Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 22 June 2016

FIKIH–Hal-hal yang Wajib Dihindari Orang yang Berpuasa Menurut Pelbagai Mazhab


IslamIndonesia.id – FIKIH–Hal-hal yang Wajib Dihindari Orang yang Berpuasa Menurut Pelbagai Mazhab

Makan dan Minum

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa makan dan minum yang dilakukan dengan sengaja dapat membatalkan puasa, dan orang yang melakukannya wajib meng-qadha puasa. Namun, mereka berbeda pendapat tentang apakah dia juga wajib membayar kafarah ataukah tidak.

Menurut mazhab Hanafi, Maliki, Ja’fari dan Al-Tsauri, wajib membayar kafarah.

Sedangkan menurut mazhab Syafi’i, Hanbali dan Al-Zhahiri, tidak wajib membayar kafarah, karena kafarah khusus untuk seorang yang membatalkan puasa dengan bersetubuh.

Sementara jika seseorang makan atau minum karena lupa, maka seluruh ahli fikih sepakat puasanya tetap sah dan tidak wajib meng-qadha maupun membayar kafarah. Hanya Imam Malik yang tetap mewajibkan meng-qadha puasa saja.

Menurut Imam Nawawi, tidak dibedakan antara orang yang sering lupa atau tidak. Sedangkan menurut Al-Rafi’i, jika hal tersebut dilakukan oleh orang yang sering lupa, maka puasanya tetap batal.

Bersetubuh dengan sengaja

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa suami istri bersetubuh dengan sengaja dapat membatalkan puasa, dan yang melakukannya wajib meng-qadha puasanya serta membayar kafarah.

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa kafarah orang yang bersetubuh dengan istrinya di bulan Ramadhan pada siang hari adalah memerdekakan budak atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin. Namun mereka berbeda pendapat tentang apakah dapat memilih salah satu di antara ketiganya ataukah harus dilakukan secara berurutan.

Menurut mazhab Syafi’i, Hanbali, dan Hanafi, harus dilakukan secara berurutan. Yakni, pertama kali harus dengan memerdekakan budak, bila tidak mampu, dengan berpuasa, bila sudah tidak mampu, maka dengan memberi makan.

Menurut mazhab Maliki dan Ja’fari, seorang mukallaf dibolehkan untuk memilih salah satu di antara ketiga kafarah tersebut, yakni memerdekakan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin. Namun Imam Malik berpendapat, disunahkan untuk memilih memberi makan ketimbang membebaskan budak dan puasa, sebagaimana dikutip oleh Ibnu al-Qasim.

Pendapat pertama terkadang meng-qiyas kepada kafarah zhihar dan terkadang dengan kafarah yamin (sumpah). Tetapi mazhab Ja’fari mewajibkan untuk menggabung kedua kafarah tersebut (berpuasa dan memberi makan), jika dia membatalkan puasa karena melakukan hal-hal yang haram, seperti berzina, minum minuman keras, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan hadis-hadis yang diriwayatkan melalui jalur mereka.

Pendapat kedua berdasarkan dalil yang diriwayatkan Malik bahwa seorang pria telah berbuka (membatalkan puasa) di bulan Ramadhan, lalu Nabi Saw memerintahkan kepadanya membebaskan budak atau berpuasa selama dua bulan secara berturut-turut atau memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin.

Para ahli fikih berbeda pendapat tentang seseorang yang berpuasa lalu bersetubuh dengan istrinya karena lupa; apakah juga wajib meng-qadha puasanya dan membayar kafarah ataukah tidak.

Pertama, menurut mazhab Hanafi, Ja’fari, Syafi’i, Al-Auza’i dan Al-Tsauri, tidak wajib baginya untuk meng-qadha maupun membayar kafarah.

Pendapat ini mendasarkan sabda Rasulullah Saw yang bersifat umum,

رفع عن أمتي الخطأ و النسيان وما استكرهوا

Ketentuan hukum dicabut dari umatku yang melakukan suatu perbuatan karena keliru, lupa dan dipaksa.

Begitu pula dengan riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda,

من نسي و هو صائم فأكل أو شرب فليتم صومه، فإنما أطعمه الله و سقاه

Barangsiapa lupa bahwa dirinya sedang berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka hendaknya dia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya dia telah diberi makan dan minum oleh Allah Swt.

Kedua, menurut mazhab Hanbali, wajib meng-qadha puasa dan membayar kafarah.

Pendapat ini mendasarkan dengan qiyas kepada orang yang lupa shalat diwajibkan untuk meng-qadha shalatnya. Sedangkan terkait kafarah adalah berdasarkan pada ketetapan dalam hadis yang bersifat umum bahwa orang yang tengah berpuasa di bulan Ramadhan dan bersetubuh dengan istrinya, maka wajib membayar kafarah.

Ketiga, menurut mazhab Maliki, wajib meng-qadha puasa namun tidak wajib membayar kafarah.

Pendapat ini meng-qiyas kepada orang yang lupa shalat diwajibkan meng-qadha shalatnya tanpa membayar kafarah.

Istimna’ (Onani)

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut mazhab Hanbali, keluar madzi saja sudah dapat merusak puasa. Maksudnya, madzi yang keluar lantaran melihat secara berulang kali sesuatu yang dapat membangkitkan hasrat seksual.

Tetapi para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum orang yang membatalkan puasanya dengan mengeluarkan mani, apakah diwajibkan meng-qadha dan membayar kafarah, atau tidak ada seusatu kewajiban atasnya, atau diwajibkan untuk meng-qadha puasanya saja.

Menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, dia hanya wajib meng-qadha puasa saja.

Sedangkan mayoritas ahli fikih mazhab Ja’fari mengatakan bahwa dia wajib meng-qadha puasanya sekaligus membayar kafarah.

Muntah dengan Sengaja

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Namun bila muntah tersebut terjadi dengan sendirinya dan tidak dapat ditahan serta bukan disengaja, maka tidak membatalkan puasa. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah Saw,

من ذرعه القيء و هو صائم فليس عليه قضاء، و من استقاء فليقض

Barangsiapa terpaksa muntah dalam keadaan berpuasa, maka dia wajib meng-qadha puasanya. Dan barangsiapa dengan sengaja membuat dirinya muntah, maka dia harus meng-qadha puasanya.

Namun demikian menurut mazhab Hanafi, orang yang muntah tidak membatalkan puasa kecuali jika muntahnya itu memenuhi mulut.

Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, muntah tidak membatalkan puasa meskipun dengan sengaja.

Sementara menurut ‘Atha dan Abu Tsaur, jika seseorang dengan sengaja membuat dirinya muntah, maka puasanya batal dan wajib meng-qadha puasanya serta membayar kafarah.

Berbekam

Para ahli fikih berbeda pendapat dalam masalah ini. Menurut mazhab Hanafi, berbekam tidak membatalkan puasa dan tidak pula makruh.

Sedangkan menurut mazhab Hanbali, Al-Zhahiri, Al-Auza’i dan Ishaq bin Rahawaih, berbekam dapat membatalkan puasa dan wajib menahan diri darinya.

Menurut mazhab Maliki, Ja’fari, Syafi’i dan Al-Tsauri, berbekam bukan termasuk perkara yang membatalkan puasa, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa melakukannya.

Memasukkan Benda Cair ke dalam Dubur

Seluruh ahli fikih sepakat bahwa memasukkan benda cair ke dalam dubur dapat membatalkan puasa, dan yang melakukannya wajib meng-qadha puasanya. Bahkan sebagian ahli fikih mazhab Ja’fari mewajibkan membayar kafarah.

Debu tebal yang masuk ke kerongkongan

Bila ada debu tebal masuk ke kerongkongan dan kemudian masuk perut, seperti tepung dan semacamnya, maka hal itu dapat membatalkan puasa. Sebab, itu dapat lebih cepat masuk ke dalam tubuh kita daripada suntikan. Begitu pula dengan asap rokok yang biasa dihirup manusia. Sedangkan menurut mazhab-mazhab lain, tidak membatalkan puasa dan tidak pula wajib meng-qadha puasanya.

Bercelak

Menurut mazhab Maliki, bercelak di siang hari dapat membatalkan puasa, jika rasa celak itu sampai ke kerongkongannya.

Sedangkan menurut mazhab-mazhab yang lain tidak membatalkan puasa, karena mata bukanlah sebuah lubang (jalur makanan). Tetapi sebagian ahli fikih mazhab Ja’fari mengatakan bahwa itu makruh.

Membatalkan Niat Puasa

Para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum orang yang membatalkan niat puasa, tetapi tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Menurut mazhab Ja’fari dan Hanbali, itu dapat membatalkan puasa. Sedangkan menurut mazhab-mazhab lain, tidak dapat membatalkan puasa.

Menenggelamkan Seluruh Kepala ke dalam Air

Menurut Sayid Al-Murtadha, Ibnu Idris (mazhab Abu Aqil) dan beberapa mazhab lain, hal tersebut tidak membatalkan puasa serta tidak wajib meng-qadha puasa dan membayar kafarah.

Sedangkan mayoritas ahli fikih mazhab Ja’fari – selain Sayid Al-Murtadha di atas – mengatakan bahwa orang yang menenggelamkan seluruh kepala ke dalam air dapat membatalkan puasanya dan wajib meng-qadha puasanya serta membayar kafarah.

Sengaja tetap dalam Keadaan Junub hingga Terbit Fajar

Sebagian besar mazhab Islam menyatakan puasanya tetap sah dan tidak wajib meng-qadha puasa maupun membayar kafarah.

Sementara Ibrahim bin Al-Nakha’i, Urwah bin Zubair, dan Thawus mengatakan, jika hal itu dilakukan dengan sengaja, dapat membatalkan puasa.

Sedangkan menurut mazhab Ja’fari, orang yang pada bulan Ramadhan sengaja dalam keadaan junub sampai terbit fajar, membatalkan puasa, dan dia wajib meng-qadha puasanya serta membayar kafarah.

Dalil yang menjelaskan bahwa hal itu membatalkan puasa adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda,

من أصبح جنبا فلا صوم له
Barangsiapa memasuki waktu pagi (fajar) dalam keadaan junub, maka puasanya tidak sah.

Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa hal itu tidak membatalkan puasa adalah berdasarkan riwayat dari Siti Aisyah ra bahwa Rasulullah Saw pernah dalam keadaan junub sampai masuk waktu subuh, bukan karena mimpi, lalu beliau terus berpuasa.

Para ahli fikih juga sepakat bahwa orang yang junub di siang hari karena bermimpi, tidak batal puasanya.

Sengaja Berbohong kepada Allah dan Rasul-Nya

Menurut sebagian besar mazhab Islam, berbohong kepada Allah dan Rasul-Nya tidak membatalkan puasa.

Sedangkan menurut mazhab Ja’fari, orang yang sengaja berbohong kepada Allah dan Rasul-Nya, puasanya batal dan harus meng-qadha puasanya serta membayar kafarah. Bahkan sebagian ahli fikih mazhab mereka mewajibkan orang yang berbohong ini membayar kafarah secara keseluruhan, memerdekakan budak, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan memberi makan enam puluh orang fakir miskin.

One response to “FIKIH–Hal-hal yang Wajib Dihindari Orang yang Berpuasa Menurut Pelbagai Mazhab”

  1. hukumPuasa says:

    terima kasih sangat bermanfaat
    tentang muntah ketika puasa
    infonya menarik

Leave a Reply to hukumPuasa Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *