Satu Islam Untuk Semua

Friday, 05 June 2015

A.R. Baswedan, Pahlawan yang Terlupakan


Di sela-sela kesibukan sebagai seorang Menteri, Anies Baswedan menyempatkan diri hadir pada launching dan diskusi buku “AR Baswedan dan Budaya Keindonesiaan” dalam Festival Islam Cinta. Ia mengungkapkan pengalaman hidup bersama kakeknya di hadapan ratusan peserta di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 3 Juni 2015.

A.R. Baswedan merupakan salah satu tokoh pergerakan Indonesia peranakan Arab yang luput dari perbincangan sejarah.

“Saya mengetahui apa yang kakek kerjakan justru setelah beliau wafat, ” ungkapnya.

Sebagai cucu dari pemikir dan pahlawan kemerdekaan, Anies memiliki kenangan berjumpa dengan tokoh-tokoh besar.

“Saya sering diajak kakek ke suatu rumah yang terbuat dari gedek, ternyata orang tua yang berada di sana adalah Romo Mangun Wijaya. Saya menyadari siapa kawan yang sering berdiskusi dengan kakek setelah beranjak dewasa, seperti WS. Rendra, Abdurrahman Wahid, Syafi’i Maarif dan tokoh besar lainnya,” kenang Anies.

Mantan wakil Menteri Penerangan itu memiliki kebiasaan merekam pembicaraan saat berdiskusi.

“Kakek saya akan merekam setiap pembicaraan dengan tape recorder, terutama saat berdiskusi. Bayangkan bila kita merekam, maka kita akan mengatakan apa yang telah kita pikirkan, tanpa kesia-siaan. Saya merekomendasikan agar sejarawan meneliti kaset-kaset peninggalan almarhum,” ucapnya.

Selain itu, ia juga aktif menulis artikel di beberapa media, seperti Suara Merdeka. Salah satu anggota dewan konstituante itu juga acap kali menulis surat kepada kawan-kawannya.

“Ia pernah menulis surat kepada istri Rendra, yang salah satu penggalannya untuk menjaga suaminya agar konsisten menjadi pemberontak,” cerita Anies dengan antusias.

Anies mengingatkan kepada generasi muda untuk mempelajari tipologi perintis kemerdekaan. “Kita harus berkaca pada mereka yang senantiasa memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk negeri ini. Mereka juga menghibahkan hidup agar merah-putih bisa berkibar. Saya yakin, kala kita mempelajari jejak hidup mereka, maka kita akan merasakan denyut para pejuang,” ucap Anies dengan semangat membara.

Anies juga mengungkapkan bahwa generasi awal merupakan generasi yang bisa membedakan antara lawan dan musuh.

“Meskipun Baswedan, Natsir, Kasimo, Faranseda dan lainnya acap kali berdebat saat bertukar pikiran, tapi mereka tetap satu tujuan dalam pengabdian terhadap negeri. Mereka sungguh bisa membedakan mana lawan dan musuh; seharusnya kita menganggap kawan adalah lawan, bukan musuh,” tutur Anies.

Ia juga terkesan dengan pribadi kakeknya sebagai seorang yang menjunjung kerendahan hati.

“Saya tidak menemukan ada seorang tokoh besar bertandang ke rumah para intelektual muda. Dengan kerendahan hatinya, ia menyemangati generasi muda untuk tetap semangat berjuang. Bukan didatangi, tapi ia mendatangi. Ini merupakan contoh yang patut kita teladani. Selain itu, tak seorang pun di sepanjang jalan tidak mengenal beliau karena selalu mengajak bicara, bahkan berdiskusi, dengan siapa pun,” ungkap Anies dengan mata berbinar-binar.

Adapun tiga hal yang menggambarkan sosoknya di mata Anies, antara lain kesederhanaan, integritas, dan keberanian.

Hadir pula Putut Widjanarko dan Didi Kwartanada sebagai narasumber yang membedah buku secara komprehensif.

“A.R. Baswedan merupaka salah satu dari 60 bapak bangsa yang berkontribusi pada BUPK, serta sebagai anggota Parlemen dan Dewan Konstituante,” ungkap Didi, senada dengan Putut.

Ia juga merupakan wakil komunitas Arab yang tidak mempersoalkan perbedaan antara Sayyid dan non-Sayyid.

“Ia merupakan tokoh peranakan Arab yang berpandangan bahwa Hadramaut sebagai asal yang menjadi warga negara Indonesia. A.R. Baswedan menunjukkan politiknya melalui sikap, salah satunya dengan memakai blankon dan peci,” papar Didi.

Para peneliti mengungkapkan bahwa A.R. Baswedan merupakan tokoh nasionalis Arab yang paling representatif.

“Ia mendirikan Persatuan Arab Indonesia yang menekankan pada kecintaan terhadap Indonesia, tanpa menanggalkan idenitas ke-Arab-an. Tak hanya terjun ke dunia politik, ia juga berkecimpung di bidang sastra, pemikiran, dan jurnalistik,” ucap Putut.

Acara tersebut dibuka dengan penampilan Tari Saman oleh Ratu Jaro Muamalat pada pukul 13.00 WIB, serta ditutup dengan band Simfoni yang mayoritas personilnya merupakan pemain film produksi Mizan.

Festival Cinta ini dimulai sejak pukul 08.30 WIB yang dibuka oleh Dede Rosyada selaku tuan rumah dan Alwi Shihab sebagai perwakilan deklarator.

Hadir pula Mahfud MD, Komarudin Hidayat, Irfan, dan Zaskia Adya Mecca pada Seminar Islam Cinta dengan tema “Memeluk Islam Cinta, Membendung Radikalisme” pada pukul 09.00 WIB.

Kemudian, pada pukul 10.30 WIB diselenggarakan Talkshow Islam Cinta, “Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan” bersama Ahmad Syafi’i Maarif dan Garin Nugroho.

(Zainab/ Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *