Satu Islam Untuk Semua

Monday, 15 December 2014

Haidar Bagir: ‘Beri Kesempatan Sekolah Memilih’


Langkah Menteri Pendidikan, Anies Baswedan, memasukkan Kurikulum 2013 ke bangsal perawatan menjadi tema panas perbincangan berbagai kalangan. Seberapa bijak keputusan itu? Andi Fatimah dari Islam Indonesia berbincang dengan Haidar Bagir, dosen senior filsafat Islam di Universitas Indonesia cum praktisi pendidikan yang ikut membidani lahirnya kurikulum 2013.

Anda terkejut saat dengar pertama kali Kurikulum 2013 kena jegal?

Ya, Kurikulum 2013 ini harus diakui punya banyak kelemahan. Misalnya, sampai sekarang pun masih ada sekolah yang belum menerima buku ajar semester satu. Padahal ujian semester sebentar lagi. Jadi, di satu sisi, saya bisa memahami dilema Menteri Anies. 

Dilema seperti apa?

Begini: Kalau Kementrian tak menghentikannya segera, bisa jadi persoalan yang sekarang bakal terulang lagi di semester depan. Selain soal buku tadi, pihak guru juga masih belum menguasai penerapan kurikulum ini. Banyak yang, misalnya, waktunya habis sekadar untuk menilai tugas siswa. Jadi, kalau mau jujur, persiapan Kementrian dan kesiapan sekolah dan guru dalam Kurikulum 2013 sangat minim. Nah, logika Menteri Anies jadi bisa kita tebak. Dia sepertinya berpikiran lebih baik kembali pada kurikulum lama yang yang sedikit kurang baik isinya namun lebih siap diadopsi pihak sekolah, ketimbang tetap pada kurikulum anyar yang berantakan dalam pelaksanaan. Meski kita juga harus melihat bahwa ada banyak persoalan dari keputusan menghentikan kurikulum di tengah tahun.

Jadi keputusan menteri kurang tepat?

Hemat saya, kurikulum jangan dihentikan di tengah tahun. Teruskan saja dulu hingga selesai semester. Nah, jika masih ada masalah lepas itu, barulah Kementrian menghentikan total di tahun ajaran baru. Sebab, bagaimanapun, penghentian mendadak mengharuskan sekolah menganti buku ajar. Belum lagi jumlah mata pelajaran dan sistem penilaian yang berbeda antara kurikulum baru dan Kurikulum 2006. Di SMA, misalnya, ada pendalaman minat yang tidak ada sama sekali dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, acuan dasar Kurikulum 2013. Ini masalah besar, belum lagi soal buku pelajaran yang sudah terlanjur dicetak. Pendeknya, menurut saya, terlalu banyak problem yang bakal melahirkan problem lain dan, juga, disorientasi.

Ada tawaran jalan tengah dari semua kerumitan kurikulum ini?

Usul saya, dan ini sudah terangkum dalam Peraturan Menteri yang terbaru, adalah beri kebebasan bagi sekolah untuk memilih: tetap menggunakan Kurikulum 2013 atau kembali ke kurikulum lama. Pertimbangan utamanya, ya itu tadi; sekolah bakal repot besar jika harus bersalin kurikulum di tengah semester.

 

(Andi/Ami/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *