Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 10 August 2016

KHAS—Kiai Semar Bicara Tuhan (Bagian Pertama)


IslamIndonesia.id—Kiai Semar Bicara Tuhan (Bagian Pertama)

 

Hampir tiap pekan, tepatnya rino Jumat bakdal Maghrib, keluarga Kiai Semar biasa menggelar “jagong kamulyan”. Inilah sebentuk forum internal keluarga ketika mereka sepakat untuk saling bertukar pikiran, saling bicara soal budi pekerti luhur dan hal-hal lain yang mereka pandang bakal berguna bagi kehidupan lahir-batin dan dunia-akhirat mereka.

Pekan ini, sampailah mereka pada episode bincang gayeng soal Gusti Kang Murbeng Dumadi, terkait keyakinan turun-temurun dari para leluhur yang sekian lama tetap lestari di tengah masyarakat. Yakni tentang konsep ketuhanan yang dinilai sebagai sesuatu yang riil bukan terlampau ghaib, dan karenanya mereka sebut sebagai “kesunyatan”. Konsep inilah yang kemudian direalisasikan dalam peri kehidupan sehari-hari menjadi etiket, aturan positif dan norma adiluhung agar masyarakat Nusantara, khususnya Jawa, dapat menjalani kehidupan mereka dengan baik dan bertanggung jawab.

Memecah hening, dimulailah perbincangan. Seperti biasa, Kiai Semar lah yang terlebih dahulu bertutur.

“Gusti Kang Murbeng Dumadi ing ngendi papan tetep siji, amergane thukule kepercayaan lan agomo soko kahanan, jaman, bongso lan budoyo kang bedo-bedo. Kang Murbeng Dumadi iso maujud opo wae ananging mewujudan iku dede Gusti Kang Murbeng Dumadi.”

Begitu titah Kiai Semar, yang maksudnya kurang lebih adalah bahwa sejatinya Tuhan Yang Maha Esa itu Satu dan tak ada yang lain. Tuhan Yang Maha Esa itu disembah dijunjung oleh semua manusia, oleh semua agama dan kepercayaan, tanpa kecuali. Yang membedakannya hanya cara menyembah dan memuja-Nya. Perbedaan ini terjadi tak lebih karena munculnya agama dan kebudayaan dari zaman dan bangsa yang berbeda beda. Tuhan Yang Maha Esa itu bisa maujud apa saja sesuai kehendak-Nya, ananging wewujudan iku dede Gusti, meski sejatinya wewujudan itu sama sekali bukanlah Dia. Tuhan itu bisa mewujud apa saja, tetapi perwujudan itu bukanlah Tuhan. Artinya, yang berwujud itu adalah karya dan tajalli-Nya semata.

Ruangan mendadak sepi sejenak. Tampak Petruk yang macak gelisah. Sementara Bagong dan Gareng tepekur diam, seolah hanya bisa saling pandang.

Sadar bahwa titahnya mencipta gelisah, Kiai Semar pun coba mulai berujar lebih datar dari sebelumnya.

“Awak dewe iki iso urip mung mergo ono sing nguripake,” katanya menegaskan bahwa kita ini bisa hidup karena ada yang meghidupkan. Adapun yang memberi hidup dan menghidupkan kita, menurut Kiai Semar tak lain adalah Gusti Kang Murbeng Dumadi, Tuhan Maha Esa penentu nasib segenap makhluk.

“Mergo iku, wis mestine yen uripe awak dewe iki kudu gawe pedoman utowo paugering urip; yo kudu nganggo roso, nganggo tepo seliro.”

Maksudnya, hendaknya dalam hidup ini kita berpegang pada “rasa” yang kita kenal sebagai “tepo seliro”. Yang dengan prinsip dan pedoman itu, kita bakal selalu sadar dan percaya, jika kita merasa sakit bila dicubit maka jangan kiranya kita mencubit orang lain. Jika kita tak mau terhina dan sakit hati, maka jangan sekali-kali kita menghina dan menyakiti hati orang lain.

“Dengan kesadaran semacam itu, insya Allah kita ora bakal seneng mekso menungso liyo, takkan suka memaksakan kehendak kepada sesama kita,” lanjut Kiai Semar sambil mengibaratkan: bila kita memiliki pakaian yang sangat cocok dengan tubuh kita, belum tentu pakaian itu juga akan cocok bila dikenakan oleh orang lain.

Selanjutnya, Kiai Semar bilang bahwa masih banyak hal yang ingin dikemukakannya kepada Petruk, Gareng dan Bagong, agar pemahaman itu tak dinikmatinya sendiri, supaya derita “tahu” itu tak hanya dirasa olehnya seorang saja.

“Truk, Gong, Reng,” kata Kiai Semar memanggil nama-nama ketiga sahabat sejatinya. “Kapan-kapan, bagaimana kalau kita bincangkan tentang konsep dasar penghayatan menungso marang Sing Kuwoso?” lanjutnya.

“Ela dalah… opo maneh to kuwi,” celetuk Gareng. “Kowe iki paham opo ora, Truk,” tanya Gareng kepada Petruk.

Yo embuh, Reng. Takokno dewe ae nang Kiai Semar,” celetuk Petruk.

Belum sempat bertanya lebih jauh, tiba-tiba Kiai Semar mulai memberikan piwulangnya mengenai konsep dasar penghayatan makhluk kepada sang Khalik.

Katanya, semua manusia sudah selayaknya mulai berlatih memahami adanya tujuh sifat Kang Murbeng Dumadi.

Entah apa yang dimaksud Kiai Semar ketika menyebut tujuh sifat Kang Murbeng Dumadi tersebut. Mungkin di lain waktu, tujuh sifat itu akan sampai juga kepada kita penjelasan terang dan gamblang tentangnya. Semoga saja.

 

(Bersambung)

 

EH/IslamIndonesia

One response to “KHAS—Kiai Semar Bicara Tuhan (Bagian Pertama)”

  1. sigit purnama says:

    siiippppp,,,,,,,

Leave a Reply to sigit purnama Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *