Satu Islam Untuk Semua

Monday, 18 July 2016

SOROTAN—AS Rilis “28 Pages”, Ungkap Bandar di Balik Serangan 9/11


IslamIndonesia.id—AS Rilis “28 Pages”, Ungkap Bandar di Balik Serangan 9/11

 

Banyak kalangan menyambut baik keputusan resmi AS pada Jumat (15/7/2016) waktu setempat untuk merilis 28 halaman dokumen penting berkategori “deklasifikasi”. Dokumen rahasia yang dikenal sebagai “28 Pages” itu merupakan bagian tak terpisah dari total 838 halaman laporan akhir hasil investigasi Senat AS, terkait serangan 9 September (9/11), 14 tahun silam.

Menanggapi rencana pengungkapan hasil investigasi Komite Intelijen Senat AS dibantu FBI dan CIA tahun 2002 tersebut, publik AS—terutama para anggota keluarga korban runtuhnya gedung WTC itu berharap dapat segera mengetahui fakta sebenarnya terkait misteri hari naas September Kelabu yang selama 15 tahun terakhir telah dengan sengaja disimpan rapi oleh pemerintah AS sejak era kepemimpinan George W Bush dengan alasan demi kepentingan menjaga Keamanan Nasional itu.

Jerry Goldman, pengacara yang mewakili keluarga korban dan selama ini berusaha menuntut Arab Saudi, menilai keputusan rilis “28 Pages” ini sebagai berita bagus.

“Para anggota keluarga korban, seperti halnya juga warga Amerika lainnya tentu senang. Karena informasi yang disembunyikan selama lebih dari satu dekade itu akhirnya dibuka,” katanya.

Di tengah kabut misteri 9/11 yang masih gelap, salah satu hal yang paling menjadi sorotan adalah belum terangnya jawaban atas pertanyaan besar yang selama ini menggantung dan tak pernah tuntas diklarifikasi pihak berwenang AS: apa sebenarnya peran penting yang dimainkan pemerintah Arab Saudi dalam peristiwa paling menghebohkan dunia pada 2001 silam itu? Benarkah negara kerajaan yang merupakan sekutu dekat negeri Paman Sam itu merupakan salah satu broker di balik “serangan teroris” yang kemudian dijadikan Bush sebagai justifikasi untuk bercokol di Irak kala itu?

Jika tidak, untuk apa AS hingga lebih dari satu dekade—sejak era Bush sampai era Obama berkeras menyimpan, khususnya 28 halaman hasil nvestigasi yang di dalamnya konon memuat indikasi kuat keterlibatan beberapa petinggi intelijen kerajaan petro dollar itu. Tak terkecuali Pangeran Bandar bin Sultan, anggota keluarga kerajaan yang menjabat Duta Besar Arab Saudi untuk AS sejak tahun 1983-2005. Benarkah sang Pangeran terlibat perencanaan dan pembiayaan serangan teror yang melibatkan 15 orang warganegara Arab Saudi tersebut?

Sementara itu, berdasarkan banyak temuan mencengangkan yang diperoleh tim independen Gerakan Pencari Kebenaran 9/11 yang digalang publik AS, masih banyak pertanyaan mendasar lain yang selama ini beredar luas dan perlu mendapatkan perhatian.

Beberapa pertanyaan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

Benarkah rilis 28 halaman itu sekadar untuk mengalihkan perhatian publik terkait kecurigaan adanya keterlibatan Israel dan pemerintah AS sendiri dalam peristiwa itu?

Jika isi dokumen 28 halaman itu tidak memuat hal-hal sensitif semacam itu, untuk apa berkas tersebut sampai harus disimpan di ruang bawah tanah gedung Capitol selama 15 tahun dengan penjagaan super ketat?

Inikah sebentuk upaya serius pemerintah AS untuk mencegah terkuaknya konspirasi dan kolusi tiga serangkai AS-Arab Saudi-Israel dalam tragedi runtuhnya WTC yang menewaskan ribuan orang tersebut?

Untuk apa dokumen 28 halaman itu, setelah lewat satu dasawarsa dan atas perintah Obama, dinyatakan tetap wajib diedit terlebih dahulu sebelum akhirnya dirilis pasca kian meningkatnya tekanan publik dan makin kerasnya ultimatum Kongres?

Lalu apa maksud dari pernyataan Senator Partai Republik asal Kentucky, Thomas Massie yang mengatakan bahwa pasti akan ada kemarahan, frustrasi, dan rasa malu ketika 28 halaman tersebut akhirnya dirilis?

Sementara itu, mantan Wakil Ketua Panel Bipartisan, Bob Graham yang pernah turut memimpin penyelidikan, dan beberapa Senator lainnya, dengan tegas telah mengkonfirmasi adanya dugaan kuat bahwa isi dokumen 28 halaman tersebut bakal “menampar wajah” Arab Saudi.

Ditanya apakah langkah yang diambil pemerintah AS kemungkinan akan berpengaruh pada hubungan diplomatik kedua negara, Bob menyatakan bahwa dampak negatifnya pasti ada. Namun pihaknya tetap bersikeras bahwa hal itu harus ditempuh pemerintahan Obama demi menghormati kepentingan publik AS sekaligus untuk memenuhi janji kampanyenya dalam pilpres beberapa tahun lalu.

Bob juga menggarisbawahi bahwa pertanyaan terpenting yang belum terjawab tentang 9/11 menurutnya adalah: apakah 19 orang teroris tersebut melakukan plot jahat itu atas kemauan mereka sendiri, atau mereka sebenarnya mendapat dukungan dan arahan dari pihak lain, baik dari petinggi intelijen secara pribadi maupun aparat lain yang bertugas atas nama negara.

Tahun 2015 lalu, Bob juga mengungkap alasan di balik keengganan pemerintah AS merilis isi dokumen 28 halaman tersebut karena tidak ingin publik tahu bahwa Arab Saudi telah terlibat membiayai serangan 9/11, karena faktanya pada saat yang sama, negara Kerajaan itu juga memberikan miliaran dolar bantuan militer terhadap AS, dan begitu juga sebaliknya.

Jadi, meskipun dokumen 28 halaman itu telah “dikubur” lebih dari satu dekade atas permintaan mantan Presiden George W Bush yang beralasan bahwa rilis bagian itu dapat membocorkan metode dan sumber intelijen. Namun di balik itu, diyakini dokumen tersebut tak dibocorkan semata untuk menjaga hubungan diplomatik antara AS dengan Arab Saudi.

Meski mengaku gembira, Bob menyatakan bahwa dokumen 28 halaman yang akan dibongkar ke publik ini tak lebih hanya “busa dari sebotol anggur”. Hal itu menurutnya tak akan mengungkap tuntas kebenaran sesungguhnya dari peristiwa serangan teror 9/11. Meski demikian, Bob berharap “sisa anggurnya” suatu saat bakal ikut keluar.

Hal senada juga disampaikan Derrick Broze, seorang jurnalis investigatif yang selama ini konsen mendukung Gerakan Pencari Kebenaran 9/11. Penulis buku Menemukan Kebebasan di Era Kebingungan itu menyebutkan, fakta bahwa 28 halaman tersebut akan dirilis memang patut dirayakan, tetapi tidak harus menyebabkan Gerakan Pencari Kebenaran 9/11 untuk diam, beristirahat sejenak dan berpangku tangan. Menurutnya, justru inilah kesempatan besar untuk lebih giat mengungkap jawaban atas banyak pertanyaan seputar serangan.

“Setelah ini semua,” kata Derrick, “bahkan jika Saudi terlibat, tetap saja tidak menjelaskan bagaimana bangunan bisa ambruk dengan kecepatan jatuh bebas seperti itu, atau bagaimana dan mengapa gedung WTC 7 ikut ambruk meski tak ditabrak pesawat?”

Karena itulah Derrick mengajak semua pihak agar tetap waspada dan terus mencari kebenaran.

Selain Bob dan Derrick, ada juga Tim Roemer dari Komisi Penyelidikan 9/11 Kongres yang mengaku telah membaca 28 halaman dokumen tersebut sebanyak tiga kali dan menemukan bahwa di dalamnya terdapat petunjuk, dugaan, keterangan saksi, dan bukti tentang para pembajak. Salah satu di antaranya terkait dengan siapa mereka bertemu dan berinteraksi sebelum beraksi.

Mengenai isi dokumen 28 halaman tersebut, Roemer mengatakan banyak pertanyaan terkait peran Fahad al-Thumairy, seorang pejabat di konsulat Saudi di Los Angeles. Al-Thumairy inilah yang diduga kuat telah membantu dua pembajak mendapat tempat tinggal dan transportasi setelah mereka tiba di Southern California kala itu. Itu sebabnya, Al Thumairy kemudian dilarang masuk ke Amerika Serikat pada bulan Mei 2003 setelah Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa dia mungkin terlibat dalam kegiatan teroris.

Roemer juga mengungkap lebih banyak tentang sosok bernama Omar al Bayoumi, yang diduga kuat sebagai agen intelijen Saudi dan diduga telah membantu memuluskan aksi para teroris.

Laporan mengisyaratkan kedekatan Omar al Bayoumi dengan Bandar melalui keterlibatan intens yang bersangkutan dalam beberapa wadah institusi, baik perusahaan AS yang terikat kerjasama dengan Departemen Pertahanan Arab Saudi, maupun badan-badan amal berbasis di AS. Salah satunya, Majelis Islam Amerika Utara, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk penyebaran fundamentalisme Salafi di seluruh dunia, yang Bandar merupakan salah seorang donatur tetapnya.

Tak heran bila sebagian pihak menduga kuat bahwa Omar merupakan perwira intelijen Saudi binaan Bandar yang menjadi penghubung Pangeran Arab Saudi tersebut dengan para eksekutor lapangan dalam aksi-aksi mereka. Meski demikian, sudah menjadi rahasia umum selama ini bahwa Bandar memiliki kedekatan khusus dengan para elit penguasa AS. Boleh jadi, itulah salah satu faktor yang membuat AS tampak maju-mundur dalam rencana perilisan dokumen rahasia “28 Pages” yang di dalamnya memuat keterlibatan Pangeran Arab Saudi tersebut.

Seolah enggan menyebut keterlibatan langsung pemerintah Arab Saudi dalam peristiwa 9/11, Roemer menambahkan bahwa itu tak berarti sekutu dekat AS itu telah berstatus sepenuhnya bebas sebagai “tertuduh”. Apalagi negara itu sampai saat ini sudah dikenal merupakan lahan subur bagi penggalangan dana aksi-aksi teror, baik untuk kelompok Al Qaidah yang pernah dipimpin Osama bin Laden maupun kelompok-kelompok militan lain serupa ISIS yang berpaham Salafi Wahabi.

Meski demikian, Roemer tetap menekankan bahwa semua isi dokumen itu mesti dianggap sebagai petunjuk awal bagi aparat terkait untuk melakukan penyelidikan intensif lebih lanjut. Dengan kata lain, tidak serta-merta mengkonfirmasi keterlibatan langsung pemerintah Arab Saudi dalam aksi teror 9/11 tersebut.

Pertanyaannya:

Apakah sikap lunak Roemer ini dapat ditafsirkan mewakili kebijakan atau suara mayoritas pemerintah AS saat ini?

Inikah buah keberhasilan diplomasi Arab Saudi pasca lawatan Obama ke istana Raja Salman belum lama ini?

 

EH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *