Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 18 March 2014

Ada Kiswah Makkah di Rumah Seniman Sunaryo


Islam Indonesia

Manusia itu, tidak membedakan agamanya apa, sebetulnya memiliki unsur harmoni yang sama—Sunaryo.

 

Pesona Makkah yang begitu indah nan menawan mampu menggaet hati siapa saja, tak terkecuali dengan seniman yang tinggal di Bukit Pakar Timur No. 25, Bandung, Sunaryo Sutono.

Sebagai seniman, tentu ia memiliki cara tersendiri untuk memunculkan kekhusyuan dalam beribadah. Salah satunya dengan membuat mushalla yang memiliki mihrob dengan rancangan kiswah (selimut Kabah) sama persis seperti di Makkah.

Dari mulai warna, kombinasi antara hitam dan emas, suasana yang rapi, gemericik air penyelaras hati manusia, hingga pada hal detil seperti ayat-ayat yang terdapat dalam mihrobnya, bahkan ia juga langsung mendatangkan Sreek dari Italia (sejenis tembok berwarna hitam asli) agar suasana benar-benar terasa seperti di Makkah.

Semua dirancang sama persis seperti di Ka’bah. Alhasil, selain mendapat sentuhan seni yang cukup unik, mushalla ini juga mendatangkan kenyamanan dan ketenangan dalam beribadah.

Ya, ditemui redaksi Islam Indonesia pada Minggu (16/03) di rumahnya, Seniman yang namanya sudah mendunia itu menjelaskan tentang ketertarikannya membuat mushalla tersebut. Berikut ini adalah petikan wawancara redaksi Islindo dengan Sunaryo;

Mushalla Anda terlihat berbeda dengan bentuk mushalla pada umumnya, apa yang melatarbelakangi Anda membuat ini?

Saya mendesain mushalla ini sama persis seperti pintu Ka’bah di Makkah. Alasannya agar siapa pun yang ada di ruangan ini menjadi nyaman dan merasa dekat dengan-Nya. Jadi, kekhusyuan akan terbantu, energi yang saya tampilkan di sini positif.

Mengapa Anda mencontoh Makkah?

Menghadap kiblat dengan melihat ayat-ayat semacam di kiswah Makkah itu memberikan efek harmoni yang kuat, jadi suasana ini sangat membantu.  

Dulu pernah ada orang Jepang melihat mushalla di Selasar, dia minta saya nunggu di depan. Lalu, dia duduk depan mihrob, sudah kira-kira empat jam di sana. Ternyata ia menentukan sudut mushalla. Dia bertanya, ‘bagaimana Anda membuat ruangan ini begitu nyaman?’ Saya jawab, ‘itu feeling saja’.

Sebab manusia itu, tidak membedakan agamanya apa, sebetulnya memiliki unsur Yin dan Yang. Manusia itu harmoni, seimbang, apa pun agamanya. Mereka membutuhkan keseimbangan dengan alam. Dan Makkah ini contoh yang bisa memunculkan kesimbangan.

Feng Shui itu ada hubungannya, kalau ada bentuk tembok yang runcing itu kan tidak boleh, karena energi negatifnya nyerang, itu masalah alam saja. Bukan terkait mistik, tapi justru Tuhan yang menciptakan alam ini, dan disediakan untuk keharmonisan manusia. Kalau sudah di tangan-tangan manusia, itu bisa melemahkan jantung.

Adakah fungsi lain selain untuk shalat, misalnya mencari ide untuk Anda berkarya?

Fungsi lain ada, bisa untuk diskusi, merenung, tafakkur keindahan alam, dan yang terpenting adalah untuk melupakan kesibukan fisik, mengingat pencipta, sehingga di samping-samping ini juga ada pohon banyak, ada kolam gemericik air biar suasana persis seperti berbaur dengan alam. Untuk mencari ide tidak ada, tapi kalau ternyata dari perenungan itu menghasilkan ide, ya alhamdulilah.

Mengapa mushalla ini tampak tidak terlihat dari luar, seperti tersembunyi?

Saya memang sengaja membuat tempat ibadah itu biar tidak terlihat. Rasanya kok riya, makanya dinding itu dibuat biar tidak mencolok. Karena sering ada tamu, kasian kalau harus naik tangga di dalam rumah, makanya saya buatkan di samping—depan rumah.

Mengapa Anda memilih kombinasi warna hitam dan emas?

Ya, karena saya ingin mencontoh di Makkah. Kedua warna itu bisa membuat jantung kuat, apalagi dipadupadankan dengan ayat-ayat suci seperti di pintu Ka’bah itu. Berbeda jika Anda melihat suasana semrawut dan warna-warna mencolok. Itu akan membuat jantung manusia lemah, sama halnya ketika melihat sungai yang kotor. Itu sangat merusak kehidupan, merusak jantung.

Siapa arsitektur mushalla ini?

Ide itu dari saya sendiri. Kuncinya adalah kalau saya membuat sesuatu bagaimana yang belum ada di tempat lain. Saya ingin membuat suasana berbeda.

Berapa ukuran mushalla?

Ukuran 2 M x 4,5 M miring dengan bentuk jajaran genjang. Jadi, arah kiblatnya tidak usah miring, lurus.

Kapan Anda membuat mushalla ini dan berapa lama proses pembuatannya?

Dibuat pada tahun 2001, selama kurang lebih satu bulan.

Ada yang mengatakan bahwa mushalla Anda yang di Selasar itu cukup manusiawi dengan penataan yang cukup unik, lantas bagaimana dengan mushalla ini (rumah)?

Manusiawi itu karena semuanya sesuai proporsi, harmoni. Bagiamana ketika manusia masuk ke mushalla mendapatkan energi yang positif. Tuhan menciptakan Manusia harmoni. Manusia penuh denggan harmoni, bagaimana menggali kepekaannya untuk memunculkan harmoni itu. Harus dibuat suasana agar keseimbangan itu muncul dalam diri manusia. Dan mushalla ini juga sama ingin memunculkan itu.

Bagaimana Anda menentukan kadar keseimbangan, sehingga mushalla itu bisa membuat nyaman siapa pun yang memasukinya?

Feeling saja, semua orang punya itu. Karena setiap manusia butuh harmoni, seimbang, dan semua orang punya, hanya kita perlu menggalinya.

Mushalla Anda cukup nyaman, tapi mengapa space-nya begitu kecil?

Mushalla itu sifatnya lebih terbatas, kecil karena bukan untuk jumatan, jadi bisa untuk belajar, diskusi, tidak tetap. Tapi kalau masjid kan permanen. Kecil saja jarang penuh, apalagi kalau besar. Ini memang dirancang untuk sendiri, kerabat, tamu, orang-orang terdekat.

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *