Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 28 June 2017

KISAH – Dzun Nun dan Harga Cincin


islamindonesia.id – KISAH – Dzun Nun dan Harga Cincin

 

Di sebuah desa terpencil bernama Ikhmim, hiduplah seorang sufi masyhur yang dijuluki sebagai Dzun Nun. Ia hidup cukup sederhana, baik dalam pakaian maupun gaya hidup yang lainnya.

Hal ini ternyata mengundang tanya seorang pemuda gagah di sekitar tempat tinggalnya tersebut. Sang pemuda yang telah lama memperhatikan gaya hidup sang sufi ini pun, akhirnya segera bergegas mendatangi rumah sufi. Rupanya, ia tak mampu lagi menyimpan atau menyembunyikan rasa penasarannya itu.

Setelah sampai ke tempat tujuan, sang pemuda langsung menyampaikan maksud kedatangannya.

“Sejak kecil saya tinggal di sekitar rumah Tuan. Namun, sampai usia saya yang sebesar ini, saya masih belum paham dengan gaya hidup Tuan yang selalu sederhana. Padahal zaman terus berubah. Orang-orang pun mengubah penampilan mengikuti zaman. Berpakaian yang modis dan memakai segala benda yang mencirikan kemajuan.” Tanya Si Pemuda.

Sang sufi hanya tersenyum. Belum sempat ia berkata, sang pemuda kembali bertanya, “Tuan, mohon maaf. Bukankah di zaman seperti sekarang ini, berpakaian baik amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk tujuan banyak hal lain?” lanjutnya.

Sang sufi kembali tersenyum. Lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, dan berkata:

“Sahabat Muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Cobalah kamu tawarkan cincin ini pada pedagang di sana dengan harga satu keping emas.”

Melihat cincin Dzun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu dan berkata:

“Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”

“Cobalah dulu, Sahabatku. Siapa tahu kamu berhasil,jawab Dzun-Nun.

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.

Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali kepada Dzun-Nun dan memberitahunya:

“Tuan, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak. Saya pun tak berani menjualnya.”

Sambil tetap tersenyum Dzun-Nun berkata:

“Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan memberi tawaran harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian.”

Meski masih ragu, pemuda itu pun menurut. Pergi ke toko emas yang dimaksud.

Tak berapa lama, ia kembali kepada Dzun-Nun dengan raut wajah yang agak berbeda. Kemudian ia memberitahu:

“Tuan, ternyata para pedagang di pasar tadi tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”

Dzun-Nun tersenyum simpul sambil berkata:

“Sahabat Muda, itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi. Seseorang tak boleh dinilai dari pakaian luarnya. Hanya karena para pedagang tadi menilai dengan harga rendah, bukan berarti “harga” cincin ikut rendah. Begitu pun sebaliknya. Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya dapat dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk melihatnya. Diperlukan ilmu untuk dapat menilainya. Dan itu perlu proses dan masa, Sahabatku. Kita tak dapat menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata batu dan yang kita lihat sebagai batu ternyata emas.”

——

Abul Faidh Tsauban ibnu Ibrahim al Misri, dikenal sebagai Dzun Nun. Ia lahir di Ikhmim, bagian utara Mesir pada tahun 180 H/796 M.

Konon, ia banyak menghabiskan waktunya untuk berguru pada banyak tokoh sufi dari Arab dan Suriah. Tak heran, selain banyak menciptakan karya puisi sufistik, ia juga dikenal sebagai tokoh sufi yang mampu mengungkap rahasia hieroglif Mesir.

Dzun Nun wafat dan dimakamkan di Kairo pada tahun 246 H/ 861 M.

 

IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *