Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 11 January 2017

BUDAYA – Pesan Luhur dalam Tembang dan Tradisi Babarit


islaminidonesia.id – Pesan Luhur dalam Tembang dan Tradisi Babarit

 

Babarit merupakan acara ritual tahunan adat Suku Sunda. Sebagai tradisi leluhur, Babarit sering digelar pada bulan Dzulkaidah atau bulan Hapit (dan di daerah tertentu digelar di bulan Muharam), karena bulan-bulan tersebut mereka anggap sebagai bulan pailit, bulan yang serba sulit dan penuh bencana.

Meski demikian, selain dilakukan dengan maksud agar masyarakat terbebas dari segala jenis bencana seperti gempa bumi, wabah penyakit, banjir, angin topan dan bencana lain yang dapat mendatangkan penderitaan bagi manusia, Babarit juga dianggap sebagai bentuk syukur atas kesejahteraan dan kecukupan hidup yang telah dikaruniakan Tuhan. Intinya, Babarit adalah wujud syukuran sekaligus hiburan tahunan masyarakat. Syukuran atas berbagai rejeki dan kenikmatan hidup yang telah diperoleh, disertai pemanjatan doa kepada Allah untuk mendapatkan berbagai kebaikan, keselamatan dan terhindar dari bencana pada masa-masa yang akan datang.

Salah satu daerah yang tetap rutin melakukan pergelaran tradisi Babarit adalah Dusun Dayeuhkolot, Desa Cageur, Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Hingga saat ini Babaritan masih lestari dan tak pernah pudar tergeser era modernisasi di daerah tersebut.

Tradisi Babarit seperti itu konon biasa digelar juga masyarakat di beberapa desa sekitar, termasuk juga di lingkungan masyarakat blok Desa Cageur.

Konon pada masa lalu acara Babarit seperti itu, biasa digelar pada saat-saat matahari terbenam. Namun karena saat-saat terbenam matahari berbenturan dengan waktu shalat Maghrib, akhirnya sejak tahun 1981 sampai sekarang prosesi Babarit di Dusun Dayeuhkolot pelaksanaannya diubah mulai sekitar pukul 15.30 atau 16.00 WIB, berupa penampilan kesenian sunda tayuban yang digelar apik penuh khidmat.

Meski sepintas hanya berupa pergelaran seni tayuban Sunda, tetapi di dalamnya banyak mengandung pesan luhur dari para sesepuh yang harus dipertahankan serta dijunjung tinggi masyarakat setempat secara turun-temurun. Itulah sebabnya, Babarit di dusun itu, sejak zaman dulu sudah rutin dan tak pernah absen digelar setiap setahun sekali. Sementara dari sisi prosesi acara, termasuk lagu-lagu dan irama musik tayuban Sunda khas Babarit di dusun itu pun, sejak dulu hingga saat ini nyaris tidak mengalami perubahan.

Prosesi Babarit di dusun itu biasanya digelar mulai sekitar pukul 16.00 di alun-alun depan masjid dan kantor balai dusun. Beberapa menit sebelum prosesi Babarit dimulai, ratusan masyarakat setempat berdatangan untuk menyaksikan acara tersebut. Sebagian duduk mengisi barisan kursi di depan panggung acara, selebihnya duduk-duduk dan berdiri tertib di seputar alun-alun tersebut. Ada pula yang menyantap aneka makanan yang dibawa dari rumah masing-masing untuk saling ditukar dan dicicipi bersama dalam suasana keakraban dan kekeluargaan yang kental.

tradisi-babarit

 

Seperti biasa, prosesi acara diawali dengan pemanjatan doa, disusul sambutan-sambutan dari kepala Desa Cageur dan perwakilan tokoh masyarakat Dayeuhkolot. Berikutnya baru menginjak pada acara inti, diawali lantunan irama musik pengantar tayuban, kolaborasi alat-laat musik tradisional seperti kendang, gong, bonang, saron, dan gambang.

Para penabuh alat musik tradisional serta pesinden atau pelantun lagu-lagu khas Babarit itu, semuanya warga Dusun Dayeuhkolot. Setiap lantunan lagu diiringi irama musik tayuban dalam acara tradisi itu diikuti tarian oleh dua sampai empat orang laki-laki disertai para pesindennya.

Meski hanya berlangsung selama lebih kurang satu jam, para pesinden menyuguhkan tujuh lagu inti khas Babarit Dayeuhkolot, disaksikan masyarakat dalam suasana khidmat. Ketujuh lagu khas Babarit tersebut dilantunkan secara berurutan diawali lagu berjudul Lahir Batin, Golewang, Titi Pati, Tali Asih, Renggong Buyut, Goyong-goyong, dan Raja Pulang.

Lagu atau tembang-tembang Babarit inilah yang mengandung banyak makna dan nasihat-nasihat luhur bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka. Misalnya lagu berjudul Lahir Batin mengandung nasihat agar selalu berbuat baik kepada sesama manusia dan beribadah kepada Allah. Kemudian lagu Golewang yang mengandung makna, bahwa dalam menjalani kehidupan di dunia, masyarakat harus mengikuti ajaran agama dan aturan hukum yang berlaku di tengah mereka.

Berikutnya, lagu Titi Pati mengandung makna dan nasihat agar selalu teliti dan hati-hati dalam menjalani kehidupan. Sali Asih mengandung makna untuk memelihara kasih sayang terhadap sesama manusia dan lingkungan alam. Renggong Buyut mengandung makna mengajak masyarakat untuk selalu memelihara silaturahmi. Lagu Goyong-goyong berisi ajakan untuk memelihara budaya gotong-royong agar jangan sampai punah. Terakhir, lagu Raja Pulang mengingatkan kepada setiap insan manusia, tanpa memandang status dan kedudukannya di dunia, agar selalu melakukan amal kebaikan untuk bekal hidup di dunia dan di akherat kelak.

Itulah di antara beberapa pesan luhur dari para sesepuh masyarakat Sunda yang senantiasa dilestarikan secara turun-temurun melalui tembang dan tradisi Babarit, agar jalinan kerukunan antar warga masyarakat tetap terjaga. Juga agar mereka tak melupakan nilai moral, hukum dan agama dalam menjalani kehidupannya.

 

EH / Islam Indonesia

0 responses to “BUDAYA – Pesan Luhur dalam Tembang dan Tradisi Babarit”

  1. […] Babarit merupakan acara ritual tahunan adat Suku Sunda. Sebagai tradisi leluhur, Babarit sering digelar pada bulan Dzulkaidah atau bulan Hapit (dan di daerah tertentu digelar di bulan Muharam), karena bulan-bulan tersebut mereka anggap sebagai bulan pailit, bulan yang serba sulit dan penuh bencana. Meski demikian, selain dilakukan dengan maksud agar masyarakat terbebas dari segala jenis bencana seperti gempa bumi, wabah penyakit, banjir, angin topan dan bencana lain yang dapat mendatangkan penderitaan bagi manusia. […]

Leave a Reply to Pesan Luhur dalam Tembang dan Tradisi Babarit Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *