Satu Islam Untuk Semua

Friday, 01 January 2016

dr. Joserizal Jurnalis: Rumah Sakit Gaza Tanda Persahabatan Abadi Indonesia


Saat itu, Jumat, 23 Januari 2009, relawan MER-C yang dipimpin dr. Joserizal Jurnalis bertemu dengan Menteri Kesehatan Palestina di Gaza, Bassim Naim. Pembicaraan mengarah pada keinginan rakyat Indonesia membangun rumah sakit di Gaza sebagai tanda persahabatan dan dukungan atas perjuangan Palestina. Naim menyambutnya dengan antusias. Palestina saat itu juga mewakafkan tanah 1,6 hektare di Bayt Lahiya, utara Gaza, 2,5 kilometer dari perbatasan Israel yang jadi medan perang. Pembangunan pun dimulai Mei 2011.

Awalnya dana jadi kendala, namun MER-C mulai menggalang sumbangan sampai terkumpul Rp 105 milyar. Presiden Joko Widodo pun mengaku takjub sumbangan sebesar itu untuk Gaza. Pertengahan 2014, pembangunan selesai dan disambung pengadaan logistik sampai Desember 2015.

Islamindonesia berkesempatan mewawancarai dr. Joserizal terkait peresmian rumah sakit solidaritas rakyat Indonesia untuk Gaza ini.

Kapan peresmian Rumah sakit Indonesia di Gaza?

Sebenarnya begini, kita serah terima sepenuhnya 9 Januari 2016. Antara masyarakat Indonesia kepada masyarakat Palestina. Diwakili oleh presiden dan duta besar Palestina di sini. Tapi kemarin (27/12) sudah berfungsi, sudah ada operasi lah. Kalau Juni 2015 itu soft-launching, masih ada relawan yang bekerja di sana, Januari nanti, kita serahkan total pada rakyat Palestina.

Bagaimana soal rencana Presiden Indonesia yang meresmikannya di sana?

Kita sebenarnya mengundang presiden untuk datang ke Gaza, untuk meresmikan rumah sakit ini. Tapi situasi tidak memungkinkan. Pemerintah Mesir sejak Juni sampai sekarang tidak memberi kami izin untuk masuk ke Gaza, terutama membawa pejabat-pejabat VIP. Karena situasi di Sinai masih unpredictable.

Sejak ide pertama pembangunan rumah sakit ini dilontarkan MER-C tahun 2009, kapan tepatnya dimulai eksekusi pertama pembangunan?

Kita mulai tahun 2011, tapi pencarian tanah sudah mulai dari 2009.

Sejak awal pembangunan sampai soft-launching, kendala apa saja yang dialami pembangunan ini?

Kendala itu bermacam-macam. yang jelas ini kan daerah blokade Israel. Mulai dari susahnya bahan bangunan, kemudian ada perang besar dua kali, dan pertempuran lainnya, juga ada masalah dana dari kami kan. Nah soal penyediaan alat rumah sakit juga jadi kendala, karena harus diimpor dari luar. Kami gunakan suplier yang ada di Gaza, supaya ada yang bertanggung jawab untukperawatannya.

Apa Palestina punya cukup tenaga untuk menjalankan Rumah sakit ini?

Tenaga sebenarnya mereka punya, tapi masalah dana untuk maintenance atau menggaji misalnya, itu yang jadi. Jadi kita serahkan ini ke pemerintahan Palestina. Jadi ini diserahkan pada rakyat Palestina tapi yang mengelola pemerintahan Palestina, di Ramallah saat ini.

Setelah sepenuhnya diserahkan, apa MER-C masih akan berhubungan dengan rumah sakit tersebut?

Kita harapkan demikian, karena rumah sakit ini kita jadikan tanda persahabatan antara rakyat Palestina dan Indonesia. Juga untuk pertukaran pengetahuan dan kemampuan. Seperti tukar-tukaran ilmu, teknik-teknik operasi, kedokteran. Kita akan kirim dokter ke sana, mereka kirim mahasiswa ke sini, misalnya.

Setelah proyek rumah sakit ini selesai, apa agenda MER-C selanjutnya di Palestina?

Kita melakukan dua hal untuk Palestina, pertama disebut humanitarian aid kemudian humanitarian politic. Yang kedua ini bisa merupakan kampanye untuk memberikan kesadaran pada masyarakat betapa pentingnya masalah Palestina ini kita bela hingga merdeka. Betapa pentingnya Jerusalem dibebaskan dari cengkraman zionis Israel, dan Jerusalem itu untuk tiga agama; Yahudi, Nasrani, dan Islam. Itu akan terus kita kumandangkan, disamping bantuan kemanisiaan kita berikan.

Ada tantangan khusus dari pihak Israel?

Kita terus terang dengan Israel, bantuan kemanusiaan tetap bantuan kemanusiaan. Dan rumah sakit itu tidak boleh dijadikan markas militer, tidak boleh jadi tempat bersembunyinya orang yang memegang senjata, tidak boleh dijadikan hal lain selain fungsi rumah sakit, kita tulis itu di perjanjian. Soal-soal begini kita clear dengan Israel dan Palestina. Kalau sikap kita terhadap Palestina jelas, bahwa kita membela sesuatu yang sifatnya kepemilikan hak, mana yang punya hak; hak hidup, hak bertempat tinggal, hak kembali, hak kemerdekaan. Yang kita tentang itu kan politik zionis, yang bertentangan dengan kemanusiaan, bukan ras Yahudi. Zionis ini kan sarat dengan kepentingan politik dengan doktrinnya, we are the choosen people, mereka punya hak untuk kembali sedang orang lain tidak, itu yang kita tentang.

Harapan pada rumah sakit ini ke depannya?

Ini harus berfungsi sebagai rumah sakit, tidak boleh ada agenda lain yang keluar dari fungsi rumah sakit.

Muhammad/islamindonesia. Foto: Mer-C

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *