Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 17 September 2015

GEOPOLITIK – Kapak Saudi, Sapu Tangan Turki, Benteng Yaman


Siapa nyana hubungan militer Qatar dan Turki yang membeku seabad lalu, kini mencair bahkan berbuah kerjasama pertahanan di tengah menggeloranya Perang Yaman? Selang tiga bulan lepas kunjungan diplomatik Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani ke Turki, Desember 2014, Ankara menggolkan Perjanjian Kerjasama Militer Turki-Qatar pada 27 Maret lalu. Kedua negara menyepakati kerja sama intelijen dan militer serta penyebaran pasukan di wilayah masing-masing.

Kelompok oposisi utama Turki, Partai Rakyat Republik (CHP) mempertanyakan tujuan penyebaran pasukan Turki di Qatar dan menuding pemerintah Turki “mengirim tentara Turki ke Qatar untuk melatih dan melengkapi oposisi Suriah di Qatar.”

Tapi Komite Luar Negeri Turki membantah, dengan dalih perjanjian melatih dan mempersenjatai pemberontak (train-equip) antara Turki dan Amerika Serikat tak ada hubungan sama sekali dengan perjanjian militer Turki dan Qatar. Perjanjian dengan Qatar hanya memungkinkan kedua belah pihak mengirim personel militer ke masing-masing negara.

Bagi Qatar, perjanjian militer dengan Turki ini bak perisai yang akan menghalangi pengaruh Iran dan Cina di Teluk, serta menumpulkan efek negatif dari “perbaikan hubungan” Amerika-Iran. Selain itu, kerjasama militer dengan Turki akan memudahkan Qatar memacu kapasitas industri pertahanan, memperkeras ritme pelatihan tentara, mengurangi ketergantungan militer pada Amerika, dan bahkan mengembangkan kerjasama lebih intens dengan NATO, tentunya, via Turki.

Nah kini, enam bulan setelah meneken perjanjian militer dengan Turki, Qatar menyambut seruan Saudi dan secara resmi terjun dalam pusaran perang Yaman, dengan mengirim 1.000 orang pasukan darat pada Senin pekan lalu. Pasukan ini didukung 200 kendaraan lapis baja dan 30 helikopter serbu Apache buatan Amerika.

Seorang analis politik Lebanon, Nasser Kandil, berpendapat Saudi sengaja menyeret Qatar ke Yaman dalam rangka menekan Uni Emirat Arab agar tetap konsisten melawan gerakan al-Houtsi dan Ikhwanul Muslimin di Yaman. Bagi Saudi dan Emirat, Ikhwanul Muslimin adalah eksistensi yang mengancam keberadaan kedua negara. Tak heran jika Emirat segera mengamini ajakan Saudi untuk berperang di Yaman. Apalagi setelah Saudi berjanji menyerahkan Yaman pada Emirat jika perang berakhir; sebuah peluang yang bakal memotong tangan Ikhwanul Muslimin di Yaman.

Di sisi lain, menurut Kandil, kecaman dan tekanan dalam negeri merapuhkan tekad pemerintah Emirat untuk bertempur habis-habisan di Yaman. Menyikapi ini, Saudi segera mengirim sinyal pada Qatar untuk masuk ke Yaman via wilayah Saudi. Saudi sendiri sadar bahwa kehadiran Qatar di Yaman bisa menyuburkan akar Ikhwanul Muslimin. Karena itu, Saudi tak benar-benar serius memberi peluang pada Qatar untuk meneguhkan eksistensi di Yaman. Kehadiran Qatar membuat Emirat berpikir dua kali untuk keluar dari pusaran perang Yaman.

Bagimana dengan Gerakan Ansharallah yang biasa disebut dengan Houtsi? Menurut Kandil, koalisi pimpinan Saudi terkaget-kaget pada kemampuan dan perlawanan Tentara Nasional Yaman dan gerakan rakyat Ansharallah. Rudal tenteng Kornet yang digunakan Ansharallah dalam serangan beberapa bulan terakhir menunjukkan Ansharallah mampu menjaga suplai senjatanya. Perang gerilya Ansharallah juga cukup ampuh, katanya. Dengan pura-pura mundur dari selatan Yaman, Ansharallah membuat pasukan musuh berkumpul di satu tempat, lalu menyerang mereka dengan rudal balistik. Setelah pasukan pimpinan Saudi kocar-kacir dalam serangan terakhir di Safer, kabarnya menewaskan 300 orang serdadu dari berbagai negara, Ansharallah menyergap mereka dengan taktik serang-lari (hit and run).

Lalu apa hubungannya dengan kerjasama Qatar-Turki? Masih menurut Kandil, prospek kerjasama ini tak akan mulus. Era dominasi Partai Keadilan Pembangunan (AKP) di Turki sudah berakhir. Jajak pendapat terbaru di Turki menunjukkan dukungan untuk partai ini merosot 5 persen dari total 41 persen yang diperoleh dalam pemilu Juni lalu. Erdogan dan AKP terpaksa membentuk pemerintahan koalisi dengan satu partai politik di Turki. Pemerintahan koalisi ini, menurut Kandil, bakal  mengurangi gerak Turki di tataran internasional dan perannya—kalau tak mau disebut campur tangan—dalam urusan negara lain. Saat yang sama, kondisi ini bakal membuat Qatar, teman terbaik Turki di Timur Tengah, tak bisa aktif mendukung Ikhwanul Muslimin di Yaman, yang berarti akan melemahkan semua blok pasukan koalisi Saudi di Yaman.

Tapi, ini adalah kabar baik bagi blok lawan mereka, yakni kelompok revolusioner Ansharullah yang de facto berkuasa atas Yaman. Dan puncaknya, nasib gerakan rakyat di Yaman akan mengikuti hukum sosial yang baku: rakyat bersatu tak bisa dikalahkan, tak peduli siapapun penyerangnya.

Nisa/IslamIndonesia

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *