Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 28 August 2013

Krisis Mesir di mata masyarakat Indonesia


Dalam beberapa pekan terakhir, jatuh korban ratusan orang di Mesir menyusul penyerbuan terhadap demonstran yang memprotes digulingkannya presiden Islamis terpilih, Mohammed Morsi oleh militer.

Krisis di Mesir mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia, yang tampak dengan Klikmaraknya aksi-aksi demonstrasimengecam tindakan militer tersebut.

Pengamat politik Timur Tengah Zuhairi Misrawi dari Moderate Muslim Society (MMS) dalam wawancara dengan Heyder Affan mengatakan apa yang terjadi di Mesir adalah transisi demokrasi yang tidak berjalan baik.

“Perkembangan politik di Mesir merupakan salah satu pemandangan umum dari transisi demokrasi, yang memang selalu memunculkan gejala-gejala instabilitas, bahkan juga konflik yang berakhir dengan tewasnya baik itu dari pendukung Ikhwanul Muslimin, militer maupun dari kalangan oposisi,” kata Zuhairi. 

Ia menambahkan kebuntuan politik dan semakin tajamnya polarisasi antara kubu Islamis dan kubu nasionalis mengakibatkan cara-cara kekerasan digunakan sebagai strategi untuk mencapai tujuan politik.

“Ini yang kemudian menyebabkan situasi politik di Mesir makin buruk, ditandai dengan jatuhnya korban jiwa. Apa yang terjadi di Mesir adalah proses transisi demokrasi yang tidak mulus,” tambahnya.

Sikap Indonesia

Jatuhnya korban jiwa menuai kecaman keras dari dunia internasional, termasuk dari Indonesia.

Pada Klikpidato kenegaraan di DPR hari Jumat (16/08), Presiden Yudhoyono menyerukan militer tidak menggunakan kekuatan atau senjata dalam menghadapi pengunjuk rasa.

“Penggunaan kekuatan dan senjata militer dalam menghadapi para pengunjuk rasa tentulah bertentangan dengan nilai demokrasi dan kemanusiaan,” kata Presiden Yudhoyono.

“Saya menyeru agar pihak-pihak yang berhadapan bisa saling menahan diri.”

Ini bukanlah pernyataan pertama Yudhoyono terkait dengan persoalan di Mesir, sebelumnya dia juga pernah mengomentari soal krisis politik di negeri piramida itu dengan meminta agar warga Indonesia tidak mencampuri urusan politik negara tersebut.

Zuhairi mengatakan sikap itu sudah benar. “Sikap SBY realistis karena saat ini Mesir membutuhkan dukungan moral dari dunia internasional untuk mencapai rekonsiliasi. Bukan untuk memihak pada salah satu pihak,” kata dia.

“Sikap Indonesia mengambil jalan tengah, mendorong rekonsiliasi, melihat masa depan Mesir, jauh kebih realistis. Sikap Indonesia sebenarnya solutif. Sayang sikap ini tidak menjadi suara mayoritas di dunia internasional karena dunia internasional terbelah menjadi dua kubu, yaitu kubu Ikhwanul Muslimin dan kubu militer,” kata dia.

Pandangan berbeda diutarakan oleh pengamat Timur Tengah dari Indonesian Society for Middle East Studies , Smit al-Hadar, yang menilai sikap itu terlalu lunak.

“Indonesia terlalu lunak dan tidak cukup substansial dalam memberi sikapnya, seharusnya sikap Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dunia bisa tegas dan tidak terlalu terlambat,” kata Smit.

Sementara pengamat politik luar negeri dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Ali Munhanif mengatakan Indonesia bisa mengambil peran untuk melakukan intervensi kemanusian dan menawarkan diri menjadi bagian dari proses penyelesaian persoalan di Mesir melalui sejumlah pintu seperti hubungan sejarah kedua negara.

Saya kira pemerintah Indonesia harus menawarkan solusi untuk secara langsung terlibat dalam penyelesaian masalah di Mesir,” kata Munhanif.

“Di kalangan negara-negara Timur Tengah saya kira Indonesia cukup dipandang sebagai sebuah negara yang setidaknya bisa dipelajari pengalaman demokratisasi dan pengalaman resolusi konflik. Itu bisa menjadi modal awal bagi kita menawarkan solusi.”

Kedekatan Indonesia-Mesir

Pandangan pengamat yang tidak seragam juga tercermin di media sosial di Indonesia.

Secara umum mereka terbagi menjadi dua kelompok, pendukung Ikhwanul Muslimin dan pendukung militer.

Sejumlah komunitas yang memiliki kedekatan dengan Ikhwanul Muslimin gencar mempublikasikan foto-foto serta laporan langsung dari warga Indonesia di beberapa kota di Mesir.

Zuhairi mengatakan posisi ini bisa dipahami karena adanya kedekatan emosional antara Ikhwanul Muslimin dengan beberapa kelompok di Indonesia, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Mereka yang menyuarakan negara Islam memang memiliki kedekatan dengan Ikhwanul Muslimin. Otomatis mereka akan mendukung Ikhwanul saat ini. Kalau Kita liat di Twitter, mereka cukup banyak menempelkan gambar simbol tangan empat jari yang diprakarsai oleh Erdogan di Turki,” kata dia.

“Bagi masyarakat Indonesia, kita harus jernih untuk melihat bahwa setiap akibat pasti ada proses atau alasan. Karenanya untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di Mesir harus ada langkah politik yang jauh lebih demokratis, pembicaraan yang memungkinkan pihak-pihak berseberangan untuk mencapai titik temu,” tutupnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *