Satu Islam Untuk Semua

Monday, 13 November 2017

ANALISIS – Peta Konflik Saudi dan Iran di Timur Tengah (Bagian 1)


islamindonesia.id –ANALISISPeta Konflik Saudi dan Iran di Timur Tengah (Bagian 1)

 

Eskalasi ketegangan antara Pemerintah Arab Saudi dan Republik Islam Iran terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya, perang proxy di Yaman dan Suriah, serangan rudal Yaman ke Riyadh, penyanderaan dan pengunduran Perdana Menteri Lebanon di Saudi, serta pernyataan-pernyataan di media yang memperkeruh suasana.

Sebenarnya, Saudi dan Iran telah lama mengalami pasang surut ketegangan. Walau demikian, keduanya belum pernah terlibat perang secara konfrontasi. Menurut laporan BBC, konflik menjadi rumit ketika kedua negara saling berebut pengaruh di kawasan Timur Tengah. Sedemikian, konflik keduanya melibatkan negara lain di sekitarnya.

Situasi kian rumit, ketika dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Rusia, turut bermain di kawasan ini. Untuk memahami gambaran besar apa yang sedang terjadi dibutuhkan pembedahan tentang negara-negara yang terlibat di dalam ketegangan tersebut.

Saudi

Saudi adalah negara kerajaan yang banyak situs penting bagi dunia Islam. Selain itu, Saudi merupakan salah satu negara kaya minyak.

Saudi khawatir dengan dominasi rivalnya, Iran, di Timur Tengah. Dengan kekhawatiran ini, Saudi pun membuat perlawanan terhadap kekuatan Iran yang kini dinilai kian mempengaruhi Kawasan. Perlawanan Saudi tidak sendiri. Setidaknya Kerajaan ini didukung oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang juga terlihat kesulitan membendung pengaruh Iran di Kawasan.

Putra Mahkota Raja Saudi, Muhammad bin Salman, – pemuda yang berpengaruh di Pemerintahan – telah melakukan serangan militer kepada tetangganya termisikin, Yaman. Ia berdalih ingin menumpas kelompok yang sebut sebagai pemberontak Houthi di  Yaman.  Pangeran ini juga menuding Iran telah memasok senjata ke Yaman untuk Houthi meski disangkal oleh otoritas Negeri Mulla itu.

Tentara Arab Saudi di perbatasan. Photo: Getty Images

Tentara Arab Saudi di perbatasan. Photo: Getty Images

Sementara di Suriah, Saudi justru mendukung pemberontak dan ingin menyingkirkan Presiden terpilih Bashar al-Assad. Meski ia menuding Assad pemimpin tidak demokratis, semua orang tahu Presiden Suriah itu merupakan sekutu penting Iran yang tidak disukai Saudi.

Saudi adalah salah satu negara kawasan yang memiliki perlengkapan militer terbaik. Saudi juga merupakan negara importir senjata terbesar di dunia di samping memiliki 220.000 tentara lebih.

Iran

Iran menjadi republik Islam pada tahun 1979. Saat itu monarki digulingkan dan para ulama memegang kendali politik di bawah pemimpin tertinggi Khomeini. Meski sempat dilanda perang delapan tahun oleh Irak dan sekutunya, Negara ini perlahan memiliki pengaruh luas di Kawasan. Setelah Khomeini wafat, kepemimpinan berada di tangan Ali Khamenei, ulama yang juga pemimpin militer Iran tertinggi.

Kekuatan Iran di kawasan dapat dilihat dalam keberhasilannya – bersama Rusia dan sekutunya – membersihkan Suriah dan Irak dari kelompok teroris ISIS.  Korps Elit Pengawal Revolusi Islam (IRGC) berperan penting dalam operasi pembebasan ISIS di Kawasan.

Pasukan Elit Iran, IRGC- Islamic Revolutionary Guards Corps. Photo: Getty Images

Pasukan Elit Iran, IRGC- Islamic Revolutionary Guards Corps. Photo: Getty Images

Kini ketegangan Iran dan Saudi kembali tercium di Lebanon menyusul mundurnya Saad Hariri sebagai Perdana Menteri Lebanon. Apalagi, organisasi afiliasi Iran di Lebanon Hizbullah memiliki pengaruh parlemen dan akar rumput meski tidak memegang tampuk kekuasaan tertinggi Pemerintahan.

Selain dikabarkan memiliki sistem pertahanan rudal canggih di kawasan, Iran memiliki lebih daripada  530.000 personil militer yang mencakup tentara reguler dan IRGC.

Amerika Serikat

Hubungan AS-Iran dalam beberapa dasawarsa terakhir selalu mengalami ketegangan. Peristiwa penting yang mempengaruhi hubungan mereka di antaranya penggulingan perdana menteri Iran yang disutradarai oleh agen intelijen Amerika CIA pada tahun 1953; revolusi di Iran pada tahun 1979; penahanan sandera di kedutaan AS di Tehran pada tahun 1980-an; dan pada medio tahun 2000-an yang berlangsung hingga sekarang, yaitu kepemilikan nuklir Iran.

Saudi, di sisi lain, selalu menjadi sekutu AS, meskipun hubungan mereka sempat menegang di bawah pemerintahan Barack Obama yang melunak terhadap Iran.

Amerika Serikat sudah sejak lama selalu menjadi sekutu Arab Saudi. Photo: Getty Images

Amerika Serikat sudah sejak lama selalu menjadi sekutu Arab Saudi. Photo: Getty Images

Sementara itu Presiden Trump bersumpah untuk mengambil kebijakan keras terhadap Iran – dan dia telah menggugurkan kesepakatan penting mengenai nuklir Iran yang ditandatangani pada masa pemerintahan Obama.

Secara kontras, Gedung Putih dan Kerajaan Arab Saudi justru menunjukkan kemesraan, mereka saling menebarkan karpet merah.

Trump enggan mengaitkan terorisme dengan Saudi. Sementara di sisi lain, Presiden Paman Sam itu selalu menghubung-hubungkan Iran dengan terorisme. Karena itu, Saudi tidak termasuk ke dalam salah satu negara yang dilarang untuk melakukan perjalanan oleh AS.

Perjalanan pertama  Trump ke luar negeri setelah terpilih sebagai Presiden AS adalah ke Timur Tengah. Di sana, Sang Presiden bertemu dengan pemimpin Saudi dan Israel. Baik Saudi, Amerika maupun Israel memiliki keinginan bersama untuk membendung pengaruh Iran di kawasan.

 

 

Bersambung…..

 

PH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *