Satu Islam Untuk Semua

Monday, 20 October 2014

Pesta Jokowi & ‘Kado’ dari Hong Kong


Mary, salah satu TKI.

Saat Presiden Joko Widodo dan orang-orangnya begadang hingga tengah malam untuk memastikan kesempurnaan detil terkecil dari Pesta Rakyat, momen selebrasi pasca pelantikannya di Senayan per 20 Oktober, 325.000 orang warga Indonesia yang mengadu nasib sebagai babu di Hong Kong hanya bisa merintih di tengah teruknya kondisi kerja.

Laporan The Wall Street Journal belum lama ini menyebutkan banyak dari kalangan pembantu Indonesia yang terpaksa tidur di lantai dapur, atau bahkan kamar mandi, karena majikan mereka tak menyediakan ruang tidur. Mengutip survey Migrant Care, koran menyebutkan lebih dari separuh pembantu Indonesia di Hong Kong pernah kena pelecehan seksual; empat dari sepuluh TKI di sana sehari-harinay bekerja 16 jam nonstop; satu dari lima menyatakan kerap kena sepak dan tempiling majikan; sekitar 6% pernah jadi budah seks, kena pemerkosa majikan sendiri.

Mary, sebut saja namanya begitu, termasuk golongan terakhir. Usia 33 tahun, asalnya dari sebuah desa di pesisir Jawa.

Menurut WSJ, Mary tiba di Hong Kong pada 11 Juni silam. Koran menggambarkan dia datang dengan setumpuk harapan; dia ingin membangun dinding rumahnya dan menyekolahkan putranya ke perguruan tinggi. Mary, kata koran, pernah bekerja di Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga selama 4 tahun. Tapi belakangan dia memutuskan berhenti lepas melihat seorang temannya kena hukuman potong tangan karena dituduh mencuri gelang emas majikan.

Sebelum terbang ke Hong Kong, Mary sempat ikut aneka kursus terkait pembantu rumah tangga. Dia mengeluarkan sisa tabungannya. Kursus termasuk pendidikan dasar seputar pengasuhan anak hingga soal pelafalan lagu-lagu pengantar tidur dalam bahasa China. Belakangan, dia memutuskan menanggalkan jilbab lepas mendengar bisikan kalangan majikan di Hong Kong tak begitu senang dengan pembantu berjilbab.

Di Hong Kong, Mary bekerja untuk keluarga seorang pramugari, yang biasa dia panggil “madam”. Keluarga majikan termasuk suami, anak dan dua ipar. Semua mereka tinggal dalam satu apartemen.

Salah satu ipar majikan adalah seorang berkacamata bernama Fok Ka-ching, yang dia panggil Suk Suk, atau “paman” dalam bahasa Kanton. Mary bekerja selayaknya pembantu biasa, sampai suatu saat Suk- Suk berubah jadi monster. “Saya diperlakukan seperti binatang dan harus melayaninya seolah-olah saya adalah istrinya, saya benar-benar tidak bisa menerima itu,” katanya.

Menurut WSJ, Mary melapor pelecehan itu pada perusahaan penempatan tenaga kerja yang mengirimnya ke Hong Kong. Tapi agen itu tidak dapat berbuat apapun. Mereka hanya bisa memintanya mengumpulkan bukti pelecehan seksual.

Saat pelecahan kedua terjadi, Mary menyimpan bukti pelecehan seksual lalu kabur meninggalkan majikannya. Dia melapor ke pihak imigrasi dan meminta keadilan. Peraturan di Hong Kong, buruh yang jadi korban kekerasan tak bisa bekerja sampai kasus hukumnya selesai.

Hidup di penampungan warga Indonesia hmapir dua tahun, Mary akhirnya mendapatkan keadilan. Hakim di Hong Kong menghukum Suk Suk tujuh tengah tahun penjara.

Kini Mary kembali bekerja, sebagai pembantu untuk seorang majikan tua di Hong Kong. “Saya merasa senang di pekerjaan baru saya karena tidak ada laki-laki,” katanya.

Mary membayangkan hari ketika dia bisa meninggalkan kehidupan seorang pembantu Hong Kong untuk memulai bisnis kecil dengan tabungannya. Dia bilang dia baru saja merampunhgkan kelas akupunktur, dan berharap dapat mengembangkan pendapatan orang-orang di desanya dengan ilmu akupuntur yang dia miliki.

Di Jakarta, Presiden Joko Widodo dan orang-orangnya masih sibuk memastikan kesempurnaan perayaan Pesta Rakyat, 20 Oktober.

(Ami/WSJ)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *