Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 22 January 2019

3 Alasan Dakwah Buya Hamka Sangat Peduli pada Akhlak


Islamindonesia.id – 3 Alasan Dakwah Buya Hamka Sangat Peduli pada Akhlak

 

 

Penulis Tafsir Al Azhar, Buya Hamka, telah meninggalkan dunia ini 37 tahun lalu. Namun jejaknya tak luntur dihempas waktu. 

Hingga kini, karya-karya ulama kelahiran Tanjung Raya Sumatera Barat ini menarik perhatian para peniliti dan peminat studi keislaman. Peneliti Unversitas Paramadina, Husain Heriyanto, misalnya, menemukan benang merah yang sangat menonjol setelah menyelami berbagai karya Buya.  

“Kalau kita simak berbagai ceramah, kuliah subuh hingga karya tulis beliau, benang merah yang paling mencolok ialah Buya sangat peduli pada pembangunan karakter atau akhlak,” kata Husain dalam kajian Belajar Mengasah Budi pada Buya Hamka di kanal Youtube Pesantren Tasawuf Virtual al Wala. 

Setidaknya, tiga dasar Buya Hamka mencurahkan perhatiannya sangat besar pada akhlak.  Tiga dasar ini, kata Husain,  tercermin dalam karya tulis Buya seperti Falsafah Hidup, Lembaga Budi dan Tasawuf Modern.

Pertama, Buya memandang akhlak merupakan ajaran inti dalam Islam. Pandangan ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad yang mengatakan dirinya diutus hanya semata-mata untuk menyempurnakan akhlak. 

Di lain riwayat, Nabi Muhammad juga pernah ditanya “Apa itu al-din (agama)?” Kemudian Nabi menjawabnya, “Husnul khulq” atau akhlak yang baik. Bahkan, dalam Al-Qur’an, Tuhan memberikan pujian kepada Nabi Muhammad karena kemuliaan akhlaknya.

Alasan kedua, Buya memiliki persepsi sangat tinggi tentang manusia. Falsafah ini menunjukkan sisi humanis Buya.  

Pada karyanya Lembaga Budi, Buya mengatakan, hidup berbudi itu tujuan kita sebagai manusia. Di sisi lain ia juga pernah menulis, “Kalau hidup sekedar hidup, babi hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja.”

Berdasarkan falsafah ini, menurut Husain, Buya ingin menjelaskan bahwa manusia memiliki kedudukan sangat tinggi dibandingkan makhluk lain seperti hewan. Manusia lebih mulia dari hewan kerena tindakannya berdasarkan nilai moral. Manusia memang memiliki hawa nafsu, namun ia tidak bertindak semata-mata karena kepentingan jasmani. 

Alasan berikutnya,  sebagai ulama yang juga sejarawan, Buya memperhatikan perjalanan sejarah umat Islam. Menurut Buya, kejayaan perdaban Islam dipengaruhi oleh kondisi moral umatnya. “Kehancuran muslimin karena merosotnya budi,” kata Husain yang mengutip pernyataan Buya.

Alasan ketiga ini juga tergambar dalam pantun-pantun yang dikutip oleh Buya dalam bukunya. Di antaranya:  

Tegak rumah karena sendi

Runtuh sendi rumah binasa

Sendi bangsa ialah budi

Runtuh budi runtuhlah bangsa 

Profil singkat

Hamka merupakan nama pena dari Abdul Malik Karim Amrullah. Karena itulah, ulama kelahiran Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya 17 Februari 1908 ini karib disapa Buya Hamka.

Dengan karya-karyanya, ia juga dikenal sebagai  sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.

Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

 

 

YS/Islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *