Satu Islam Untuk Semua

Monday, 22 September 2014

Jejak Berdarah Dinasti Saljuk


warofweekly.blogspot.com

“Kita keturunan Saljuk dan sisa-sisa kekaisaran Ustmani yang mulia…Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) adalah partai yang di dalamnya semangat kaum Saljuk dan Ustmani sangat kental…” Perdana Mentri, Racip Teyyep Erdogan begitu berbunga-bunga saat mengucapkannya, suatu hari di bulan Juli 2012 di hadapan jutaan pendukung yang mengelu-elukannya di Istanbul.

Dua bulan kemudian, ia kembali ‘bernyanyi’, “Kita sedang melangkah di jalan para leluhur penakluk kita yang bermula dari Sultan Alp Arslan sampai Sultan Mehmet Fatih, sang penakluk.”

Siapa sih Dinasti Saljuk yang begitu dibangga-banggakan Erdogan hingga ia merasa perlu memenuhkan gentong kepercayaan warganya bahwa mereka tengah meniti jalan para leluhur, sultan-sultan dari Dinasti Saljuk? 

Alkisah, lepas berkuasa selama 400 tahun, bintang Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad  mulai redup. Di akhir-akhir kekuasaannya, Dinasti Abbasiyah banyak mempekerjakan tentara profesional asal Turki – mungkin kalau ingin dicari padanannya, mereka ini seperti pasukan khusus Amerika yang sering dikirim ke wilayah-wilayah bergejolak. Posisi para tentara asal Turki ini makin hari makin kuat. Secara praktis, merekalah yang sebenarnya menjalankan roda pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Satu per satu wilayah yang sebelumnya berteduh di bawah payung kekuasaan Dinasti Abbasiyah mulai melepaskan diri, seperti Dinasti Thahiriyah di Khurasan, Dinasti Ghazwaniyah di Afgansitan dan Dinasti Saljuk di Turki.

Moyang Dinasti Saljuk bernama Saljuk bin Tukak. Ia sangat dihormati dan dipatuhi oleh suku Ghuzz. Bersama para pengikutnya, ia memasuki wilayah Islam dengan mendirikan pemukiman di kawasan Jand (wilayah Afganistan saat ini), dekat sungai Jaihun lepas memisahkan diri dari kerajaan Turki. Saat Dinasti Ghazwaniyah mengalahkan Dinasti Samaniyah, Saljuk bin Tukak sukses mengambil alih wilayah yang sebelumnya dikuasai Dinasti Samaniyah.

Jatah hidup Saljuk bin Tukak habis. Israil bin Saljuk, yang juga dikenal bernama Arslan, kini menjadi pemimpin. Ia berusaha memperluas wilayah kekuasaan Bani Saljuk hingga mencapai wilayah Nur Bukhara dan Samarkand (wilayah India saat ini).

Usai Israil, Mikail bin Saljuk berkuasa. Malang, seperti Israil, Mikail juga tewas dibunuh Sultan Mahmud dari Dinasti Ghazwaniyah. Ini membuat kekuatan kaum Saljuk melemah. Tapi Thugrul Bek, penguasa selanjutnya, sukses meniti tikungan sejarah dengan mengalahkan Sultan Mahmud pada tahun 1036 Masehi. Mahmud terpaksa hengkang dari Khurasan. Thugrul pun memproklamirkan berdirinya kesultanan atau Dinasti Saljuk.

Sementara itu, suasana di Baghdad kacau balau. Panglima Arslan al-Basasiri, yang keturunan Turki, menyatakan kesetiaannya pada Khalifah Fatimi di Mesir. Ia berusaha mendongkel khalifah al-Qaim dari singgasana. Khalifah tentu saja tak mau tinggal diam dan minta bantuan pada Thugrul Bek.  Pucuk dicinta ulam pun tiba, Thugrul memanfaatkan kesempatan emas itu dengan baik. Ia segera membawa bala tentara ke Baghdad tahun 1055 M dan menendang keluar al-Basasiri. Sebagai tanda terima kasih,  Khalifah al-Qaim mengakui keberadaan Dinasti Saljuk dan menghadiahkan gelar kehormatan Rukn al-Daulah Yamin Amir al-Mukminin pada Thugrul.

Setelah tutup usia, Thugrul digantikan Alp Arslan, ponakan tertuanya karena ia tak punya seorang pun putra. Alp Arslan mengikuti jejak pamannya memperluas  kekuasaan Dinasti Saljuk sampai ke Transoxsania (wilayah Asia Tengah yang meliputi Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgyzstan selatan dan barat daya Kazakhstan saat ini). Ia juga berusaha memisahkan diri dari pamannya Musa Beghu, bahkan berhasil menundukkannya. Sejak itu, Alp Arslan  menggelar perang ‘jihad fi sabilillah’ ke luar wilayah Islam. Dan ia sukses membuat kekaisaran Romwai bertekuk lutut pada tahun 1071 Masehi. Ia mewajibkan Kekaisaran Romawi membayar  jizyah alias upeti selama 50 tahun pada Dinasti Saljuk.

Di akhir kepemimpinan Alp Arslan, hubungan Dinasti Saljuk dan Dinasti Ghaznawiyah memburuk. Syams al-Din Nashir berusaha menaklukkan Dinasti Saljuk. Dalam haru biru pemberontakan ini, Alp Arslan mati terbunuh. Anaknya, Malik Syah lalu memegang tampuk kekuasaan.

Dalam mengendalikan roda pemerintahan, Malik Syah dibantu Perdana Mentri Nadhim al-Mulk yang merupakan kolega ayahnya sejak Nidham menjadi gubernur Khurasan. Malik berusaha melakukan sentralisasi kekuasaan politik dengan menjaga  ketat wilayah-wilayah yang sudah diwariskan ayah dan kakeknya. Ia juga berusaha memperluas wilayah politik Dinasti Saljuk ke seluruh wilayah Islam saat itu.

Sayang, hubungan Nidham dan Malik memburuk. Puncaknya, Nidham tewas terbunuh. Tak lama berselang, Malik juga wafat. Rukn al-Din Barqyaruk, anak Malik, langsung menggantikan posisinya.

Di masa pemerintahan Alp-Arslan, ilmu pengetahuan mulai berkembang. Dengan dukungan Nadhim al-Mulk, ia membangun Universitas Nizhamiyah (1065 M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Sedang di era Malik Syah, terlahir ilmuwan-ilmuwan Muslim seperti al-Zamakhsyari bidang tafsir, bahasa dan teologi, al-Qusyairi di bidang tafsir, Abu Hamid al-Ghazali di bidang teologi, Farid al-Din al-Aththar dan Umar Kayam dalam bidang sastra dan matematika.

Sesuai tempat berkuasa, Dinasti Saljuk terbagi atas Saljuk Agung (Turki), Saljuk Kirman (Persia), Saljuk Suriah, Saljuk Irak dan Saljuk Rum atau Asia Kecil.

Seperti banyak emperium lainnya, Dinasti Saljuk mundur dan hancur karena perebutan kekuasaan antara anggota keluarga. Karena itu, mereka tak mampu bertahan saat tentara Romawi datang menyerang dalam rentetan Perang Salib.

Bak kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Pemerintahan Alp Arslan punya jejak berdarah. Ia sempat memicu perang sektarian melawan dinasti Fathimi di Mesir. Universitas Nizamiyyah yang dibangunnya menjadi pionir utama pengembangan dan penyebarluasan doktrin takfir yang menganggap aliran lain Islam kafir dan karena itu, halal darahnya. Alp Arslan menyebut Dinasti Fathimi kafir dan menyerukan perang melawan Dinasti Fathimi. Kini, di era kontemporer, ideologi takfir ala Alp Arslan ini dijiplak dengan sangat sempurna oleh sebuah kelompok teroris internasional yang sejauh ini, sukses menumpahkan darah ribuan rakyat tak berdosa di Suriah dan Irak. Dialah ISIS, Islamic State of Iraq and Syams.

(Nisa/Berbagai Sumber)

One response to “Jejak Berdarah Dinasti Saljuk”

  1. Azwirman says:

    Sangat dangkal sekali anda menulis sejarah Bani saljuk..tahukan anda dinasti Fatimiyah? Sudah baca buku-buku tentang Fatimiyah? Buku buku tentang Dinasti saljuk? Abbasiyah? Kalau sudah rujukan anda kemana? Orientalis yg membenci Islam karena dendam sejarah??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *