Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 23 April 2016

KHAS – Cak Nun: ‘Dendam kok Dibawa Berabad-abad’


IslamIndonesia.id – Untuk Suni dan Syiah, Cak Nun: Dendam ko Dibawa Berabad-abad.

Masih banyaknya pertengkaran akibat masalah perbedaan, kata Budayawan Emha Ainun Najib, membuat persatuan Indonesia sulit terwujud. Meski demikian, pria yang akrab disapa Cak Nun ini menaruh harapan pada rakyat kecil dengan modal sosial dan budaya yang mereka miliki.

“Saya tidak terlalu berharap banyak pada persatuan Indonesia karena terlalu banyak masalah yang membuat mereka sulit bersatu. Kejobo (kecuali) wong cilik,” katanya dalam acara ‘Tadabbur Bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng’ di Desa Beji, Sleman, Yogyakarta, 20/4.

Oleh karena itu, sambil menyinggung falsafah Jawa tentang pentingnya solidaritas, Cak Nun berharap untuk tidak terpecah dan mudah berselisih paham. “Di masyarakat, umat Islam banyak yang bertengkar karena perbedaan mazhab atau pemikiran, tidak kompak, tidak sanggup menjadi satu badan yang yasyuddu ba’dhuhum ba’dhon (saling memperkuat satu sama lain). Bangsa Indonesia juga demikian.”

Perbedaan itu seharusnya untuk menguatkan bukan melemahkan. Cak Nun lalu mencotohkan bahwa tidak ada masalah jika sekelompok orang ingin celananya ‘dinaikkan’ di atas mata kaki. Demikian juga dengan orang-orang yang ingin memanjangkan jenggot karena keyakinan agama. Keduanya tidak masalah, apalagi dilakukan atas dasar cinta pada Kanjeng Nabi.

“Tapi jangan menyalah-nyalahkan orang yang tidak sama dengan (pandangan) Anda,” tegas pria yang juga dikenal lewat bukunya yang berjudul Slilit Sang Kyai ini.

Di hadapan berbagai lapis masyarakat yang memadati pekarangan masjid Nurul Islam Desa Beji, Cak Nun kembali mengingatkan perbedaan klasik NU – Muhammadiyah untuk tidak diperuncing hingga memicu perpecahan umat. Jika perlu, saran Cak Nun, “hari raya, mbo ya bareng. Ngalah salah satunya.”

Dalam skala yang lebih luas lagi,  pria berusia 62 tahun itu merasa heran dengan orang-orang Islam, baik di Suni maupun Syiah, yang senantiasa memelihara kebencian atas dasar dendam sejarah yang terjadi ratusan tahun silam. Dengan nada kesal, Cak Nun kemudian mempertanyakan mengapa hingga saat ini masih ada saja orang Suni yang begitu bencinya ke Syiah, demikian juga orang Syiah yang begitu bencinya ke Suni.

Wis tho (sudahlah), ayo saling memaafkan. Dendam kok dibawa sampai berabad-abad. Dipentaskan dimana-mana,” katanya dengan suara lantang menjadikan suasana hening seketika.

Menyikapi situasi seperti ini, Cak Nun mengajak umat Islam, apapun mazhabnya, berlapang dada dan saling memaafkan. Apalagi untuk menjadi umat yang solid. Kalau pun sulit memaafkan, sebaiknya saling mendoakan dalam kebaikan. Budayawan yang juga penyair ini kemudian berbagi tips untuk menyikapi nafsu dengki dan dendam. Di antaranya, tidak memberi waktu dan ruang bagi nafsu yang merusak seperti itu untuk terwujud dalam hati. Caranya dengan tekun bekerja, beribadah, mengisi waktu dengan aktivitas yang bermanfaat dan menghindari lamunan atau khayalan yang sia-sia.

“Isilah ruang dan waktu, dengan kekhalifahanmu, kreativitas, daya, uapaya, akal dan hatimu,” katanya.

Kepada takmir masjid setempat dan masyarakat yang hadir, Cak Nun juga menghimbau untuk tidak mudah mengkafirkan atau menghukumi orang lain masuk neraka. Sampai ada ustadz, kisah pria kelahiran Jombang ini, yang dengan mudah menilai orang masuk neraka hanya karena bacaan Al-Qur’an orang itu tidak sesuai tajwid.

“Gusti Allah cap apa itu? Gusti Allah kok sedikit-sedikit ngancam neraka. Allah tidak mengancam seperti itu. Allah tidak menuntut kepandaianmu, tidak juga kefasihanmu, tapi yang dituntut Allah ialah kelembutan cintamu,” katanya sambil menjelaskan bahwa tidak setiap lidah orang dengan mudah melafadzkan huruf Al-Qur’an dengan benar dan baik.

Pada akhirnya hanya Allah yang berhak menghukumi mana yang salah dan yang benar. Tugas kita sesama hamba-Nya, tidak boleh saling menyakiti. Seperti akar kata ‘iman’, sebagai Mukmin kita seharusnya saling meng-aman-kan tiga hal; nyawa, martabat dan harta benda. “Jadi, jangan menyakiti orang lain, menghina orang lain dan korupsi.” []

 

Edy/ Islam Indonesia/ Foto: Adin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *