Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 29 January 2019

Nyanyian Seruling Bambu – Maulana Jalaludin Rumi


islamindonesia.id – Nyanyian Seruling Bambu – Maulana Jalaludin Rumi

 

Sejak direnggut aku dari rumpunku dulu,
ratapan pedihku telah membuat
berlinang air-mata orang.

Kuseru mereka yang tersayat hatinya
karena perpisahan. Karena hanya mereka yang pahami sakitnya kerinduan ini.

Mereka yang tercerabut dari tanah-airnya
merindukan saat mereka kembali.

Dalam setiap pertemuan,
bersama mereka yang tengah gembira atau sedih,
kudesahkan ratapan yang sama.

Masing-masing orang hanya dapat mendengar
sesuai pengetahuannya sendiri-sendiri.

Tak ada yang mencari lebih dalam
tentang rahasia di dalam diriku.

Rahasiaku tersembunyi di dalam rintihanku,
mata-telinga tak bercahaya takkan mampu memahaminya.
Desah seruling bersumber dari api, bukannya angin.
Apa gunanya hidup seseorang yang tak lagi ada apinya?
api cinta yang menghidupkan nyanyian sang seruling adalah ragi cinta
yang membuat anggur terasa lezat.

Lantunan seruling mengobati hati yang perih karena cinta yang hilang.

Lagunya menyapu hijab
yang menyelubungi hati.

Adakah racun yang lebih pahit atau gula yang lebih manis daripada nyanyian seruling bambu?
Agar dapat kau dengar nanyian seruling itu
mesti kau tanggalkan semua hal yang pernah kau ketahui.

***

Catatan:

Entah pesan mendalam apa yang persisnya hendak disampaikan Maulana lewat puisinya ini.

Adakah ia hendak bercerita tentang mereka yang terusir dati tanah airnya, tersayat hatinya, tak kuat menanggung derita perpisahan, dan karenanya rindu untuk segera kembali?

Jika demikian, dapat kita saksikan di masa sekarang, salah satu contohnya adalah derita warga Palestina.

Ataukah Maulana hendak berpesan, betapa menyakitkannya jika manusia dicabut dari rumpun kemanusiaannya, hamba dicabut dari rumpun kehambaannya?

Jika begitu, kita pun dapat saksikan, betapa banyak manusia yang lupa akan kodrat kemanusiaannya dan karenanya banyak terjerumus pada strata kebinatangan, dll.

Ala kulli hal, sungguh tak mudah memahami makna tersirat dari puisi ini.

Seperti tak mudahnya kita memahami rintihan seruling bambu sebagaimana tergambar dalam baris puisi di atas:

Rahasiaku tersembunyi di dalam rintihanku,
mata-telinga tak bercahaya takkan mampu memahaminya.

Adakah di antara kita yang mata-telinganya “bercahaya” sehingga mampu menangkap pesan rahasia Maulana?

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *