalah yang menilai hal ini yang harus diperjuangkan dibandingkan yang lain. Padahal ini hanyalah dampak dari persaingan politik yang intinya adalah sekuler, bukan agama,” katanya.

Pria yang akrab disapa Bob Hefner ini telah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak 1987. Ketika itu, ia memulai risetnya dalam bidang antropologi di pegunungan Tengger, Jawa Timur. 

Sedemikian akrabnya dengan Indonesia, Bob Hefner tidak hanya menguasai bahasa Indonesia tapi juga bahasa Jawa termasuk suku Tengger. Hingga usia ke-67 tahun, ia masih berkunjung ke Indonesia dalam rangka penelitian. 

Dari tangannya, ratusan karya ilmiah terbit dan dinikmati oleh banyak pembaca. Salah satu karya monumentalnya ialah Civil Islam, sebuah buku tentang muslim dan demokratisasi di Indonesia. []

YS/IslamIndonesia/ Foto: Gana Islamika

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *