Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 20 June 2012

39 Persen Orang Indonesia Kecanduan Kerja


JAKARTA– Dua per lima atau 39% pekerja Indonesia kecanduan kerja (workaholic) karena masih bekerja di saat libur. Mereka tidak benar-benar santai pada saat liburan dan tetap meluangkan 3 jam setiap hari untuk bekerja ketimbang santai di tepi kolam renang atau menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman. 

Mereka yang tidak dapat berhenti bekerja adalah kalangan minoritas hard-core, pecandu kerja yang serius. 27% dari mereka akan bekerja lebih dari tiga jam setiap hari saat liburan, mengabaikan orang-orang terkasih demi memenuhi kecanduan bekerja mereka. 

Tidak hanya itu, berdasar survei terbaru dari Regus terhadap 16.000 responden dari 80 negara, pekerja Indonesia banyak yang tidak dapat melepaskan smartphone dan netbook. Lebih dari 55% mengakui bahwa mereka akan tetap bekerja seperti biasa saat berjemur, walaupun agak dikurangi. 

Regional Vicce Presiden SEA and Pacific William WIllem beralasan perkembangan-perkembangan di bidang teknologi membuat para pekerja selalu terhubung dan godaan untuk mengecek email dan menyelesaikan tugas yang terkait dari situ menjadi lebih mudah.

“Dengan smartphone, netbook dan koneksi internet yang tersedia di mana-mana, menjadi sangat sulit untuk benar-benar putus koneksi, tetapi bersantai dan meluangkan waktu untuk beristirahat, keluarga dan teman-teman merupakan hal yang sangat penting untuk tetap hidup sehat,” ujar dia seperti dikutip dari siaran pers, Senin (18/6). 

William menambahkan perusahaan perlu untuk segera mencari jalan yang meningkatkan efisiensi dan produktivitas untuk mencegah staf membawa pekerjaan di waktu pribadi mereka jika mereka ingin memastikan bahwa staf tetap bahagia, sehat dan produktif. 

“Dengan memperkenalkan lebih banyak fleksibilitas dan memungkinkan pekerja untuk mengurangi waktu perjalanan dan bekerja lebih dekat dengan rumah, para perusahaan dapat menjadi lebih efisien dan memungkinkan para pekerja untuk benar-benar memutuskan hubungan saat mereka pergi berlibur,” tandasnya. 

Sementara itu, Senior Vice President Stewart & Co Martin Schwarz berpendapat mengambil cuti tidak hanya penting untuk memperkuat ikatan dan beristirahat, tetapi juga dapat membedakan antara pekerja yang sehat dengan yang terlalu lelah. 

“Hasil laporan menunjukkan bahwa pikiran yang stres merupakan tempat yang subur untuk berkembang biaknya perasaan cemas yang tidak sehat, karena itu penting bagi para profesional untuk bersantai sekali-kali dan benar-benar lepas dari urusan kantor,” ujar Martin. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *